Kesuksesan Adalah Anugerah Bukan Imbalan

Versi printer-friendly
Maret



Kalau tidak berhati-hati, kita dapat memperlakukan Tuhan seperti mesin soda; tinggal kita masukkan uang, maka keluarlah minuman kalengan dari mesin itu. Sayangnya banyak orang yang berpandangan seperti itu; mereka berpikir jika mereka menaati Tuhan, maka Tuhan akan memberkati mereka dengan kelimpahan materi. Tuhan bukanlah mesin soda dan Ia tidak akan membiarkan kita memperlakukan-Nya sebagai mesin soda. Karena itu, kadang bukannya Ia melimpahkan kesuksesan kepada kita yang hidup dalam ketaatan, Ia malah melimpahkan kita dengan kesusahan. Kita bingung, mengapa Tuhan membalas kebaikan dengan kepahitan. Berikut akan dijelaskan mengapa Tuhan tidak selalu membalas ketaatan dengan kesuksesan.

  1. Tuhan tidak selalu mengimbali ketaatan dengan kesuksesan karena Ia tidak ingin kita membeli kesuksesan dengan ketaatan.
    Tuhan menginginkan kita memunyai motivasi yang benar dalam menaati-Nya. Ia menghendaki kita menaati-Nya atas dasar hormat dan takut akan Dia. Terlebih penting lagi, Ia menginginkan kita menaati-Nya karena kasih dan percaya. Kita taat kepada-Nya karena kita mengasihi-Nya, dan kita taat kepada-Nya sebab kita percaya kepada-Nya—bahwa perintah-Nya adalah untuk kebaikan kita. Apabila kita menaati-Nya hanya karena kita menginginkan imbalan kesuksesan, maka ketaatan kita semu dan rapuh. Begitu kita tidak memeroleh yang kita harapkan, kita pun marah dan kecewa kepada Tuhan. Mungkin kita akan menolak untuk menaati-Nya lagi, sebab kita beranggapan tidak ada gunanya kita menaati-Nya. Secara berkala Tuhan mengimbali ketaatan dengan berkat kesuksesan karena Ia mengasihi kita dan Ia mau memberkati kita. Ia adalah Bapa yang menyayangi kita dan Ia senang memberkati kita serta melihat kita sukses. Namun, Ia ingin kita menaati-Nya karena motif yang benar; itu sebab, kadang Ia menukar kesuksesan dengan kesulitan, berkat dengan masalah.
  2. Tuhan tidak selalu mengimbali ketaatan dengan kesuksesan sebab Ia ingin kita ingat bahwa kesuksesan adalah anugerah.
    Memang benar, kesuksesan sering kali merupakan akibat atau buah dari kerja keras tetapi sebenarnya tidak selalu demikian. Begitu banyak orang yang bekerja keras dari pagi sampai malam namun kesuksesan tidak kunjung datang. Berdasarkan kenyataan ini kita dapat menyimpulkan bahwa sesungguhnya kesuksesan adalah anugerah—pemberian Tuhan semata. Untuk alasan yang tidak selalu kita ketahui, Ia menganugerahkan kesuksesan kepada orang-orang tertentu, tetapi tidak kepada semua orang. Kadang kita iri — dan mungkin marah — melihat Tuhan memberkati orang-orang tertentu dengan kesuksesan. Kita iri karena kita beranggapan bahwa sebenarnya kita jauh lebih layak menerima berkat kesuksesan ketimbang orang-orang itu. Kita hidup taat dan