Tatkala Tuhan Memukul
Berita Telaga Edisi No. 96 /Tahun VIII/ Agustus 2012
Diterbitkan oleh Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Sekretariat: Jl.Cimanuk 56 Malang 65122 Telp.: 0341-408579, Fax.:0341-493645 Email: telagatelaga.org Website: http://www.telaga.org Pelaksana: Melany N.T., Dewi K. Megawati Bank Account: BCA Cab. Malang No. 011.1658225 a.n. Melany E. Simon
Tatkala Tuhan Memukul
Tuhan bukanlah algojo yang siap menghukum. Ia adalah Bapa yang penuh kasih dan siap mengampuni. Namun oleh karena kasih-Nya, Ia siap memukul agar kita bertobat dan kembali kepada-Nya. Bagaimanakah Tuhan memukul anak-anak-Nya? Berikut akan dipaparkan beberapa cara yang digunakan-Nya untuk menyadarkan anak-anak-Nya.
Tuhan mengambil sesuatu dari kita. Sewaktu Salomo berdosa dan meninggalkan Tuhan, maka Tuhan mengambil kerajaan dari tangannya. "Oleh karena begitu kelakuanmu, yakni engkau tidak berpegang pada perjanjian dan segala ketetapan-Ku yang telah Kuperintahkan kepadamu, maka sesungguhnya Aku akan mengoyakkan kerajaan itu dari padamu dan akan memberikannya kepada hambamu." (1 Raja-Raja 11:11) Pada umumnya Tuhan mengambil sesuatu yang berpotensi makin menjauhkan kita dari-Nya. Sebagai contoh, Tuhan mengambil harta kekayaan agar kita kembali bergantung pada-Nya, bukan pada uang kita.
Tuhan menghalau kita dari tempat atau situasi di mana kita berada. "Tuhan telah menyentakkan mereka dari tanah mereka dalam murka dan kepanasan amarah dan gusar-Nya yang hebat, lalu melemparkan mereka ke negeri lain, seperti yang terjadi sekarang ini." (Ulangan 29:28) Tuhan memaksa kita pindah agar kita jauh dari situasi yang dapat menjauhkan kita dari-Nya. Sering kali di tempat yang baru itulah kita mendapatkan lingkungan yang kembali mendekatkan kita kepada Tuhan.
Tuhan memberikan sakit penyakit. Dalam perjalanan menuju Damaskus untuk menganiaya orang Kristen, Paulus bertemu Tuhan dan mengalami kebutaan. Di dalam kebutaannya Paulus percaya kepada Tuhan Yesus Kristus. Kadang kita menerima sakit penyakit dari Tuhan agar kita kembali mendengarkan suara Tuhan dan bergantung kepada-Nya.
Tuhan mengambil kendali atas hidup kita. Pada Daniel 4, kita dapat membaca kisah raja Nebukadnezar yang direndahkan Tuhan sehingga kehilangan kewarasannya oleh karena kesom-bongannya. Kadang kita merasa begitu berkuasa seakan-akan semua dapat kita lakukan tanpa batas. Di saat itulah Tuhan mengambil kendali dari hidup kita sehingga hal yang paling sederhana pun tidak dapat kita kerjakan. Pada saat itulah kita disadarkan betapa kecilnya kuasa yang kita miliki.
Apa yang harus kita lakukan tatkala Tuhan memukul kita?
"Berbahagialah orang yang Kau hajar, ya Tuhan dan yang Kau ajari dari Taurat-Mu, untuk menenangkan dia terhadap hari-hari malapetaka sampai digali lobang untuk orang fasik" (Mazmur 94:12-13). Seharusnyalah kita ber-syukur jika Tuhan sampai memukul kita sebab kendati sakit, itu adalah untuk menyelamatkan kita dari malapetaka yang lebih besar. Itu sebabnya Firman Tuhan menyuruh kita berbahagia atau merasa diberkati sebab memang, hanya orang yang diberkati yang akan menerima pukulan Tuhan.
