Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen akan berbincang-bincang dengan Ibu Pdt. Dr. Vivian Andriani Soesilo dalam acara Telaga ini. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Terapi Bermain". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
Lengkap
GS : Bu Vivian, terima kasih Ibu berkenan untuk melakukan perbincangan dalam acara Telaga kali ini dan kita mau membicarakan tentang terapi bermain. Kita tahu anak-anak menyukai permainan, tapi permainan itu bisa digunakan sebagai terapi, bagi kami itu sesuatu yang sangat asing. Mungkin Ibu bisa jelaskan apa sebenarnya terapi bermain itu ?
VA : Terapi bermain adalah suatu permainan digunakan sebagai alat untuk berdialog atau bertukar pikiran dengan anak-anak. Kalau dengan orang dewasa, kita berbicara menggunakan kata-kata tapi degan anak-anak kita menggunakan permainan sebagai alat untuk berbicara.
Jadi permainan adalah bahasa anak.
GS : Kalau kita mau berdialog dengan anak dimana ada masalah tertentu dengan diri anak itu, Bu, dalam hal ini sebenarnya apa yang ingin kita capai ?
VA : Yang kita ingin capai dari terapi bermain adalah dengan menggunakan permainan itu, kita lebih mengenal anak. Lebih mengerti apa yang ada di dalam diri anak, karena anak sulit untuk mengutaakan sebetulnya ada sesuatu yang tidak suka di dalam dirinya, atau dia tidak bisa menceritakan sesuatu yang mengganggu dirinya.
Maka dengan permainan itu si anak bisa mengungkapkan apa yang ada di dalam dirinya.
GS : Seringkali yang ibu hadapi, masalah-masalah apa yang dialami oleh anak ?
VA : Bermacam-macam misalnya anak ini tidak mau ke sekolah, biasanya ke sekolah dan tiba-tiba mogok tidak mau sekolah dan orang tua bertanya, "Kenapa tidak mau sekolah?" jawabnya adalah "Pokokna tidak mau sekolah," dan hanya menangis, itu salah satu masalah.
Dengan permainan bisa diketahui ternyata dia tidak mau sekolah karena ada teman yang mengganggu atau ada guru yang bersikap keras terhadap dia, dia di rumah tidak pernah dipukul dan sekarang di kelas dipukul. Jadi dengan permainan itu akhirnya bisa diungkapkan sesuatu yang sulit dia ekspresikan.
GS : Apakah anak-anak juga mengalami krisis seperti orang dewasa ?
VA : Betul. Jadi anak-anak bisa mengalami krisis bermacam-macam mungkin karena dia punya adik baru, itu juga bisa menjadi sebuah krisis. Mungkin dengan sakit juga mengalami krisis atau orang tunya yang sakit juga mengalami krisis, atau dia mulai sekolah dahulunya belum sekolah dan akhirnya memulai sekolah dan itu membuat krisis karena berarti dia itu pisah dengan orang tuanya.
Dia merasa takut dan krisis juga bisa bermacam-macam mungkin ada kematian di dalam keluarganya atau binatang kesayangannya meninggal atau kehilangan sesuatu itu menyebabkan krisis.
GS : Tapi anak sulit untuk mengungkapkan itu dengan bahasanya, begitu ?
VA : Betul, dia sulit untuk mengungkapkan. Kelihatannya dia riang gembira, bermain-main tapi sebetulnya ada sesuatu yang mengganggu dia.
GS : Berarti yang tahu lebih dulu itu seharusnya orang tua bahwa anak ini memerlukan suatu terapi.
VA : Tapi kadang-kadang orang tua tidak tahu dan dari permainan anak, sebetulnya anak itu mengungkapkan sesuatu. Seandainya dia kehilangan kakek yang dia sayangi, mungkin dia bisa menggunakan prmainan dengan menggunakan boneka.