takut akan Tuhan tetapi mereka tidak; jadi, seharusnya Tuhan melihat itu dan tidak melimpahkan berkat-Nya kepada mereka. Namun, itulah yang terjadi; Tuhan terus memberkati mereka. Tatkala itu terjadi, tidak bisa tidak, kita merasa Tuhan tidak adil. Mengapa Ia memberkati orang yang tidak hidup dalam ketaatan? Selain merasa Tuhan tidak adil, kita pun berpikir bahwa Tuhan tidak melihat usaha kita untuk hidup taat kepada-Nya. Kesimpulan ini membuat kita berpikir, percuma terus taat kepada-Nya; toh, Ia tidak melihatnya dan tidak menghargainya. Kalaupun melihat, ternyata Ia lebih menyayangi orang lain yang justru tidak taat kepada-Nya. Sesungguhnya sewaktu Tuhan tidak mengimbali ketaatan dengan kesuksesan tetapi malah memberkati orang yang tidak taat dengan kesuksesan, Ia ingin kita belajar suatu prinsip yaitu berkat kesuksesan adalah anugerah belaka. Oleh karena belas kasihan-Nya, maka Ia pun memilih untuk memberikan anugerah-Nya kepada orang yang kita anggap tidak layak. Tuhan tidak mengasihi orang yang tidak layak itu lebih daripada Ia mengasihi kita. Tidak! Sudah tentu Ia mengasihi dan menghargai usaha kita hidup dalam ketaatan, tetapi Ia ingin kita belajar beranugerah—memberi dan mengasihi orang yang tidak taat.
  3. Tuhan tidak selalu mengimbali ketaatan dengan kesuksesan karena Tuhan ingin memperdalam ketaatan kita.
    Tidak sulit bagi kita untuk taat sewaktu semua berjalan baik; sebaliknya, adalah sukar untuk kita taat tatkala hidup ini sarat kesusahan. Tuhan menginginkan agar ketaatan makin hari makin berakar ke dalam; karena itu secara berkala Tuhan tidak menebarkan berkat kesuksesan. Sewaktu hidup tidak menyenangkan, kita harus berusaha sangat keras untuk taat kepada Tuhan. Namun, jika kita tetap menaati-Nya, maka dengan seketika kita pun bertumbuh dalam iman dan pengenalan akan Tuhan. Bila ketaatan senantiasa diimbali dengan kesuksesan maka ketaatan akan terus ‘mandeg’ (berhenti). Iman dan pengenalan akan Tuhan pun terbang meninggalkan kita. Tuhan menghendaki kita untuk terus menggali ketaatan sebab lewat lensa ketaatan barulah kita dapat mengenal Tuhan. Pada saat kita sudah kehilangan alasan untuk taat, barulah kita berkesempatan mengembangkan iman dan menambah pengenalan akan Tuhan Allah kita. Setelah Paulus bertobat, ia tinggal di padang gurun Arabia selama tiga tahun, kemudian barulah ia pergi ke Yerusalem untuk menemui para rasul. Sayang, tidak semua menerimanya; namun, Paulus tidak memaksakan. Ia pulang ke Tarsus, kampung halamannya, di mana ia tinggal selama beberapa waktu. Ia tidak tahu apa yang mesti diperbuatnya. Ia pun tidak mendengar suara dari Tuhan; semua sunyi sehabis penolakan di Yerusalem. Sampai akhirnya Barnabas menemuinya dan mengajaknya melayani di Antiokhia. Paulus tetap taat meski ia ditolak dan didiamkan.

