Cinta yang Hilang Setelah Pernikahan
Berita Telaga
Edisi No. 42 /Tahun IV/ Februari 2008
Diterbitkan
oleh Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK)
Sekretariat: Jl.
Cimanuk 58 Malang 65122 Telp./Fax.:0341-493645 Email:
telaga@indo.net.id
Website: http://www.telaga.org Pelaksana: Melany N.T., Dewi K. Megawati
Account: BCA Cab. Malang No. 011.1658225 a.n. Melany E. Simon
CINTA YANG HILANG SETELAH PERNIKAHAN
Sekurang-kurangnya ada 3 penyebab hilangnya cinta sehingga tidak dirasakan lagi setelah menikah:
- Secara manusiawi sesuatu yang menjadi biasa memang akan kehilangan daya tarik semula.
- Disebabkan karena pertengkaran. Pertengkaran yang tidak diselesaikan akan membunuh cinta kasih.
- Faktor konsep pemikiran kita. Sering kali memang kita secara tidak sadar beranggapan bahwa cinta itu memang miliknya orang yang berpacaran. Setelah menikah cinta itu boleh ada, boleh tidak ada, karena setelah menikah yang penting adalah memikirkan pekerjaan, memikirkan masa depan anak, memikirkan tugas merawat anak, memikirkan tentang bagaimana kita harus mengembangkan karier kita di tahun-tahun mendatang dan sebagainya. Sehingga akhirnya memang cinta tidak lagi mendapatkan tempat dalam pernikahan.
Ada beberapa hal atau upaya yang dapat dilakukan untuk menemukan cinta kembali, yaitu:
- Suami maupun istri itu harus menyadari bahwa mereka sudah kehilangan cinta. Jadi kita memang harus memeriksa apakah cinta kita telah kehilangan aspek emosional dan biologisnya. Apakah yang tertinggal sekarang adalah aspek kognitif, aspek pikiran semata dan aspek rohani semata. Kalau memang kita akui itulah yang terhilang, sekarang bagaimana suami dan istri bisa memperbaikinya.
- Kita harus melihat duduk masalahnya di mana. Adakalanya duduk masalahnya pada beberapa penyebab:
- Yang pertama, yaitu kita kehilangan cinta karena terbiasa.
- Yang kedua yang lebih serius karena adanya pertengkaran-pertengkaran. Kalau memang itu duduk masalahnya, maka pertengkarannya memang harus dibahas dan harus diselesaikan.
- Yang ketiga kalau misalnya hanya konsep pemahaman yang keliru, itu masih bisa diperbaiki.
- Selanjutnya yang harus kita perbuat, yakni harus sering-sering mengungkapkan betapa berterima kasihnya kita atas kehadiran pasangan kita. Bahwa dia pemberian Tuhan untuk kita, kita harus pintar-pintar melihat yang positif dalam dirinya meskipun mengakui yang tidak kita terima dalam dirinya atau sulit diterima dalam dirinya. Kalau kita memulai dengan berterima kasih, kita akan menerima kasih.
Matius 22 : 39, ayat yang dikenal dengan baik yaitu Tuhan meminta kita untuk mengasihi atau mencintai sesama kita seperti diri kita.
oleh Pdt. Dr. Paul Gunadi
MENGENAL LEBIH DEKAT
Sekali lagi kita bersyukur kepada Tuhan untuk bergabungnya radio yang ke -40. Pada bulan Oktober 2007, Tuhan mengizinkan Telaga bekerjasama dengan salah radio di daerah Pati - Jawa Tengah. Radio Philia FM, tidak berada dalam naungan gereja manapun tapi merupakan radio Komunitas yang didirikan dan dikelola oleh Persekutuan Remaja Pemuda Philia (PRPP) se Kecamatan Gunungwungkal. Program Telaga diudarakan pada frekuensi 93,95 MHz. dan bisa didengarkan pada hari Sabtu pk. 15.30 WIB & Minggu pk. 21.00 WIB. Jangkauan siar Radio Philia kurang lebih 20 km, menjangkau seluruh wilayah kecamatan Gunungwungkal Kab. Pati dan sebagian kecil kecamatan sekitarnya.