Ini menunjukkan boneka yang hidup kemudian bonekanya tidur, dengan permainan itu sebetulnya menunjukkan bahwa orang yang dia kasihi sudah tidak ada lagi.
GS : Kalau kita bicara tentang anak, permainan ini cocok untuk anak-anak sekitar usia berapa ?
VA : Anak-anak di bawah usia 12 tahun.
GS : Kalau anak di usia lebih dari 12 tahun, dia sudah bisa mengungkapkan lewat pembicaraan.
VA : Di atas 12 tahun adalah usia remaja. Jadi mereka lebih bisa mengungkapkan diri lebih baik.
GS : Apakah semua jenis permainan itu bisa digunakan untuk terapi ?
VA : Tidak semua jenis permainan. Jadi yang cocok untuk anak itu, kalau ada anak yang terlalu kecil, permainannya tidak cocok karena dia belum bisa berimajinasi. Jadi ada jenis tertentu itu untk anak yang berumur 7 tahun ke atas bisa digunakan, ada pula untuk anak yang lebih kecil.
GS : Kira-kira permainan jenis apa yang ibu gunakan untuk melakukan terapi ini ?
VA : Biasanya sering menggunakan seni, anak-anak kecil suka dengan menggambar, juga menggunakan permainan binatang-binatang kecil karena anak suka dengan binatang-binatang, mungkin dengan malam(lilin) atau sesuatu yang anak sukai, seperti buku cerita, itu juga disukai anak-anak.
GS : Kadang-kadang anak laki-laki dengan anak perempuan itu jenis permainannya berbeda. Kalau anak perempuan itu lebih senang dengan boneka dan kalau anak laki kurang senang dengan boneka. Itu bagaimana, Bu?
VA : Ini harus dibedakan, permainan ini bukan permainan yang biasa dilakukan oleh anak tapi permainan ini adalah alat untuk mengungkapkan isi hati anak. Lain dengan permainan seperti nintendo dn sebagainya, tapi ini adalah alat supaya dia mengungkapkan apa yang ada di dalam dirinya.
GS : Jadi itu sudah dipersiapkan lebih dahulu.
VA : Ya, jadi yang bisa cocok untuk anak itu.
GS : Misalnya kalau kita mau bermain-main dengan boneka, boneka apa yang biasa digunakan ?
VS : Boneka yang digunakan adalah "puppets", yang biasa digunakan untuk panggung boneka dan boneka itulah yang berbicara. Jadi kalau anak itu tidak mau berbicara maka bonekanya ini yang berbicaa sehingga akhirnya anak ini berbicara juga.
GS : Tapi yang mengungkapkan itu anak ? Jadi yang memainkan "puppets" seperti sarung tangan yang dimainkan lalu ada bonekanya itu tadi, itu si anak yang berbicara ?
VA : Ya, kalau dia mau bicara. Tapi kalau tidak mau bicara maka orang dewasanya yang bicara sendiri. Kadang berperan menjadi orang dewasa tapi kadang juga menjadi anak-anak, jadi dia berdialog ntar satu boneka sebentar sebagai anak, sebentar sebagai orang dewasa.
Tapi anaknya kalau mau bicara juga baik sehingga bisa terjadi dialog.
GS : Kalau tidak sesuai dengan pikiran anak, maka anak akan menyanggahnya ? Apakah maksud ibu seperti itu ?
VA : Bukan begitu. Sebetulnya ini hanya untuk mengungkapkan isi hatinya, misalnya dia tidak mau bicara karena mungkin dia takut, dia tidak kenal tapi karena menggunakan cara itu maka anak bisa enghilangkan rasa takutnya, dia bisa bercerita.
GS : Yang penting dia bisa mengungkapkan isi hatinya kepada orang yang lebih dewasa supaya kita yang lebih dewasa ini tahu sebetulnya masalahnya apa ?
GS : Dan apa kesulitan yang ibu hadapi jika ada anak yang sulit untuk berbicara seperti itu ?