Tuhan berkepentingan untuk memperdalam iman kita sebab iman yang dalam menandakan kematangan. Ketaatan tanpa imbalan berpotensi memperdalam iman. Salah seorang tokoh di Alkitab yang memerlihatkan iman yang dalam ialah Ayub; dengarkanlah pernyataan imannya dalam Ayub 2:10, "Apakah kita mau menerima yang baik dari Allah tetapi tidak mau menerima yang buruk? Dalam kesemuanya itu Ayub tidak berbuat dosa . . . ." Tanpa imbalan, Ayub tetap taat.


Ringkasan T546A
Oleh : Pdt. Dr. Paul Gunadi
Simak judul-judul lainnya di www.telaga.org


PERTANYAAN


Selamat malam, Pak. Saya ingin curhat mengenai masalah pribadi saya yang sudah saya simpan lebih dari 10 tahun. Sebut saja nama saya Hehe, Pak. Maaf saya tidak bisa menyebutkan nama asli saya. Saya berasal dari kota TT, umur saya 24 tahun. Saya seorang wanita lajang yang bekerja sebagai seorang guru. Saya anak pertama dari 4 bersaudara. Ayah saya kebetulan seorang guru juga, sedangkan ibu saya sudah meninggal setahun yang lalu. Saya memunyai rahasia yang sudah saya simpan lebih dari 10 tahun, waktu saya kecil kira-kira kelas 2 SD saya diperkosa oleh tetangga di belakang rumah saya, waktu itu saya tidak tahu apa yang terjadi dengan saya…….saya baru mengetahui kalau saya ternoda ketika kelas 5 SD dan ketika itu pula saya sudah pindah rumah dari tempat tinggal saya semula. Namun saya tidak berani cerita kepada ayah dan ibu saya……..sampai sekarang ayah saya dan pacar saya tidak tahu kalau saya sudah tidak perawan, sedangkan tahun depan kemungkinan pacar saya akan melamar saya, Pak. Saya bingung harus bagaimana…..saya takut jika saya jujur nanti malah pacar saya meninggalkan saya dan saya takut ayah saya tahu kalau saya tidak suci lagi yang akhirnya membuat beliau jatuh sakit. Saya harus bagaimana, Pak? Terima kasih atas bantuannya, Pak.


JAWABAN


Saudari Hehe yang dikasihi Tuhan,

Sudah terlalu lama Hehe menyimpan rahasia ini dan menanggung rasa malu. Apakah yang harus Hehe perbuat ? Menceritakannya ! Hehe perlu menceritakannya kepada ayah maupun pacar pada saat yang sama. Jadi, panggillah mereka berdua dan ceritakanlah semuanya. Sebelumnya, silakan Hehe berdoa untuk pertemuan ini. Meski ada kemungkinan ayah jatuh sakit mendengar hal itu, menurut kami, kemungkinan itu kecil. Sebab, reaksi ayah bergantung pada kondisi Hehe selama ini dan pada saat Hehe menceritakannya.Ia melihat bahwa Hehe dapat melanjutkan hidup dengan baik dan pada saat bercerita, Hehe pun dapat mengatasinya dengan baik. Jadi, ia tidak punya alasan untuk khawatir.


Hehe juga perlu menceritakannya kepada pacar Hehe sebab ia perlu tahu hal ini sebelum menikah dengan Hehe. Setelah menceritakannya, katakan kepadanya bahwa Hehe memberikannya izin untuk memertimbangkan ulang rencana pernikahan ini. Hehe bersedia memberikannya waktu sebulan untuk memikirkannya baik-baik. Bila ia tidak bersedia meneruskan relasi ke jenjang pernikahan, Hehe akan menerima keputusan itu. Pada akhirnya keputusan itu harus dibuat berdasarkan kepercayaannya atas diri Hehe. Bila selama ini ia mengenal Hehe sebagai seorang wanita yang kudus, ia pasti percaya dan bersedia menikah dengan Hehe.


Hehe, kami akan berdoa buat Hehe supaya Tuhan memberi kekuatan untuk menceritakan kebenaran ini. Dan sebagaimana Tuhan kita Yesus pernah berkata, "Dan kamu akan mengenal kebenaran dan kebenaran itu akan memerdekakan kamu", kami pun percaya Tuhan akan memerdekakan Hehe. Ingat, Hehe tidak melakukan satu titik kesalahan pun dan di mata Tuhan – dan kami semua – Hehe adalah seorang wanita yang suci !


Salam: Paul Gunadi


Sabtu, 20 Maret 2021 adalah hari yang bersukacita bagi Pusat Konseling Telaga Kehidupan. Genap satu tahun, Tuhan Yesus memimpin perjalanan pelayanan Pusat Konseling Telaga Kehidupan sejak diresmikan pada tanggal 14 Maret 2020. Dalam rangka ucapan syukur merayakan HUT ke-1, Pusat Konseling Telaga Kehidupan mengadakan Talk Show dengan tema "Membangun Keluarga yang Sehat" melalui zoom meeting. Acara dihadiri oleh 140 peserta dari berbagai daerah. Perayaan HUT ini dipandu oleh Jocelyn Gabriella Limnord sebagai MC. Ev. Sudarmadji membuka acara ini dalam doa. Kemudian dilanjutkan dengan kata sambutan yang disampaikan oleh Bapak Gunawan Santoso, selaku Ketua Lembaga Bina Keluarga Kristen dan Ev. Sri Wahyuni, selaku Ketua Pusat Konseling dan Bina Iman Anak Telaga Kehidupan. Selanjutnya, acara Talk Show dimoderatori oleh Ev. Sri Wahyuni dengan menghadirkan empat orang narasumber, yaitu: Pdt. Dr. Paul Gunadi bersama tiga konselorTelaga Kehidupan (Pdt. Nancy Rosita Timisela, Ev. Sudarmadji dan Ibu Anita Sieria).