Jangan meremehkan pukulan Tuhan. Firman Tuhan mengingatkan, "Hai anakku, jangan anggap enteng didikan Tuhan . . . " (Ibrani 12:5). Menganggap enteng pukulan Tuhan adalah tindakan berbahaya sebab itu menunjukkan kekerasan hati kita. Tuhan tidak akan berhenti memukul sampai kita bertelut takluk di hadapan-Nya dan ingatlah, tidak seorang pun yang dapat mengalahkan Tuhan.
Pukulan Tuhan seyogianya mengingatkan kita akan siapakah kita sesungguhnya yaitu anak-anak Allah, "Karena Tuhan menghajar orang yang dikasihi-Nya dan Ia menyesah orang yang diakui-Nya sebagai anak" (Ibrani 12:6). Hanya anaklah yang menerima pukulan Tuhan dan tujuannya adalah agar kita tetap menjadi anak-Nya.
Kesimpulan: Tatkala dipukul, ingatlah bahwa tangan yang memukul adalah tangan yang disalib untuk dosa kita.
Oleh Pdt. Dr. Paul Gunadi
Audio dan transkrip bisa didapatkan melalui situs TELAGA dengan kode T263 B
Bersyukur VISI Press bersedia menerbitkan buku dari beberapa artikel yang sudah ada.
Doakan untuk Bp. Andrew A.Setiawan yang sedang membuat beberapa artikel seputar remaja untuk disatukan dengan judul-judul yang sudah ada.Doakan agar radio MDC FM di Magelang dalam waktu dekat bisa mengudara; tower sudah ada dan saat ini sedang diusahakan untuk membeli perlengkapan lainnya.
Doakan untuk tim rekaman yang sudah mulai mengadakan rekaman lagi, doakan agar judul-judul yang dipilih sungguh-sungguh mengena bagi para pendengar radio.
Doakan untuk tim ITS dari Yayasan SABDA yang sedang menyelesaikan perpustakaan online dan disamping itu juga mengerjakan data bahan-bahan konseling dalam rangka membuat master DVD Konseling.
Doakan juga untuk pengerjaan renovasi bangunan dan tanah yang telah dibeli oleh Yayasan SABDA yang rencananya dimulai setelah lebaran.
Bersyukur untuk penerimaan dana dari donatur tetap dalam bulan ini, yaitu dari:
001 – Rp 100.000,-
004 – Rp 500.000,- untuk 5 bulan
Salam sejahtera, sebagai seorang ibu (kami memunyai seorang putri 20 tahun dan putra 18 tahun) saat ini saya merasa begitu sedih dan khawatir akan masa depan anak-anak kami. Kami menikah sudah lebih dari 21 tahun, secara ekonomi sepertinya lancar-lancar saja, secara kerohanian anak kami aktif melayani di Paduan Suara, baik di gereja maupun di kampusnya, anak kami yang satu lagi terlibat dalam pelayanan sebagai pembimbing Kelompok Tumbuh Bersama. Kami sebagai orang tua juga ikut pelayanan, bahkan papanya menjadi Ketua Majelis di gereja kami. Namun permasalahan keluarga kami sepertinya tidak ada habis-habisnya, selalu terjadi keributan di antara kami, komunikasi kami begitu buruk. Bukannya saya menjelekkan papanya anak-anak tapi sungguh sedih hati saya dengan keadaan ini, ayah yang begitu keras terhadap anak-anaknya, kata-katanya seringkali kasar bahkan memukul, menendang, mengusir anaknya. Kemarin terjadi hal seperti itu ketika anak kami dilarang bermalam di rumah temannya dan anak kami ini memerlihatkan sikap tidak senangnya dengan membanting pintu. Dulu putra kami ketika masih SMA juga pernah diusirnya, dia pun hampir nekat pergi tapi saya menahannya. Saat ini putri kami yang sudah berusia 20 tahun dipukul, ditendang dan diusirnya, untunglah dia kembali, saya sungguh khawatir dengan anak-anak kami ini. Belum lagi perlakuanya terhadap saya, makian dan bentakan selalu menyalahkan saya, namun saya selalu berusaha diam saja. Kalau dia marah pada anak-anak tak pernah saya luput dimaki-makinya, apa pun sikap anak yang tidak memuaskan hatinya pasti semua karena saya memanjakan mereka, saya terlalu melindungi mereka.
