Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) yang kali ini bersama Ibu Esther Tjahja, kami akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara, Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Menghadapi Krisis". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
GS : Pak Paul, hidup ini rasanya tidak mungkin kita hindari dari suatu keadaan yang dikenal dengan krisis. Nah kalau kita tidak bisa menghindarinya, satu-satunya cara adalah kita harus menghadapinya. Tapi masalahnya apakah ada pedoman atau tuntunan dari firman Tuhan bagaimana kita itu harus menghadapi krisis itu? Karena kalau salah menghadapinya juga akan merugikan kita sendiri.
PG : Memang Pak Gunawan, kita ini tidak bisa memastikan apa yang akan terjadi dalam hidup kita, kadang kala yang terjadi itu sangat menyenangkan tapi kadang kala juga yang terjadi itu sangat megejutkan.
Nah krisis saya definisikan sebagai situasi genting yang mengguncangkan keseimbangan hidup dan memaksa kita untuk mengubah hidup kita secara drastik. Jadi krisis adalah sebuah situasi genting, dan dampaknya itu mengguncangkan keseimbangan hidup kita. Misalkan kita biasa hidup dalam keseimbangan tertentu, dalam ketenteraman yang tertentu. Nah tiba-tiba semua itu hilang, kita kehilangan ketenteraman tersebut dan krisis memaksa kita untuk melakukan banyak sekali perubahan dalam hidup kita. Yang tadinya tidak kita lakukan, harus kita lakukan; yang tadinya tidak pernah kita pikirkan, sekarang harus kita pikirkan; semua itu adalah tuntutan krisis yang tidak bisa tidak harus kita hadapi. Apa saja krisi tersebut, misalnya seperti penyakit terminal, kita tahu ada orang yang misalkan dalam kondisi sehat walafiat, tiba-tiba mengecek dan dari hasil cek tubuh itu ternyata mempunyai penyakit yang terminal. Misalkan kanker atau seorang sehat walafiat, tiba-tiba terkena serangan jantung dan meninggal dunia, sedangkan usianya masih muda dan seluruh keluarga bergantung kepadanya. Nah apa yang harus dilakukan keluarga dalam kasus seperti itu. Nah meskipun kita semua berharap supaya semua itu tidak pernah menimpa kita tapi kadang kala tetap krisis menimpa hidup kita. Pertama-tama sebelum kita menghadapi krisis tersebut, kita mesti memahami beberapa hal tentang krisis. Yang pertama kita tidak akan pernah dapat mempersiapkan diri untuk menghadapi krisis, maksudnya bukan kita sama sekali tidak bisa berbuat apa-apa tapi maksudnya adalah sesiap apapun kita tapi tatkala krisis terjadi kita tetap akan terguncang. Sebab ya itulah krisis, krisis itu akan mengguncangkan hidup kita. Nah kadang kala ada orang yang mempunyai prinsip dalam hidupnya bahwa dia harus menyiapkan diri untuk yang terburuk terjadi. Sebetulnya boleh saja tapi jangan terlalu terobsesi dengan menyiapkan diri untuk yang terburuk. Karena waktu krisis menimpa dan yang terburuk itu terjadi kita tidak akan sanggup bisa melewatinya dengan lancar, dengan mulus. Kita akan terpukul, tergoncangkan dan mungkin untuk sementara tidak bisa berfungsi sebagaimana biasanya kita berfungsi.
ET : Jadi memang tidak ada kata siap untuk krisis ini ya Pak?
PG : Saya kira demikian, tidak ada kata siap untuk krisis. Yang kita pikirkan bahwa kita sudah siap ternyata waktu kita mengalaminya kita tidak siap. Misalkan apakah kita akan siap mendengar bawa kita terkena kanker, dan sudah hampir stadium empat apakah kita akan siap.
Nah saya kira sesiap-siapnya kita waktu mendengar kabar seperti itu pasti akan sangat mengguncangkan kita.
GS : Biasanya apa reaksi seseorang kalau tiba-tiba dia harus menghadapi krisis?
PG : Biasanya dia akan sangat terkejut dan dalam keterkejutannya itu memang akan mungkin sekali dia menjadi sangat tertekan. Ini adalah hal kedua tentang krisis yang kita juga perlu ketahui. Kia akan sangat tertekan dan dalam keadaan tertekan acap kali kita melakukan hal-hal yang tidak lazim kita lakukan.