VA : Memang semua anak sulit kalau ditanya, "Kenapa kamu tidak mau sekolah, kenapa kamu takut," mereka tidak mengerti bagaimana mengungkapkan, oleh sebab itu menggunakan permainan ini akhirnya ia bisa menceritakan.
Seperti ada satu anak yang penakut dan ternyata dengan salah satu permainan yang saya gunakan yaitu dengan menggambar, kemudian dia bertanya, "Apa yang harus saya gambar ?" Saya jawab, "Gambarlah keluargamu," dia menggambarkan mamanya seperti raksasa padahal bentuk tubuh mamanya kecil. Ternyata setelah digali-gali dia bercerita ternyata mamanya sering memarahi dia mulai dari bangun tidur sampai tidur lagi, jadi sepanjang hari, apa yang dia lakukan selalu dicacat cela. Akhirnya anak ini takut melakukan segala sesuatu, dari permainan ini menunjukkan dia mempunyai rasa takut bukan karena dia itu takut tapi karena selalu dimarahi, selalu dicacat cela dan dia menjadi orang penakut.
GS : Jadi pada waktu dia menggambar, ibunya digambar dengan sosok yang besar itu sebenarnya dia menyadari betul, Bu ?
VA : Tidak. Dia tidak sadar. Jadi secara tidak sadar dia menggambarkan seperti itu karena ibunya sendiri kecil. Maka dengan permainan itu menyatakan apa yang ada di dalam dirinya, ibunya sepert raksasa yang selalu mengendalikan, mengontrolnya terlalu keras.
GS : Kalau anak tidak bisa menggambar, ibu biasanya menggunakan apa ?
VA : Bisa permainan. Jadi seperti anak yang sudah saya katakan yang tidak mau sekolah, saya katakan, "Mari kita bermain binatang-binatang ini yang mau pergi ke sekolah" jadi dengan binatang-bintang itu kita menggambarkan situasi sekolah.
Ada binatang yang berperan sebagai dia dan temannya, ada binatang yang berperan sebagai gurunya, ternyata dia menceritakan bahwa "Guru ini suka memukul" barulah dia bercerita kalau dia dipukuli oleh gurunya. Dan hal itu tidak bisa dia ceritakan kepada orangtuanya pada saat orang tuanya bertanya, "Kenapa tidak mau sekolah" dia tidak bisa menjelaskan, tapi dia bisa menjelaskan lewat binatang-binatang itu, secara tidak sadar dia keluarkan. Kita baru tahu kalau dia tidak mau sekolah karena dipukuli oleh gurunya padahal anak ini di rumah tidak pernah dipukuli.
GS : Apakah binatang-binatang itu yang bisa kita temui di toko-toko, yang kecil-kecil dan terbuat dari plastik itu ?
VA : Ya, binatang kecil-kecil dari plastik itu jadi berbagai macam binatang.
GS : Binatang-binatang itu memproyeksikan diri anak, begitu ?
VA : Memproyeksikan apa yang dia rasakan di dalam dirinya.
GS : Misalkan dia memilih seekor singa, lalu apa yang dilakukan ?
VA : Singa itu bisa dia proyeksikan sebagai karakter dari orang yang dia pilih itu. Untuk anak yang tidak mau sekolah ini saya ingat, dia memilih kingkong, dan itu karakter gurunya menurut pandngan dia, karakternya seperti kingkong yang menakutkan.
Biasanya seperti itu.
GS : Bagaimana cara ibu menanyakan kepada anak, merangsang anak supaya dia bisa memilih binatang itu secara tepat, paling tidak mendekati tepat.
VA : Biasanya saya katakan, pilihlah binatang yang kamu sukai, yang paling menyerupai dirimu yang mana ? Yang paling menyerupai gurumu yang mana ? Dia memilih sendiri, bukan yang menyerupai muknya tapi karakternya itu.
GS : Jadi anak sedikit banyak butuh pengetahuan tentang karakter-karakter binatang-binatang itu.