Talk Show dimulai dengan ungkapan bahwa "Setiap pasangan pasti mendambakan kebahagiaan dalam pernikahannya." Apakah kebahagiaan adalah tolok ukur yang tepat dari keberhasilan pernikahan? Pdt. Paul Gunadi mengatakan bahwa "Pernikahan yang bahagia tidak mesti sehat, sedangkan pernikahan yang sehat tidak selalu bahagia. Kebahagiaan adalah tolok ukur yang subyektif dan sementara. Tolok ukur keberhasilan pernikahan adalah seberapa sehat relasi pernikahan. Pernikahan yang sehat lebih sering dan lebih lama kebahagiaannya." Jika demikian, apa yang menjadi tugas pasangan dalam pernikahan? Tugas pasangan berfokus pada upaya untuk menyehatkan relasi, sebab relasi yang sehat cenderung melahirkan diri yang sehat pula. Lebih lanjut Pdt. Paul Gunadi menjelaskan upaya menyehatkan relasi: pertama, prioritaskan relasi pernikahan dengan rela mengorbankan hal yang lain demi kebaikan pernikahan. Kedua, lindungi pernikahan bukan saja dari orang lain, tapi juga dari diri sendiri. Sebuah pernikahan hancur disebabkan oleh ketidaksetiaan, ketidakpedulian, kekasaran, kesenangan pribadi. Ketiga, libatkan pasangan karena keterlibatan akan menyatukan relasi. Keempat, bicarakan semua termasuk topik yang sulit. Kelima, koreksi diperlukan karena menyadari bahwa tidak ada orang yang sempurna dan selalu benar. Jadi kita terbuka untuk dikoreksi, juga berani dan boleh mengoreksi pasangan. Keenam, percayakan kelemahan dan kekuatan kita kepada pasangan. Ketujuh, balas budi dengan mengingat dan membalas kebaikan pasangan (Ams.17:13).

Dalam membangun relasi dibutuhkan komunikasi. Namun, komunikasi antar anggota keluarga seringkali terhambat, bahkan terputus. Apa yang terjadi dengan pasangan yang demikian? Menjawab pertanyaan ini. Ibu Anita Sieria mengatakan bahwa kunci komunikasi yang sehat adalah mendengarkan dan jantung dari komunikasi yang sehat adalah empati. Berkomunikasi bukan hanya sekadar untuk menjawab, namun untuk memahami perasaan lawan bicara. Pertanyaan lebih lanjut, apa tips praktis dalam membangun komunikasi yang sehat? Ibu Anita membagikan langkah praktis komunikasi yang sehat, yaitu: pertama, menyampaikan pesan untuk dipahami bukan dituruti. Kedua, mengupayakan keterbukaan dan kejujuran. Ketiga, berkomunikasi jangan saling menyetrika. Keempat, menjaga dan melindungi relasi. Kelima, meluangkan waktu khusus dan memberikan apresiasi.


Terkait dengan keluarga yang sehat, apakah keluarga yang sehat berarti tidak ada konflik? Menurut Ev.Sudarmadji, keluarga yang sehat bukan berarti tidak terjadi konflik. Konflik adalah dinamika komunikasi yang wajar terjadi dalam keluarga. Konflik ada yang bersifat membangun, tetapi juga ada konflik yang menghancurkan.Jika konflik adalah wajar terjadi dalam keluarga, lalu bagaimana cara menyelesaikan konflik secara sehat? Ev. Sudarmadji mengungkapkan prinsip Alkitab (Kej. 13:8-9) dalam penyelesaian konflik, yakni: pertama, insiatif (merendahkan diri dan komunikatif). Kedua, menghargai relasi dan berusaha memertahankannya. Ketiga, menawarkan solusi yang menguntungkan.