Misalnya kita itu biasanya tidak pernah marah-marah, jarang marah-marah, nah sekarang kita menjadi pemarah. Kita dulunya itu mudah sekali tertawa, sekarang tidak pernah tertawa sama sekali; dulu kita itu selalu mencoba untuk mengerti orang lain, sekarang kita menuntut orang untuk mengerti kita dan kita sangat tidak sabar kalau orang tidak mau mengerti kita. Dengan kata lain hal kedua dalam krisis yang mesti kita sadari adalah krisis itu sering kali mengubah diri kita, diri yang kita kenal itu tiba-tiba bisa hilang dan muncullah diri yang lain yang tidak kita kenali sebelumnya. Kita kehilangan kendali atas diri yang biasanya kita kenal, itu sebabnya orang yang tinggal dengan orang yang sedang mengalami krisis, acap kali dibuat bingung. Kenapa dia menjadi begini, kenapa dia sekarang berubah seperti ini, menjadi tambah tidak enak tinggal dengan dia dan sebagainya, nah itu bagian dari perubahan-perubahan yang memang biasanya sangat berbeda dengan diri orang itu sebelumnya. Dan itu sebetulnya adalah gejala dari kondisinya yang begitu tertekan.
GS : Bukankah yang bersangkutan menyadari bahwa ada sesuatu yang berubah di dalam dirinya, lalu apa yang dia harus lakukan?
PG : Seharusnya dia beradaptasi Pak Gunawan, tapi masalahnya adalah kita itu sebagai manusia tidak terlalu mudah beradaptasi. Maka dituntut fleksibelitas dalam diri kita, kalau kita itu orang yng kaku, susah sekali beradaptasi; waktu menghadapi krisis biasanya dampak krisis itu akan sangat berat sekali.
Sebaliknya orang yang lebih fleksibel; waktu menghadapi krisis dia akan lebih mudah beradaptasi. Contoh, dia misalnya mengalami kecelakaan sehingga kakinya tidak lagi dapat digunakan dan dia harus menggunakan tongkat penyangga. Nah orang yang kaku tidak bisa terima, kenapa kaki saya tidak bisa saya gunakan, dia akan terus marah, dia akan terus berkubang di dalam penyesalannya, kenapa tidak punya kaki. Tapi orang yang fleksibel akan berkata ya sudah sekarang tidak ada kaki, ada tongkat penyangga ya saya akan berjalan dengan tongkat penyangga, yang penting saya sampai; tidak harus saya itu jalan untuk sampai ke tujuan; saya bisa menggunakan tongkat untuk sampai ke tujuan. Nah sekali lagi ciri kepribadian yang fleksibel menolong kita untuk melakukan perubahan-perubahan yang iperlukan di dalam krisis.
ET : Tadi waktu Pak Paul katakan akan terjadi perubahan, apakah itu sesuatu yang temporer atau akan untuk seterusnya?
PG : Nah ini sesuatu yang memang harus kita dapat pastikan atau kita mesti nilai dari awalnya, Ibu Esther. Ada krisis yang bersifat permanen, misalkan kematian. Kepala keluarga tidak ada lagi, erarti ibu dan anak-anak sekarang harus memikirkan cara lain untuk bekerja, menghasilkan penghasilan untuk dapat digunakan mencukupi keluarga.
Tapi ada krisis yang lebih bersifat sementara, temporer. Misalkan terkena penyakit dan setelah diobati orang itu mengalami kesembuhan, sehingga akhirnya bisa berfungsi lagi seperti biasa. Nah ada krisis-krisis yang temporer dan ada yang permanen. Dan kita mesti memisahkan keduanya misalnya seperti yang saya sebut yang pertama adalah kematian. Orang akhirnya harus menerima itu adalah kematian dan permanen, dan selama-lamanya kita harus mengubah hidup kita. Betapa malangnya kalau ada orang yang tidak mau menerima bahwa suaminya sudah meninggal atau istrinya sudah meninggal, dan terus hidup seakan-akan pasangannya itu akan ada lagi nanti. Nah itu akan menyusahkan dia untuk beradaptasi, hendaknya memang terima bahwa ini sudah tidak akan lagi bisa berubah. Sebaliknya juga sama, yang bersifat temporer juga hadapilah sebagai sesuatu yang temporer. Jangan buru-buru mengetukkan palu sebagai fonis bahwa tidak akan pernah ada lagi perubahan, dia terkena penyakit dan selama-lamanya dia akan begini. Tidak, ada hal-hal yang memang dengan perawatan akan membuahkan kesembuhan dan akan mengembalikan hidup seperti semula. Dan dia harus siapkan juga untuk nantinya hidup seperti semula. Jadi penting bagi kita untuk bisa membedakan apakah ini sesuatu yang bersifat permanen ataukah temporer.