VA : Betul. Tapi dari gambaran sesungguhnya, dari binatang itu sudah kelihatan bahwa kingkong itu menakutkan.
GS : Apakah itu bisa berlangsung cukup lama ?
VA : Waktu itu kita bermain 20 menit dan dia cukup senang bermain-main. Itu menceritakan semua yang ada di dalam dirinya.
GS : Biasanya setelah anak menceritakan segala sesuatunya baik lewat gambar atau lewat boneka-boneka tadi, lalu apa yang ibu lakukan ?
VA : Setelah dia menceritakan seperti itu tadi, akhirnya saya berbicara kepada orang tuanya, karena bagaimana pun anak masih perlu bimbingan orang tua, jadi saya tunjukkan kepada orang tuanya aa yang sedang terjadi.
Seperti satu anak tadi itu apa yang sedang terjadi, ternyata anak itu terlalu sering dimarahi orang tua. Orang tuanya saya ajak bicara ternyata tahu bahwa anak ini memang di tolak. Jadi orang tua harus mengubah supaya anak ini diterima kembali akhirnya anak itu diterima apa adanya, dan anak ini berubah. Demikian juga anak yang mengambil binatang kingkong tadi, akhirnya tahu, "Oh, kamu ini ternyata diperlakukan demikian", sehingga orang tuanya mengambil keputusan untuk berbicara dengan pihak sekolah, sekolahnya akhirnya tidak mau berubah karena sekolah ini muridnya banyak, jadi harus dengan kekerasan. Akhirnya mereka pilih pindah sekolah lain dimana anak tidak takut. Jadi kita harus bekerjasama dengan orang tua.
GS : Untuk menolong anak ini rupanya keterlibatan orang tua, pendidik dan sebagainya itu cukup besar.
VA : Ya, harus kerjasama.
GS : Dan oleh konselor semuanya dilibatkan.
VA : Betul, harus kerjasama kalau tidak ada kerjasama maka tidak akan bisa dilakukan.
GS : Dan biasanya anak pergi ke konselor itu bukan maunya sendiri.
GS : Dan dapat dari mana biasanya ?
VA : Biasanya orang tua yang membawa dan bertanya, "Kenapa anak saya yang satu ini tidak mau sekolah, biasanya mau sekolah tapi kenapa sekarang tidak mau sekolah selalu menolak dan menangis." Jdi orang tuanya sudah sekian lama mencoba akhirnya mereka mencari jalan keluar pergi ke konselor, apa yang terjadi, ternyata ketahuan.
Ibunya bertanya, "Kenapa kamu ditanya mama tidak mau cerita ?" Itulah yang sulit bagi anak untuk mengutarakan isi hatinya dan melalui permainan itu akhirnya bisa.
GS : Mungkin ibu bisa memberikan tips kepada para orangtua karena sesuai pengamatan itu, berbicara dengan anak itu tidak mudah, kalau kita mau memakai bahasa mereka juga sulit dan ini hal-hal apa yang harus kita perhatikan ketika kita berbicara dengan seorang anak.
VA : Yang harus kita perhatikan bicara dengan anak, kita harus melihat bahwa anak itu bukanlah orang dewasa yang kecil, mereka itu adalah seorang anak. Jadi kita harus memahami anak, dunia anakini menggunakan permainan, anak tidak bisa diajak berwawancara seperti saya dengan Pak Gunawan begini, tidak bisa.
Maka kita harus bermain, dengan permainan itu kita tahu.
GS : Kadang-kadang anak juga takut bicara dengan orang asing, dengan orang yang belum dia kenal dan ini bagaimana ibu melakukan pendekatan ?
VA : Dengan permainan itulah mereka menjadi tidak takut lagi. Jadi dengan permainan itu akhirnya mereka lupa bahwa ini berbicara dengan orang asing, kita perlu ramah dengan mereka.
GS : Berarti tidak bisa langsung ditanya permasalahan mereka apa ?
