Pengaruh Ibu pada Anak

Versi printer-friendly
September

"Pengaruh Ibu pada Anak"

Sebagaimana kita ketahui selama masa pandemi COVID-19 anak-anak belajar dari rumah dan mau tidak mau orangtua, khususnya ibu-ibu akan terlibat dalam hal ini. Akhir-akhir ini kita juga mendengar ada ibu yang sampai menyiksa anaknya karena selama 2 minggu tidak belajar secara daring. Bagaimana "Pengaruh Ibu Pada Anak" ?

Salah satu hal menarik yang dapat kita tarik dari sejarah adalah betapa banyaknya orang yang dipakai Tuhan berkat doa dan pengaruh ibu dalam hidup mereka. Sebagai contoh, John Wesley adalah buah doa dan pelayanan ibunya, Susanna. Agustinus, salah seorang tokoh yang memengaruhi pemikiran Kristiani, adalah buah doa dan pelayanan ibunya, Monica. Hudson Taylor, seorang misionaris ke Tiongkok, juga adalah orang yang dekat dengan ibunya. Kepada ibunyalah ia kerap menulis surat membagikan pergumulan hidup dan pelayanannya. Singkat kata, peran ibu dalam pembentukan diri anak sungguhlah besar.

Apa saja peran ibu yang penting dalam pembentukan diri anak ?

  1. PENGASUH. Sejak anak lahir hingga anak mencapai usia remaja, ibu berperan sebagai pengasuh, dalam pengertian ia memerhatikan dan memenuhi kebutuhan anak. Tanpa asuhan, anak tidak dapat bertumbuh secara sehat. Pada masa ini ibu berfungsi mencukupi kebutuhan anak dan melindunginya dari bahaya, sekecil apa pun.
  2. PENYEDIA KESTABILAN. Kehadiran ibu dalam hidup anak dan petunjuk serta bentukan yang diberikannya kepada anak hari lepas hari menyediakan sebuah ruang yang pasti dan aman bagi diri anak. Anak perlu tahu bahwa ibu selalu berada di sampingnya dan bahwa ibu akan memberikan apa yang dibutuhkannya. Figur yang sama dan perlakuan yang relatif sama akan memberi rasa kestabilan pada anak.
  3. PEREKAT. Tidak bisa disangkal ibu berfungsi sebagai perekat antara anak dan ayah serta anak dan saudara-saudaranya. Tidak heran, setelah ibu tiada, tali perekat cenderung mengendor atau bahkan malah menghilang. Singkat kata, ibu berperan menyatukan keluarga sehingga anak merasakan bahwa ia adalah bagian dari keluarga dan bertanggungjawab atas satu sama lain.
  4. MENJADI PERLAMBANGAN DAN PERPANJANGAN KASIH KARUNIA ALLAH. Kendati ibu dapat marah, namun satu hal yang diketahui anak adalah bahwa ibu tidak akan menolaknya. Ibu selalu menerima dan mengampuni; ibu senantiasa memercayai dan memberi kesempatan kembali kepada anak. Singkat kata, lewat kasih ibu, anak mengerti apa yang dimaksud dengan kasih karunia Tuhan.

Berikut kita akan melihat dampak buruk yang dapat timbul pada anak bila ibu tidak berfungsi seharusnya pada anak.

Pertama, jika anak tidak menerima kasih ibu secara cukup, anak bertumbuh besar TANPA DIRI YANG KOKOH. Ia cenderung gamang dan tidak memiliki penghargaan diri yang kuat. Tampaknya kasih dan penerimaan ibu kepada anak berpengaruh lebih besar daripada kasih dan penerimaan ayah kepada anak. Tanpa kasih ibu yang cukup, anak mengembangkan keraguan pada dirinya dan mencari-cari kasih dan figur pengasuh dalam hidupnya.

Kedua, jika anak tidak mengalami kasih ibu yang tanpa kondisi, IA PUN BERTUMBUH DENGAN SIKAP KRITIS DAN TIDAK MENERIMA DIRI APA ADANYA. Singkat kata, ia tidak melihat apa yang ada di dalam dirinya melainkan apa yang tidak ada. Bukannya melihat apa yang dapat dilakukannya, ia malah menyoroti apa yang tidak dapat dilakukannya. Dan kalau pun ia dapat melakukannya, ia merasa tidak dapat melakukannya dengan baik. Singkat kata, ia senantiasa melihat kekurangan pada dirinya.

Ketiga, jika ia tidak mengalami kestabilan dalam keluarga akibat tidak hadirnya ibu atau tidak berperannya ibu secara konsisten, maka ia pun akan mengembangkan RASA TIDAK AMAN. Ia senantiasa penuh kecemasan dan ingin memastikan bahwa semuanya berjalan dengan baik. Ia pun berusaha mencari figur pelindung yang dapat memberikannya rasa aman.