ET : Jadi ini mungkin penting diketahui oleh orang-orang terdekat dari orang yang mengalami krisis Pak Paul, misalnya keluarga atau teman-teman. Artinya apakah goncangan ini nanti akan ada masaya yang bersangkutan akan kembali atau memang harus melakukan perubahan itu.
PG : Betul sekali, jadi jangan sampai juga kita itu sudah memastikan orang ini tidak akan kembali lagi seperti semula. Jadi semua pintu ditutup, kesempatannya untuk kembali tidak ada lagi, jabaannya, pekerjaannya sudah diguntingi semua.
Waktu dia sehat dan mau kembali kerja tidak ada lagi sama sekali, nah itu bisa menjadi krisis yang kedua bahkan bisa lebih mematahkan semangatnya.
GS : Pak Paul, dalam kondisi seperti itu biasanya orang tdak berani mempersalahkan Tuhan tapi mempertanyakan kepada Tuhan. Kenapa hal seperti itu bisa terjadi di dalam dirinya.
PG : Kita memang tidak mempunyai jawaban Pak Gunawan, kenapa harus terjadi. Tapi yang bisa kita katakan adalah Tuhan mengijinkan krisis itu terjadi dalam hidup kita. Nah pengijinan Tuhan ini mebuat kita seharusnya tenteram, aman, sebab kita tahu bahwa seburuk apapun krisis ini, krisis ini tetap di dalam wilayah penguasaan Tuhan.
Tidak ada yang namanya menyelinap keluar dari tangan Tuhan, semua tetap berada dalam kendali tangan Tuhan.
GS : Dalam hal ini apakah ada contoh yang konkret itu di dalam Alkitab, Pak Paul?
PG : Saya akan mengangkat kisah Daud, kita tahu Daud itu untuk jangka waktu yang panjang hidup di dalam pengembaraan akibat dikejar-kejar oleh Saul. Pernah suatu kali Daud begitu frustrasinya ahirnya dia meminta perlindungan dari raja-raja Filistin, sehingga dia aman karena Saul tidak menyerang Filistin.
Pada masa inilah terjadi sebuah krisis yang besar yaitu sewaktu Daud pergi dari sebuah kota di mana mereka tinggal yaitu kota Ziklag datang bangsa Amalek menyerang kota di mana Daud tinggal beserta dengan rakyat dan keluarganya dan dikatakan oleh Alkitab, orang-orang Amalek ini menawan semua penduduk dan membakar habis kota itu. Waktu Daud kembali, kota ini sudah habis terbakar, anak-istri dan semua keluarga dari prajuritnya, rakyatnya sudah tidak ada lagi. Nah itu adalah sebuah krisis yang super besar, dan sebetulnya dapat kita katakan ini adalah krisis yang mungkin sekali terbesar dalam hidup Daud. Dia belum pernah mengalami satu kotanya itu habis dibakar oleh musuh dan satu kota di mana ada anak-istri semuanya ditawan, itu belum pernah terjadi. Jadi benar-benar ini krisis yang sangat besar sekali. Dan kita akan coba terapkan prinsip-prinsip yang tadi telah kita pelajari di dalam kisah Daud ini. Yang pertama adalah kita bisa melihat bahwa sekuat-kuatnya Daud, sesiap-siapnya Daud waktu menghadapi krisis ini tetap dia akan tergoncang. Meskipun kita tahu Daud telah terbiasa hidup dalam krisis yang berkepanjangan; dikejar Saul, mau dibunuh Saul, namun tetap dia tidak siap menghadapi krisis yang sangat-sangat besar ini. Apa yang Daud dan orang-orangnya lakukan, dikatakan di Alkitab, "Lalu menangislah Daud dan rakyat yang bersama-sama dengan dia itu dengan nyaring, sampai mereka tidak kuat lagi menangis." Apa yang terjadi di sini, tidak siap, kaget, terkejut, tergoncang, tertekan. Tapi Daud melakukan sesuatu yang sangat baik secara theologis yaitu dia dan rakyatnya menangis dan dikatakan menangisnya bukan sembarang menangis tapi dengan suara yang sangat nyaring. Jadi satu prinsip yang kita mau angkat dari cerita Daud ini adalah tatkala mengalami krisis, berilah ijin pada diri sendiri untuk tergoncang, untuk sedih, untuk terluka, untuk menangis sekeras-kerasnya; ijinkan diri untuk mengalami goncangan. Kita tidak selalu kuat dan ijinkan diri untuk sekali-sekali lemah.