Berbicara tentang keintiman, ada ungkapan yang mengatakan bahwa konflik itu mudah dan akan terselesaikan di tempat tidur? Menjawab pertanyaan ini, Pdt. Nancy mengatakan bahwa keintiman bukan sekadar hubungan seksual secara fisik.Keintiman adalah hubungan fisik yang disertai dengan emosi (senang dan kasih). Kedekatan fisik dan emosi harus berjalan bersama. Kedekatan fisik tanpa adanya kedekatan emosi, maka tidak terjadi keintiman. Lalu, bagaimana cara merawat keintiman? Cara merawat keintiman adalah dengan rajin-rajin mengusahakan, menciptakan dan menyediakan waktu untuk: membangun persahabatan, spiritual dan hubungan seksual (Ams. 21:5).


Pada sesi tanya jawab, beberapa peserta terlibat aktif dengan mengajukan pertanyaan kepada para narasumber. Pembicara pun memberikan jawaban yang sangat baik pada setiap pertanyaan yang diajukan. Salah satu pertanyaan yang menarik dari peserta adalah mengenai tolok ukur keberhasilan pernikahan adalah sehatnya relasi pernikahan. Apa yang harus dilakukan oleh pasangan yang relasinya tidak sehat oleh karena pasangan tersebut memiliki latar belakang kepribadian yang tidak sehat sebelumnya? Pak Paul Gunadi menjawab kita cenderung sulit melihat kelemahan diri, karena kita sudah terbiasa dan menganggap tidak masalah. Kemudian kita membawanya masuk dalam pernikahan. Hal yang penting dilakukan: pertama, bersedia memikirkan dan memertimbangkan bahwa mungkin ada alternatif lain yang sehat. Kedua, memiliki sikap bersedia terbuka dan belajar dari pasangan.

Merangkum topik pembahasan dalam Talk Show, membangun keluarga yang sehat dibutuhkan upaya dan pengorbanan untuk mewujudkannya. Seperti halnya orang perlu berolahraga untuk menyehatkan tubuhnya. Maka, setiap anggota keluarga perlu menyehatkan sendi-sendi dalam keluarga, melalui upaya untuk menyehatkan relasi, berkomunikasi secara sehat, menyelesaikan konflik secara sehat dan merawat keintiman. Segala upaya untuk membangun keluarga yang sehat itu baik, namun Firman Tuhan berkata: "Jikalau bukanTuhan yang membangun rumah, sia-sialah usaha orang yang membangunnya; jikalau bukanTuhan yang mengawal kota, sia-sialah pengawal berjaga-jaga".(Maz.127:1) Oleh karena anugerah dan pertolonganTuhan semata, kita dapat membangun keluarga yang sehat.


Perayaan HUT ditutup dengan doa oleh Bapak Jusuf Niti Tjahyanto, selaku koordinator program TEgur sapa gembaLA keluarGA.. Akhir kata "Selamat ulang tahun, Telaga Kehidupan! Tuhan Yesus memberkati Telaga Kehidupan dan memberkati para sahabat Telaga Kehidupan.


Ditulis oleh Jocelyn Gabriella Limnord, S.Psi.





Tak terasa, sudah setahun kita hidup di tengah-tengah situasi pandemi. Dimulai dari merasa was-was, takut sampai akhirnya belajar dan berusaha untuk menerima realita yang mau tidak mau harus kita jalani dan mulai menata kebiasaan hidup dan menerima perubahan yang perlu disesuaikan dalam keseharian kita.


Menjalani hari demi hari hingga mencapai satu tahun, kita mungkin telah banyak belajar mengenai SARS-CoV-2 ini, tetapi mungkin kita luput belajar darinya. Apa maksudnya? Apakah memang kita bisa belajar dari sesuatu yang sangat menakutkan ini? Hmm…SARS-CoV-2 sebenarnya meninggalkan "panggilan tak terjawab" (missed call) untuk kita renungkan…


Mari kita sedikit menggunakan imajinasi…virus SARS-CoV-2 ini, yang dikenal sebagai "penyebab" pandemi, memiliki kekuatan untuk "menghancurkan" tubuh terutama ketika seseorang berdaya tahan tubuh lemah. Setiap orang ingin menghindari SARS-CoV-2 ini dengan membentengi diri melalui berbagai cara, seperti menjaga daya tahan agar tetap baik, rutin dan disiplin menggunakan masker dan mencuci tangan serta tidak menyentuh wajah untuk meminimalisir dan menghindari paparan virus, menghindari berada di tengah kerumunan orang banyak dalam jarak dekat untuk mengurangi potensi resiko terpapar virus dan yang terakhir adalah melakukan vaksinasi untuk membantu tubuh melawan virus seandainya terpapar oleh virus tersebut. Hal ini sudah menjadi sebuah rutinitas dan mulai menjadi kebiasaan hidup kita beberapa bulan terakhir ini.


