Remembering What God Has Done

Versi printer-friendly
Oleh: Betty Tjipta Sari
January 24, 2011 at 4:47pm
Dari kemarin aku berdoa untuk kemungkinan melanjutkan kuliah hingga selesai dengan kenyataan bahwa dana tidaklah cukup sampai akhir semester ini. Ibarat berjalan dalam gelap, Firman Tuhan seperti lentera yang membuatku dapat melangkah beberapa meter ke depan, tanpa tahu apa yang terjadi setelah itu. Aku bahkan tidak tahu ke mana Tuhan akan membawaku ke depan setelah study S2 ini. Yang aku lakukan hanya berusaha untuk taat dan mempercayakan diri pada-Nya, tanpa mengerti sama sekali atau pun memahami situasi di sekitarku.


Hari ini aku mencoba mengingat apa yang telah Tuhan lakukan buatku beberapa waktu yang lalu saat Tuhan menuntun untuk pergi ke negeri kincir angin ini. Dan inilah pertama kali dalam hidupku, aku tidak merencanakan apa yang di depan, namun belajar mendengar suara Tuhan saat demi saat, satu hari demi satu hari. Tidak mudah, tapi aku percaya.


I do not know anything about the future, but I can remember what God has done. Here is His story :

BECEK, ‘KAN ADA BECAK ATAU OJEK!

Kalau hujan dan dingin begini saat berada di luar kota selama bekerja di Indonesia, mungkin buatku akan lebih nyaman untuk bepergian menggunakan taksi. Namun aku tidak sedang ada di kota di Indonesia, tapi sedang belajar menetap di Belanda dan tidaklah mungkin naik taksi karena harga jasa taksi sangatlah mahal. Aku pernah naik taksi dari pusat kota ke rumah sepulang gala dinner dengan memakai gaun panjang dan hak tinggi sehingga tidak mungkin untuk naik sepeda atau berjalan kaki. Waktu itu sudah lewat tengah malam sehingga tidak ada lagi bus kota. Bayangkan saja berjalan dengan hak runcing melewati pusat kota Maastricht di atas jalan yang usianya sudah 1000-an tahun dan terbuat dari batu-batu. Waktu berangkat siang tadi saja, hak sepatuku sempat tersangkut di antara batu-batu itu dan butuh usaha lumayan untuk menariknya dari himpitan batu supaya hak sepatuku tidak rusak (jadi terbayang sebuah iklan dengan wanita yang hak sepatunya patah he he..). Untuk naik taksi pulang ke rumah, saya bersama rekan yang tinggal seapartemen harus membayar hampir 40 euro (setara Rp 600.000,- dan dapat aku pakai untuk makan selama 2 minggu), padahal kalau naik sepeda hanya 15 menit saja.


Karena biaya transportasi yang mahal, sehari-hari aku harus naik sepeda atau jalan kaki ke mana pun, tidak peduli bagaimana pun cuacanya. Entah hujan angin atau badai salju, tetap harus naik sepeda. Bus pun kadang tidak dapat beroperasi dengan normal jika terlalu banyak salju, sehingga jalan kaki atau naik sepeda lebih menjadi pilihan terbaik, terutama jika ingin datang on time saat ujian. On time di Belanda artinya paling lambat lima menit sebelum jadwal harus sudah di tempat duduk. Jadi kalau jadwal ujian jam 13.00 dan kita datang tepat jam 13.00, itu sudah terlambat.


Aku ingat beberapa kali di semester pertama saya (musim gugur dan musim dingin pertama), aku sering berdoa di atas sepeda saya meminta Tuhan untuk sejenak menghentikan angin kencang dan hujan karena sudah kepayahan mengayuh sepeda saya. Tuhan memang murah hati dan menjawab doaku waktu itu. Namun akhirnya aku juga berpikir bahwa aku harus belajar beradaptasi dengan cuaca yang bakal kuhadapi beberapa tahun ke depan dan tidak manja, jadi aku berdoa bahwa aku tidak lagi meminta kemudahan dengan meminta Tuhan menghentikan hujan dan angin kencang, namun menolongku untuk belajar menghadapi angin kencang, hujan, suhu dingin dan salju. Karena di sini meski angin kencang, salju, hujan dan becek, tidak ada becak maupun ojek. Ternyata kemudahan-kemudahan yang bisa kudapat di Indonesia membuatku agak manja, kurang mau menggerakkan kakiku untuk bersepeda atau berjalan. Bagaimana tidak? Ojek dan becak murah, jadi meskipun cuma 15 menit jalan kaki jaraknya, orang di Solo memilih naik becak. Jadi dapat dibilang, tubuhku lebih sehat di Belanda karena lebih banyak bergerak. Aku pun terheran-heran, "Kok bisa ya, selama 4 tahun di Belanda, hanya satu kali aku sakit panas demam sampai tidak bisa bangun 2 hari di musim dingin pertamaku di sini. Setelah itu sama sekali tidak pernah sakit, padahal banyak kehujanan, kedinginan, berjalan di bawah hujan salju. Tuhan memang hebat dan adil! Di negeri yang cuacanya kurang bersahabat, dia membuat tubuhku lebih sehat untuk menghadapi segalan macam cuaca di sini ?


"Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya". (Efesus 2:10)