Anak-anak kami menjadi anak yang begitu acuh, pendiam dan tertutup, kemarahan papanya itu karena sikap kami ini yang tidak bisa berkomunikasi dengan dia, anak kami lebih sering menjawab dengan "ya" atau "tidak", kadang cuma bergumam yang tidak jelas dan tidak terdengar papanya, ini membuat papanya marah, anak dianggap kurang ajar dan sebagainya.
Saya tidak tahu harus minta tolong pada siapa untuk berbicara pada dia, kami tinggal bersama mertua saya dan sepertinya mertua saya membenarkan semua perlakuannya sehingga sikapnya makin hari makin menjadi-jadi. Saya tidak berani menceritakan ini semua pada hamba-hamba Tuhan di gereja kami, saya tidak ingin dia makin marah dan benci pada kami, saya sendiri pun tidak pernah bisa dan berani mengkritik dia, sedikit kata yang bagi dia tidak enak dia bisa langsung membentak. Seringkali dia mengatakan, "Mau apa, saya memang begini? Kalau tidak suka pergi dari sini". Dari anak kami bayi kata-kata itu senantiasa diucapkannya pada saya, tapi saya berusaha bertahan, sesungguhnya di hati saya tidak ada kata bercerai kalau tidak maut yang memisahkan kami, tapi kata-kata itu sekarang seringkali diucapkan pada anak saya, saya khawatir anak saya suatu saat akan minggat.
Putri kami 2 bulan yang lalu pernah merasa jengkel sampai-sampai dia menyilet-nyilet tangannya, pernah juga marah menghilang sampai dini hari baru kembali, kedua anak kami memang keras sekali, sepertinya ada kepahitan di hati mereka, mulut mereka diam tapi kelakuan-kelakuan nekat yang cenderung menyakiti diri sendiri serig mereka lakukan. Kemarin suami saya marah-marah dan memaki-maki lagi, "tidak usah menikah lebih baik" katanya, akhirnya saya sempat juga berpikir untuk apa pernikahan yang seperti ini dipertahankan lagi, kalau memang itu yang selalu diinginkannya dari pada kami semua menderita bukankah lebih baik saya menuruti apa maunya. Putra putri saya saat ini pun marah pada saya, Saya tidak tahu harus bagaimana, putra saya marah karena saya selalu begini-begini saja tidak bisa apa-apa dan tidak berani apa-apa.
Sungguh saya tidak tahu harus bagaimana, hal ini selalu terulang-ulang menimbulkan luka dan luka lagi tanpa saya berani menyatakan sikap, saya pasrah saja, sesungguhnya saya malu dengan keadaan keluarga kami ini, saya sudah makin tua sepertinya sudah makin tidak kuat lagi dengan ketidakberdayaan ini, sementara anak-anak makin keras, makin cuek, makin tertutup, saya ingin mengajak anak saya konseling tapi mereka tidak mau, mereka bilang kalau papanya tidak ikut percuma saja, tapi siapa yang berani bilang pada papanya.
Tolong berikan pencerahan bagaimana saya harus menghadapi semua ini, sebelumnya saya ucapkan banyak terimakasih atas perhatiannya.