Sepertinya ada mekanisme serupa dengan virus ini, tetapi terjadi bukan pada tubuh kita melainkan pada aspek spiritual…bagaimana dengan D.O.S.A dan natur kita sebagai manusia berdosa?


Sejak lahir, setiap kita telah "terpapar" oleh virus yang kita sebut dosa ini, bukan ditularkan oleh orang lain melainkan telah ada dalam diri kita sejak awal. "Virus" ini memiliki kekuatan untuk "menghancurkan" jiwa dan roh ketika kita tidak memiliki "daya tahan" spiritual yang kuat. Namun dari mana dan bagaimana caranya kita dapat memiliki "daya tahan" demikian? Kabar baiknya adalah "daya tahan" ini sudah diberikan oleh Tuhan ketika kita dipanggil untuk datang dan menerima Kristus sebagai Juru Selamat pribadi kita satu-satunya. Namun demikian, ada usaha yang perlu kita lakukan untuk menjaga agar "daya tahan" ini tetap kuat.


  1. "pola hidup sehat" dengan bergaul akrab dengan Tuhan melalui Firman-Nya dan doa-doa pribadi kita untuk mengenal Dia secara pribadi sehingga kita memiliki "pola hidup sehat" secara rohani. Apa yang kita "konsumsi" memengaruhi "daya tahan" kita. Menghidupi apa yang kita imani memberikan kita kekuatan untuk menghadapi perjuangan melawan "virus" rohani.
  2. Menggunakan "masker, disinfektan dan protokol" rohani yang benar untuk melindungi diri. Ketika memiliki tubuh yang berdaya tahan kuat, kita bersyukur, demikian pula dengan kerohanian kita. Ucapan syukur atas anugerah yang telah Allah berikan perlu disertai dengan kewaspadaan untuk menjaga diri dengan tidak secara sengaja menempatkan diri dalam pencobaan karena merasa "berdaya tahan kuat" dan juga waspada akan kelemahan "daging" yang sangat berpotensi membuat kita lemah dan jatuh dalam dosa. Sadar bahwa kita hidup di dalam dunia yang sudah "terpapar virus" maka berjaga-jaga dengan tetap bersandar pada anugerah Allah sangat diperlukan.
  3. Menjaga orang lain untuk tidak "terpapar" dengan senantiasa menjaga diri agar tidak menjadi batu sandungan, terutama ketika kita merasa bahwa diri kita kuat dan memiliki "daya tahan" yang baik. Jangan lupa, kita bisa menjadi "pembawa virus"… lebih parahnya lagi jika kita merasa "sehat" padahal kita sebenarnya "OTG (Orang Tanpa Gejala) secara rohani!" Aduuuh….
  4. Bersama-sama dengan komunitas yang disediakan Allah sebagai "vaksin" yang membantu agar tubuh kita memiliki kemampuan untuk melawan "virus," dengan saling mendoakan, menguatkan, mengingatkan, menegur dan membangun satu sama lain. Tubuh Kristus membantu untuk saling membentengi diri dari godaan dosa dan mengingatkan untuk terus berada dalam jalur yang benar dan mendoakan satu sama lain agar tetap hidup benar di hadapan Allah.

Jika SARS-CoV-2 banyak disesalkan banyak orang di seluruh dunia, tetapi SARS-CoV-2 sebenarnya "mengingatkan" kita akan hal lain…jika kita sedemikian takutnya akan kekuatan virus ini terhadap tubuh dan hidup kita, bagaimana dengan "virus" D.O.S.A…? Seberapa jauh kita memelajari sifat "virus" ini dan seberapa serius kita melakukan "protokol kesehatan" terhadap iman dan kerohanian kita?