KEUANGAN
Pemasukan bulan ini: | |
Sumbangan dari: | |
Radio Suara Gratia, Cirebon | Rp. 200.000,00 |
Ibu Kristin, Bandung | Rp. 661.000,00 |
Hasil penjualan kaset dll. | Rp. 2.857.500,00 |
Royalty dari Metanoia | Rp. 2.265.000,00 |
Total pemasukan sebesar | Rp. 5. 983.500,00 |
Pengeluaran TELAGA bulan ini | Rp. 4.289.224,00 |
DOAKANLAH
Bersyukur pada bulan Pebruari 2008 ini Radio Triatma FM di Kuta - Bali menjadi radio yang ke-46 yang menyiarkan Telaga.
Bersyukur 12 naskah booklet telah selesai dan diserahkan kepada Metanoia Publishing untuk ditindaklanjuti.
Bersyukur untuk tambahan sumbangan yang telah diterima untuk renovasi rumah Jl. Cimanuk 56 Malang, yaitu dari Ibu Iswarayani di Malang sebesar Rp. 1.000.000,-.
Doakan untuk rencana mengadakan Youth Seminar pada tgl. 29 Maret 2008 di Malang dengan pembicara Dr. Andik Wijaya dari Yada Institute. Topik "Sex, It's Not A Game" diharapkan bisa menantang 1000 remaja untuk hidup kudus, menjadi berkat dan teladan bagi generasi ini. Acara ini diadakan oleh Sexual Behavior Transformasion Network Malang.
Doakan untuk pembenahan volume suara dari rekaman-rekaman Telaga, ada sekitar 62 kaset/CD yang harus dibenahi.
TELAGA MENJAWAB
Tanya:
Saya menikah sejak empat tahun yang lalu. Tapi pernikahan ini terjadi karena "kecelakaan". Bahkan kami menikah setelah anak kami berusia 1 tahun. Harusnya kami menikah sejak usia kandungan saya 5 bulan, tapi suami saya tidak peduli, bahkan hanya 2 kali menjenguk saat saya hamil. Ketika anak kami lahir pun (7 Oktober 2002) dia tidak bersama saya. Mamanya juga tidak ambil pusing. Saya tidak tahu, apakah ini kehendak Tuhan, tahun 2003 kami dipertemukan lagi, dan dia katakan pada mama saya, dia ingin menikahi saya. Kemudian kami menikah pada tgl. 7 Oktober 2003. Baru beberapa bulan menikah, dia mulai menunjukkan kekasarannya pada saya, mabuk-mabukkan, memukul saya, curiga pada saya dan menuduh saya bersama laki-laki lain. Ini dijadikan alasan untuk menindas saya secara fisik dan batin. Karena kelakuannya mama saya membencinya, tidak mau menerimanya lagi, dan saya membela dia. Bahkan sekarang saya dan suami saya tidak berhubungan baik lagi dengan mama saya. Akibat perbuatannya yang sering menyiksa saya, saya dua kali pindah kerja. Bahkan sempat lari ke suatu kota. Tapi lagi-lagi kami balik kembali. Sejak menikah, hanya beberapa bulan saja dia membiayai hidup kami, selebihnya hingga kini saya yang bekerja memenuhi kebutuhan hidup keluarga kami. Di rumah, saya juga sibuk dan dia hanya sibuk nongkrong dengan teman-temannya. Sebagai istri saya merasa tidak pernah mengabaikan tugas dan kewajiban saya, tapi dia? Apa saya harus tetap bertahan dengan suami saya? Kadang saya ingin menceraikan dia, atau ingin lari jauh dari suami saya. Apakah pikiran saya ini salah? Apakah saya harus terus tunduk kepadanya? Saya harus bagaimana?