Kesimpulan : Peran ibu dalam pertumbuhan anak sangatlah penting, bahkan jauh lebih penting daripada peran ayah itu sendiri. Amsal 31:28 mengatakan, "Anak-anaknya bangun dan menyebutnya bahagia, pula suaminya memuji dia". Baik anak maupun suami, keduanya menghormati sosok ibu yang begitu berperan besar dalam keluarga. Pujian ini memang selayaknya diberikan kepada ibu.

Oleh : Pdt. Dr. Paul Gunadi
Ringkasan audio T405B
Simaklah rekaman lainnya di www.telaga.org

PERTANYAAN :

Perkenalkan diri saya, Ibu M berusia 37 tahun, seorang ibu rumah tangga menikah dengan seorang suami yang bekerja wiraswasta dan kami telah dikaruniai 3 orang anak, yang pertama wanita, Tina berusia 1,5 tahun, yang kedua juga wanita, Priski berusia 23 bulan dan yang ketiga pria, Gabriel, berusia 6 bulan.

Saya memunyai persoalan dalam mendidik dan mendisiplin anak sehingga mereka menjadi anak yang bertanggungjawab dan hidup benar dalam Tuhan. Kedua putri saya sering berkelahi, berteriak-teriak dan akhirnya menangis. Kepala saya terasa mau pecah dan ingin memukul anak-anak saya yang menangis. Saya merasa bingung harus bagaimana, saya menjadi ibu yang tidak memunyai pendirian atau sikap dalam hidup ini. Saya juga merasa kesal dengan suami karena suka mencubit anak-anak yang tidak menurut atau berkelahi. Dampaknya sekarang Tina tidak mau dekat dengan ayahnya. Di rumah, saya menjadi seorang ibu yang pemarah, padahal pemarah itu tidak enak ya, Pak……….., mudah tersinggung, suami berbicara sedikit saja, saya sudah emosi.

Setelah mendengar uraian Bapak di radio, saya merasa mungkin saya menjadi orang yang egois, akibat dari masa kecil saya, seperti yang Bapak bicarakan menjadi anak egois salah satunya dari orangtua yang satu mencintai anaknya, yang satu tidak. Saya merasakan itu, Pak, apalagi setelah dewasa ini sepertinya suami tidak menyayangi, sehingga kasih sayang saya curahkan kepada anak yang pertama. Saya tidak mau anak-anak saya menjadi seperti saya, pada masa kecil saya kurang kasih sayang dari ibu.

Yang ingin saya tanyakan :

  1. Saya harus melakukan apa agar saya bisa berubah, tidak marah-marah terutama dalam hal menghadapi anak-anak saya ?
  2. Tindakan yang bagaimana dalam mendidik anak agar anak menurut kepada orangtua, sebab dilarang tambah tidak mau. Dikatakan, "Jangan dicoret, malah dicoret……."
  3. Apakah boleh anak berumur 3 tahun lebih dan kurang dari 2 tahun, dipukul atau dicubit seperti yang dilakukan oleh suami saya, sebab prinsip suami, anak harus didisiplin sejak kecil, apabila tidak maka pada waktu sudah besar akan susah mengaturnya, sedangkan prinsip saya nanti bila sudah berumur 5 tahun baru boleh dipukul.
  4. Bagaimana mengembalikan kasih papanya kepada kedua anak, karena mereka tidak mau dengan papanya akibat suka dicubit?
  5. Apabila saya ada di rumah, anak-anak bandel (tidak mau makan, tidak mau menurut, semua dinaiki…….) tapi bila saya tidak di rumah, semuanya beres dan anak-anak jadi penurut.

Terima kasih atas jawaban Bapak atas persoalan/kebingungan saya dalam mendidik anak-anak.



JAWABAN :

Surat Ibu telah kami terima dan pahami isinya. Kami dapat memahami bagaimana Ibu merasa jengkel dan "putus asa" menghadapi anak-anak yang nakal, tidak menurut dan lain-lain. Harus kita akui bahwa mendidik anak memang tidak mudah, apalagi tiga orang anak yang relatif usianya masih kecil, seakan-akan waktu Ibu habis untuk mereka.

Anak-anak adalah titipan Tuhan pada Bapak dan Ibu. Jadi dalam usaha mendidik dan mendisiplin mereka, hendaknya kita awali dengan berdoa mohon pimpinan dan hikmat dari Tuhan. Selanjutnya Bapak dan Ibu harus sehati dalam cara mendidik anak-anak. Apabila masih bisa diingatkan melalui kata-kata, maka anak tidak usah dipukul atau dicubit. Untuk kasus-kasus yang dipandang sangat nakal ("keterlaluan"), boleh saja anak didisiplin melalui pukulan namun jangan memukul anak sambil emosi, sehingga seakan-akan pukulan itu memuaskan emosi kita. Setelah seorang anak dipukul, beberapa waktu kemudian, orangtua harus kembali mendekati anak dan menjelaskan mengapa tindakan itu dilakukan. Jelaskan juga bahwa sesungguhnya ayah atau ibu mencintai mereka, supaya anak mengerti dan tidak merasa takut. Dengan penuh kasih, praktekkan otoritas kita, namun bukan untuk membuktikan bahwa orangtua itu berkuasa.