VA : Jadi yang bisa kita lakukan adalah bermain dahulu. "Ayo kita main", kalau sudah main mereka lupa dengan apa yang dia hadapi, apakah itu orang asing.
GS : Dan makin akrab. Seandainya dia bosan dengan permainan boneka tadi atau menggambar juga bosan, kalau mau ganti permainan apakah ibu perkenankan?
VA : Boleh. Tentunya ganti dengan permainan yang lainnya. Jadi mainan mana yang dia sukai dan cocok. Tapi permainan itu selalu ada tujuannya yaitu untuk menggali sesuatu di dalam diri anak. Jad mungkin anak ini tidak cocok dengan permainan ini dan anak itu juga bisa membaca dan menulis, mungkin dengan permainan kata-kata jadi dengan kata-kata itu dia mulai menyelesaikan kalimat.
Jadi misalnya, "Saya merasa ....", dia harus meneruskan. "Menurut saya papa bagaimana, mama bagaimana ?" Kemudian dia bisa menceritakan apa yang dia harapkan dan dia bisa tuliskan itu.
GS : Ibu sebagai pendeta apakah pernah mengalami hal-hal seperti itu dalam jemaat yang Ibu layani, jadi jemaat anak-anak ini apakah ibu pernah melakukan konseling dengan mereka atau bagaimana ?
VA : Kalau dengan jemaat sendiri, biasanya saya bicara-bicara dengan mereka dan tidak langsung terapi seperti ini, tapi berteman dengan mereka lalu berbicara dan mereka bercerita.
GS : Tapi jemaat anak-anak juga punya persoalan juga ?
VA : Tentu saja. Seperti satu jemaat yang saya layani, orangtuanya bertengkar terus, bapaknya memperlakukan istrinya dengan sangat kasar sekali, bahkan dipukuli dan pakai pistol mau dibunuh, akirnya anaknya ketakutan menangis terus.
Jadi saat itulah saya membantu anak itu, memberikan rasa aman sehingga ketakutannya itu bisa diceritakan.
GS : Kadang-kadang gereja hanya menangani masalah orang dewasa dan perkara anak-anak kurang diperhatikan, padahal ini seringkali menjadi masalah juga di dalam jemaat.
VA : Betul. Karena anak-anak ini sebetulnya mereka mengalami krisis, kalau tidak diperhatikan nanti lain kali kalau masalah ini belum dibereskan, nanti setelah dewasa akan mengganggu dia.
GS : Menurut pengalaman Ibu,terapi bermain ini membutuhkan waktu berapa lama ?
VA : Biasanya kurang lebih dengan anak, 30 menit.
GS : Setiap kali pertemuan ?
VA : Tapi biasanya 10 menit sebelumnya dengan orang tua dulu, bicara sebentar, kemudian 30 menit dengan anak dan nanti akan diakhiri dengan orang tua lagi.
GS : Dengan terapi bermain ini biasanya yang ibu tangani adalah yang menyangkut kejiwaan anak-anak, Bu ?
VA : Sebenarnya menyangkut segala sesuatu yang mengganggu, misalnya emosinya terganggu. Anak yang menjadi penakut atau menangis terus atau ada anak yang terlalu pendiam, itu sesuatu yang lain.
GS : Biasanya yang dialami anak adalah kesedihan karena ditinggal orang tuanya entah karena perceraian atau karena kematian dan ini bagaimana menanganinya, Ibu ?
VA : Untuk anak semacam itu, kita harus memberitahu orang tuanya. Anak yang mengalami kesedihan itu sesuatu yang normal dan orang dewasa pun juga mengalami hal seperti itu. Sehingga kita harus embantu anak mengungkapkan isi hatinya, apa yang menjadi kesedihannya dan dia kehilangan apa.
Kalau orang dewasa bisa mengungkapkan akan menjadi lega, demikian juga dengan anak-anak tapi caranya anak mungkin dengan gambar-menggambar.