Mari kita jawab panggilan masuk (incoming call) dari SARS-CoV-2 ini, kita dengarkan pesan yang disampaikan secara tidak langsung melalui refleksi pribadi kita, kita renungkan bersama….untuk membangun resolusi baru dalam kerohanian kita …


Jangan biarkan SARS-CoV-2 ini terus meninggalkan "panggilan tak terjawab" dan kita terus berada di dalam kondisi yang sama di tahun 2021 ini. Perangi virus SARS-CoV-2 yang merusak tubuh kita, tetapi lebih terpenting lagi perangi "virus" yang merusak jiwa, roh dan relasi kita dengan ALLAH kita.


Selamat menikmati hari-hari ke depan…


Oleh : Grace Pangemanan, S.Psi., M.Th.Konseling


Satu tahun sudah kita lewati pandemi Covid-19 ini. Dalam acara peringatan 1 tahun perjuangan melawan covid-19, pada tanggal 23 Maret 2021 musik angklung dimainkan oleh 1500 tenaga kesehatan dan pasien dengan APD(Alat Pelindung Diri) lengkap di Wisma Atlet Jakarta. Salah satu lagu yang dipilih adalah "Gugur Bunga". Pemain angklung dipandu oleh konduktor Arny Dulishaputri dari Rumah Angklung Indonesia. Menyaksikan video tersebut membuat kita merinding dan merasa terharu ……………Minggu terakhir bulan Maret 2021, segenap umat Kristiani juga memersiapkan diri untuk mengikuti "Perjamuan Kudus" pada Jumat Agung, kematian Tuhan Yesus di kayu salib untuk menebus dosa-dosa kita.


Beberapa pokok doa yang dapat kita panjatkan antara lain :


  1. Bersyukur Pusat Konseling Telaga Kehidupan (PKTK) di Sidoarjo dapat memeringati ulang tahun yang pertama dengan mengadakan talkshow dengan judul "Membangun Keluarga Yang Sehat" pada hari Sabtu, 20 Maret 2021 yang lalu. Doakan untuk pendaftaran Murid Bina Iman Telaga Kehidupan dimana pemaparan Visi Misi diadakan pada tanggal 8 Mei 2021 untuk gelombang 1 dan tanggal 5 Juni 2021 untuk gelombang 2.
  2. Bersyukur untuk tambahan beberapa judul rekaman dalam bulan Maret 2021 dengan Pdt. Dr. Paul Gunadi dan Ev. Sindunata Kurniawan, M.K., M.Phil sebagai narasumber.
  3. Bersyukur untuk sumbangan yang diterima dalam bulan ini, yaitu dari NN di Tangerang sejumlah Rp 1.450.000,-.
  4. Doakan untuk Radio Suara Imanuel FM di Bontang, Kalimantan Timur yang menyiarkan program Telaga 5 hari seminggu, sudah dihubungi lewat surat namun hingga akhir bulan Maret 2021 masih belum ada tanggapan. Demikian pula Radio MARS FM di Palu, Sulawesi Tengah yang menyiarkan program Telaga setiap hari, namun sangat sulit untuk dihubungi.
  5. Doakan untuk rencana penerbitan buku "Mengapa Menikah?" yang masih dalam proses pengeditan.
  6. Pada hari Minggu, tanggal 28 Maret 2021 yang lalu kita juga dikejutkan oleh ledakan bom bunuh diri yang dilakukan oleh sepasang suami istri di halaman Gereja Katedral di Makassar. Kita doakan agar peristiwa ini menggugah kita untuk mendoakan bagi keamanan di Indonesia terhadap terorisme dan segala bentuk radikalisme.
  7. Kita tetap doakan untuk proses vaksinasi Covid-19 yang diadakan untuk seluruh masyarakat Indonesia.
  8. Bersyukur untuk sumbangan yang diterima dari donatur tetap dalam bulan ini, yaitu dari : 003 – untuk 6 bulan : Rp 1.200.000,-
    006 – untuk 3 bulan : Rp 450.000,-
    015 – untuk 3 bulan : Rp 2.250.000,-