JawabTerus terang saya mengalami kesukaran untuk menanggapi surat ibu karena hati saya begitu berat mengungkapkan hal ini. Namun saya mesti mengatakan apa adanya :
Pertama, saya mesti mengatakan bahwa Ibu menunggu terlalu lama untuk mendapatkan solusi atas masalah Ibu. Sekarang, kerusakan telah terjadi pada jiwa dan pertumbuhan anak-anak Ibu.
Kedua, saya menyimpulkan bahwa suami Ibu bukanlah seseorang yang 100% buruk, sebab jika demikian kondisinya, mungkin sudah sejak lama Ibu berikhtiar meninggalkannya. Saya percaya, selain takut akan Tuhan, salah satu alasan mengapa Ibu memilih bersamanya adalah karena tidak seluruhnya tentang dirinya adalah buruk.
Ketiga, jika demikian kondisinya, besar kemungkinan Ibu telah "berhasil" menyesuaikan diri hidup bersamanya. Dalam pengertian, Ibu dapat memahaminya dan tahu bagaimana menghadapinya.
Keempat, oleh karena Ibu akan terus hidup bersamanya, terpenting adalah mendapatkan pertolongan buat anak-anak Ibu. Saya sarankan agar Ibu mencari konselor yang dapat memberikan bimbingan psikologis dan rohani kepada mereka supaya mereka tidak meneruskan pola destruktif ini kepada anak-anak mereka kelak.
Kelima, jika memungkinkan bicaralah baik-baik kepada suami dan ajaklah dia untuk bertemu dengan seorang konselor. Katakan padanya bahwa Ibu dan dia memerlukan pertolongan. Ceritakan bahwa ibarat tubuh, pernikahan ini sudah lama menderita sakit yang tak kunjung sembuh.
Mungkin itu dulu yang hendak saya sampaikan, semoga Tuhan Yesus memberi kekuatan kepada Ibu.
Seorang anak kecil dan ayahnya sedang berjalan di sebuah gunung. Tiba-tiba anak itu tergelincir dan menjerit, "Aaaaahhh!!!" Betapa kagetnya ia, ketika mendengar ada suara dari balik gunung, "Aaaaahhh!!!"
Dengan penuh rasa ingin tahu, ia berteriak, "Hai siapa kau?". Ia mendengar lagi suara dari balik gunung, "Hai siapa kau?"
Ia merasa dipermainkan dan dengan marah berteriak lagi, "Kau pengecut..!!" Sekali lagi dari balik gunung terdengar suara, "Kau pengecut..!!". Ia lalu menengok ke ayahnya dan bertanya, "Ayah, sebenarnya apa yang terjadi?".
Ayahnya tersenyum dan berkata, "Anakku, mari perhatikan ini". Kemudian ia berteriak sekuat tenaga pada gunung, "Aku mengagumimu..!!". Dan suara itu menjawab, "Aku mengangumimu..!!". Sekali lagi ayahnya berteriak,"Kau adalah sang juara..!!". Suara itu pun menjawab lagi,"Kau adalah sang juara..!!".
Anak itu merasa terheran-heran, tapi masih juga belum memahami. Kemudian ayahnya menjelaskan, "Nak, orang-orang menyebutnya GEMA, tetapi sesungguhnya inilah yang dimaksud dengan hidup itu. Ia akan mengembalikan padamu apa saja yang kau lakukan dan katakan."
Hidup kita ini hanyalah refleksi dari tindakan kita. Bila kau ingin mendapatkan lebih banyak cinta kasih di dunia ini, maka berikanlah cinta kasih dari hatimu. Bila kau ingin mendapatkan kebaikan dari orang lain, maka berikanlah kebaikan dari dirimu.
Hal ini berlaku pada apa saja dan pada semua aspek dalam hidup. Hidup akan memberikan apa yang telah kamu berikan padanya. Maka, sebenarnya hidup ini BUKAN SUATU KEBETULAN. Hidup adalah pantulan dari dirimu; gema dirimu.
Dikutip dari RENUNGAN-HARIAN.COM
- 5125 kali dibaca