Waktu yang paling efektif untuk mendidik seorang anak adalah pada waktu mereka balita. Memang masing-masing anak memunyai sifat/temperamen yang tidak sama, sehingga menangani anak yang satu tidak bisa disamakan dengan anak yang lain. Mungkin Ibu bisa membaca buku-buku tentang temperamen anak, misalnya karangan Dr. Tim La Haye. Anak-anak pada usia 3 tahun, biasanya memang suka membandel. Daripada melarang mereka mencoret-coret dinding (karena makin dilarang malah makin disengaja), bagaimana kalau Ibu mengajar mereka menggambar di kertas, sambil bercerita atau mewarnai gambar-gambar yang mereka senangi. Dengan perkataan lain, lebih baik kita mengikuti arus anak atau gaya dasar anak dan mengarahkannya daripada memaksa mereka dengan gaya yang berlawanan.

Selanjutnya, ajaklah anak-anak untuk berdoa, biasakan mereka mengenal dan berkomunikasi dengan Tuhan sejak kecil. Apabila mereka nakal, kemudian dimarahi dan setelah keadaan kembali tenang, ajarlah anak untuk berdoa minta ampun kepada Tuhan karena kenakalannya. Salah satu tugas orangtua adalah membimbing anak-anak yang Tuhan titipkan untuk mengenal dan percaya kepada Tuhan (Amsal 22:6). Akhirnya jangan lupa menyediakan waktu berdua dengan suami; kehadiran anak-anak tidak berarti waktu untuk suami-istri berduaan sudah tidak ada lagi. Maksudnya hubungan antara suami dan istri juga harus dipelihara dan menjadi model bagi anak-anak, sehingga pada waktu mereka dewasa, apa yang diteladani oleh orangtuanya bisa mereka tiru dan lanjutkan. Harapan kami, Ibu dan suami bisa bersama-sama mengatasi masalah yang dihadapi dengan kehadiran anak-anak sebagai titipan Tuhan dalam keluarga.

Salam dan doa kami,
Tim Pengasuh Program Telaga






Bendera merah putih dipasang setengah tiang, menandakan kita sudah berada di akhir bulan September 2020.

  1. Bersyukur radio masih menjadi media informasi yang efektif bagi masyarakat apalagi selama masa pandemi COVID-19 ini. Mari kita doakan agar pihak pengelola radio dapat menyajikan konten-konten yang menarik, bermutu dan Alkitabiah.
  2. Bersyukur untuk sumbangan yang diterima 2x dalam bulan ini dari NN di Tangerang sebesar Rp 570.000,- dan Rp 600.000,- serta Ibu Gan May Kwee di Solo sebesar Rp 500.000,-.
  3. Masa pandemi ini mengharuskan anak-anak sekolah dari rumah dengan mengikuti pelajaran secara online. Mari kita doakan untuk para orangtua yang tidak jarang lepas kontrol sehingga mudah marah dan tidak sabar ketika mendamping anak-anaknya belajar.
  4. Bersyukur walaupun bertahap, dalam bulan ini ada beberapa radio yang telah dikirimi bahan-bahan untuk disiarkan. Doakan agar kendala pengiriman lewat google drive bisa teratasi demikian juga masalah hubungan internet yang tidak stabil.
  5. Doakan untuk Ibu Dientje Winarto, mantan pemandu acara dalam rekaman Telaga sembilan tahun yang lalu, dan Bp. Hananto Jonatan, salah seorang donatur Telaga, yang 2x dalam seminggu menjalani cuci darah secara rutin. Ibu Dientje sudah menjalani cuci darah sejak awal tahun 2016 yang lalu. Kiranya Tuhan memberikan ketangguhan dalam mereka menjalaninya.
  6. Kita tetap mendoakan dampak dari COVID-19 dimana ada orang-orang yang terkena PHK dan belum memunyai pekerjaan lain, para guru dalam mengatasi belajar di rumah bagi para muridnya, juga untuk para tenaga medis dan relawan yang mengorbankan banyak hal dalam menangani meningkatnya pasien yang positif Covid-19, juga pemerintah dalam mengatasi masalah kesehatan serta perekonomian.
  7. Bersyukur untuk sumbangan yang diterima dari donatur tetap di Malang dalam bulan ini, yaitu dari :
    001 – Rp 100.000,-
    003 – Rp 1.500.000,- untuk 6 bulan
    011 – Rp. 600.000,- untuk 4 bulan

Tuhan Yesus memberkati