GS : Atau permainan tadi ya Bu, sehingga menjadi sesuatu yang hilang di dalam permainan itu. Dan yang memang sulit adalah memahami apa yang dimaksud oleh anak, apakah ibu sebagai konselor yang menerjemahkan atau anak yang menceritakan ?
VA : Anak yang menceritakan. Jadi kalau tidak jelas maka saya bertanya, "Maksud kamu apa?"
GS : Dan biasanya mereka tahu dengan kita bertanya, "Apa?" karena sudah dibantu tadi.
VA : Ya. Dan kalau dia mengatakan satu kata maka kita sudah harus menangkap apa yang dia katakan itu.
GS : Ibu melakukan hal seperti itu secara massal atau sendiri-sendiri ?
VA : Biasanya sendiri-sendiri, atau kalau anaknya takut biasanya bila dia kakak beradik, saya menyuruh kakak beradik bersama-sama supaya dia merasa lebih aman. Kalau sendirian dia mungkin takut.
GS : Jadi yang penting menciptakan rasa aman ini untuk mengungkapkan isi hatinya.
GS : Dan itu biasanya anak bisa bertahan, bisa terus-menerus melakukan permainan walaupun itu harus berganti jenis permainan.
VA : Biasanya anak senang sekali. Jadi kalau dia merasa aman malah biasanya dia mengatakan, "Lho kok cepat sekali selesai," malah ada beberapa anak tidak mau selesai, mereka main terus.
GS : Berarti Ibu membatasi waktunya. Jadi kalau sudah waktunya berhenti maka harus dikatakan berhenti.
VA : Karena biasanya waktu untuk berbicara dengan anak itu 30 menit.
GS : Tapi lain kali dia diminta datang lagi ?
GS : Kalau ada kasus-kasus yang khusus, biasanya bagaimana ibu menangani, ternyata anak ini bukan saja hanya mengalami trauma atau krisis tapi ada suatu kelainan di dalam dirinya. Ini bagaimana ?
VA : Kalau memangnya ada kelainan, maka kelainan apa ? Berarti perlu ahli yang lainnya. Jadi mungkin dia perlu untuk ke ahli psikologi, biasanya di test untuk kekurangan atau dia perlu diperikskan ke dokter.
Jadi lain dan kami konselor bukan untuk itu.
GS : Dan memang untuk melakukan terapi bermain ini harus dilakukan oleh seorang ahli seperti yang ibu lakukan terhadap anak tetapi untuk orang tua, apakah orang tua bisa mengakrabkan diri dengan anak lewat bermain ini ?
VA : Saya kira bisa orang tua melakukan dengan terapi bermain. Jadi maksudnya bermain dengan anak untuk mencari tahu apa yang dipikirkan oleh anak asal orang tuanya mau sabar dan belajar bersam-sama dengan anak-anaknya.
GS : Supaya anak juga mulai berani mengungkapkan perasaannya kepada anak-anaknya.
VA : Ya, jadi bisa mengungkapkan apa yang ada di dalam dirinya yang biasanya diungkapkan oleh anak melalui bahasa non verbal. Bahkan dengan permainan pun misalkan anak dengan sangat ketakutan mlihat terorisme, kalau dia anak laki-laki mungkin dia bisa menggunakan seperti pistol-pistolan, pedang-pedangan, sesuatu seperti ada bom, dia bisa mempermainkan itu.
GS : Tapi apa pun bentuk permainan itu, harus kita percaya bahwa permainan itu aman buat anak seperti pedang-pedangan itu.
VA : Itu semua dari plastik.
GS : Memang dipilih sesuatu yang aman bagi anak.
VA : Itu semua menunjukkan kurang lebih ketakutan dia. Saya masih ingat sekali dulu anak saya sangat takut sekali dengan suara keras dan dia sendiri sering sekali bermain dengan sesuatu yang besuara keras.