Jawab:
Tidak mudah untuk mengambil keputusan yang tepat untuk masalah yang ibu alami. Sebenarnya keputusan yang ibu ambil untuk menikah belum dapat dikatakan sebagai keputusan yang tepat. Menikah karena sudah mengalami "kecelakaan" bukanlah keputusan yang tepat. Cukup ideal untuk menuntut suatu pertanggung jawaban dari pihak laki-laki dan cukup ideal juga untuk memenuhi tuntutan status ibu maupun anak yang akan dilahirkan, baik di mata masyarakat maupun di depan hukum. Tetapi sekali lagi, itu bukanlah langkah yang bijaksana.
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu, walaupun sudah mengalami "kecelakaan", kedua pasangan tidak harus dinikahkan. Sebab banyak kasus menikah "karena kecelakaan", berakhir dengan penderitaan seumur hidup.
Tetapi sekarang semuanya sudah terjadi. Dalam surat, ibu bertanya, "Apa yang harus saya lakukan? Apakah harus bertahan dengan suami atau bolehkah bercerai?"
Beberapa pertimbangan berikut ini kiranya menolong ibu dalam mengambil keputusan.
Menurut UU no. 23 tahun 2004 mengenai Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PDKRT), kasus yang ibu alami termasuk kasus kekerasan dalam rumah tangga. Menurut UU tersebut yang termasuk kekerasan dalam rumah tangga adalah setiap perbuatan terhadap anggota rumah tangga, termasuk orang-orang yang bekerja di dalam rumah tangga yang berakibat kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis dan atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga. Sesuai dengan UU yang berlaku ini, ibu dapat meminta perlindungan hukum dengan melaporkannya ke Polisi terutama jika penganiayaan itu sangat membahayakan.
Ibu dapat saja terus bertahan dan berdoa dengan harapan mujizat akan terjadi dan suami dapat bertobat. Ada banyak rumah tangga yang akhirnya dipulihkan setelah melewati pergumulan yang berat selama bertahun-tahun. Tetapi ada juga rumah tangga yang akhirnya menderita seumur hidup hanya demi mempertahankan itu.
Ibu dapat meninggalkannya, kembali ke rumah orang tua untuk meminta perlindungan mereka sambil menunggu sang suami bertobat. Banyak keluarga juga yang akhirnya dipulihkan setelah menempuh langkah itu.
Dari ketiga pertimbangan ini, keputusan ada di tangan ibu. Jika ibu mengambil salah satu atau lebih dari pertimbangan ini kemudian sang suami justru ingin menceraikan ibu, maka ibu tidak bersalah jika menerima sikap suami tersebut. Sebab ibu berada di pihak yang lemah dan keputusan bercerai itu bukan keputusan ibu, melainkan keputusan suami, perceraian bukan kehendak Tuhan, tetapi ibu berada di pihak yang lemah. Suamilah yang menuntut cerai dan bukan ibu
Ambillah keputusan yang sifatnya mendidik suami agar bertobat dari jalan hidupnya yang salah.
KOMENTAR PENGUNJUNG SITUS
Sdr. Dan Harsun dari Sion FM (GKI Blora) merasa Telaga sangat berguna khususnya dalam menambah referensi kekristenan.
Bpk. Nian Sasmita dari GRII Singapore. mengucapkan terima kasih untuk artikel, transkrip, MP3 dll. yang begitu menolong dalam membangun keluarga dan pelayanan di gereja.
Untuk mendukung renovasi rumah di Jl. Cimanuk 56 Malang, kami sedang mendoakan kebutuhan untuk:
- Renovasi dinding yang lembab.
- Meninggikan & memasang lantai keramik.
- Pengecatan seluruh rumah.
- Menambah beberapa peralatan kantor TELAGA.
Sampai dengan akhir Pebruari 2008, telah diterima sumbangan sejumlah Rp.7.000.000,-. Dana yang masih diperlukan Rp. 13.000.000,-.
Dukungan dari pembaca Berita Telaga sangat kami harapkan.
- Log in dulu untuk mengirim komentar
- 3646 kali dibaca