Jadi dengan sirene ternyata itu sesuatu yang dia takuti. Itu yang dia ulang-ulang. Apa yang dia takuti itulah yang dia ulang-ulang.
GS : Untuk pengalaman ibu yang terakhir ini menangani anak yang macam apa di dalam terapi bermain ?
VA : Yang terakhir adalah anak yang orangtuanya "single parent". Jadi ibu ini tidak bisa menangani anaknya sendiri karena ibu ini stres, akhirnya anak ini terlalu sering diberikan ke orang tua suh.
Anak ini mengalami ketakutan, "Saya ini mau diberikan kepada orang tua asuh", anak ini sering menangis di rumah. Padahal dia membutuhkan ibu. Dan ibu yang melihat anak ini terus menangis akhirnya malah tidak mau anak itu. Dengan permainan dia menceritakan kalau dia tidak mau dikeluarkan dari rumah ini, diberikan kepada orang tua asuh. Tapi ibunya malah mau mengirim karena anak ini selalu menangis. Ibunya tidak mengerti pergumulan dalam diri anak itu.
GS : Jadi lewat terapi bermain ini muncul perasaan yang sebenarnya dalam diri anak itu.
VA : Dengan begitu ketakutan.
GS : Kalau melihat hal ini, dengan biaya yang tidak terlalu besar, sebenarnya dengan permainan sederhana itu, kita bisa memperoleh sesuatu yang sangat berharga dari dalam diri anak. Hanya sangat dibutuhkan waktu, ketelatenan, kreativitas untuk bisa mendekatkan diri dengan anak.
VA : Betul. Sebetulnya biayanya tidak besar tapi yang dibutuhkan adalah waktu dan mau mendengarkan anak melalui bahasa non verbalnya anak.
GS : Saya percaya banyak orang tua sangat tertolong dengan perbincangan kita kali ini. Dimana mereka akan mencoba mendekatkan diri dengan anak, kalau tidak jarak akan makin jauh dan makin sulit mengerti anak ini.
VA : Saya kira begitu. Orang tua berperan sekali untuk membantu anak-anaknya. Kalau konselor sendiri tidak bisa dan juga butuh orang tua.
GS : Ibu, Sebelum kita mengakhiri perbincangan kali ini mungkin ada ayat firman Tuhan atau teladan yang Tuhan Yesus tinggalkan bagi kita berkenaan dengan hubungan orang tua dan anak ini ?
VA : Baik. Ini akan diambil dari Markus 9:36-37, "Maka Yesus mengambil seorang anak kecil dan menempatkannya di tengah-tengah mereka, kemudian Ia memeluk anak itu dan berkata kepada mereka: 'Baangsiapa menyambut seorang anak seperti ini dalam nama-Ku, ia menyambut Aku.
Dan barangsiapa menyambut Aku, bukan Aku yang disambutnya, tetapi Dia yang mengutus Aku'."
GS : Ini secara singkat, maknanya seperti apa, Ibu Vivian ?
VA : Menurut saya Yesus menerima anak. Jadi Yesus menempatkan anak-anak di tengah mereka menunjukkan bahwa anak ini ada di tempat yang khusus dan di tengah-tengah itu adalah tempat yang pentingdan memeluk menunjukkan bahwa Tuhan menerima dan mengasihi.
Disini ditunjukkan bahwa siapa yang bisa menerima anak adalah menerima Tuhan, siapa yang menyambut anak maka menyambut Tuhan juga dan juga menyambut Allah. Dengan kata lain anak itu penting sekali dan berharga.
GS : Kalau di hadapan Tuhan Yesus saja anak-anak ini begitu berharga seyogianya kita juga memberikan perhatian yang khusus kepada anak-anak.
GS : Terima kasih Ibu Vivian untuk perbincangan kali ini. Para pendengar sekalian kami mengucapkan terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Ibu Pdt. Dr. Vivian Andriani Soesilo dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Terapi Bermain". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.