ET : Apakah ini prinsip yang berlaku untuk semua, karena kadang-kadang misalnya seperti kepala keluarga mengatakan kalau saya mengijinkan diri tergoncang, lalu bagaimana dengan yang lain, kehidupan 'kan harus berjalan?
PG : Sebisanya kita itu jujur dengan diri kita apa adanya, sewaktu kita lagi tergoncang kita bisa juga membagikan ketergoncangan kita, kita tidak usah menutupinya. Meskipun waktu tuntutan untukkuat, untuk mengendalikan situasi itu muncul kita tetap harus lakukan tanggung jawab kita, kadang-kadang harus kita kedepankan dan perasaan harus kita belakangkan.
Tapi permintaan saya adalah jangan kebelakangkan kemudian ditanam atau dikubur. Ijinkanlah diri itu untuk tetap merasakan goncangan yang begitu berat dan tidak apa-apa. Daud seorang tentara yang gagah berani melawan Goliat yang besarnya beberapa kali lipat dari dia, tapi dia tidak takut, dia berani hadapi. Bahkan dikatakan dia berani melawan binatang-binatang buas yang memangsa dombanya, tapi dia berani menangis, dia berani membuka dirinya bahwa dia manusia dan dia bisa tergoncang.
GS : Sering kali dalam kondisi seperti itu orang-orang di sekeliling ini bukan malah mendukung tapi malah menyalahkan, malah mencari-cari penyebabnya bahwa dialah yang menjadi penyebab krisis ini terjadi dan seterusnya.
PG : Dan itu yan terjadi juga dengan rakyat Daud, menarik sekali awal-awalnya mereka bersama-sama dengan Daud menangis begitu nyaringnya. Tapi setelah itu waktu mereka sudah melepaskan emosi meeka dan sudah mulai bisa berpikir, mereka itu berbalik arah.
Alkitab mencatat di I Samuel 30:6, "Daud sangat terjepit, karena rakyat mengatakan hendak melempari dia dengan batu. Seluruh rakyat itu telah pedih hati, masing-masing karena anaknya laki-laki dan perempuan." Meski mereka mengasihi Daud dan dengan rela mengikutinya namun dalam kondisi tertekan mereka tidak berpikir jernih dan malah menyalahkan Daud. Ini memang kodrat manusiawi kita yang telah tercemar oleh dosa, jadi dalam kondisi tertekan kita itu ingin keluar, tapi caranya keluar adalah dengan menyalahkan orang lain. Jadi saya mau membagikan satu prinsip di sini berhati-hatilah, jangan melakukan hal-hal yang kelak kita sesali seumur hidup. Dalam kondisi tertekan kita kadang-kadang kehilangan diri, melakukan hal-hal yang tidak lazimnya kita lakukan, kita bukannya diri kita lagi, jadi hati-hati jangan sampai kita melakukan hal-hal yang sangat salah. Ada orang dalam keadaan krisis yang besar malahan berjudi, sudah kehabisan uang misalnya bukannya berikhtiar dengan cara yang lebih sehat malah berjudi, beranggapan siapa tahu saya dapat kemenangan besar, saya bisa membayar semuanya. Malah tambah habis. Jadi kadang-kadang kita itu dalam kondisi krisis memang kehilangan kendali dan tergoda melakukan hal-hal yang sebetulnya bukanlah diri kita. Maka perlu berhati-hati, jangan melakukan hal-hal yang kelak kita sesali seumur hidup. Saya cukup sering bertemu Pak Gunawan dan Ibu Esther, dengan kasus-kasus yang seperti ini. Orang-orang yang dalam keadaan krisis, rumah tangga sedang tergoncang malah mencari perempuan lain. Akhirnya berselingkuh dan mempunyai anak dengan selingkuhnya itu, masalah menjadi sangat lebar. Ingin menyelesaikannya, ingin kembali ke rumah tapi tidak bisa karena sudah ada istri lain, sudah ada anak, semua munculnya gara-gara dia dalam kondisi tertekan. Jadi kita mesti berhati-hati dalam kondisi seperti ini.
GS : Nah di dalam hal itu sebenarnya orang-orang atau rakyat yang ada di sekeliling Daud 'kan menuntut suatu pertanggungjawaban Daud. Ini gara-gara Daud, mereka harus mengalami krisis.
PG : Dan sebenarnya itu disebabkan oleh karena mereka tidak fleksibel, mereka tidak bisa menerima perubahan itu, mereka tidak bisa menerima fakta bahwa hidup di dalam pengembaraan dari kota ke ota dan hidup di tengah-tengah bangsa Filistin yang memang gemar berperang; Filistin memang gemar menyerang bangsa Israel, bangsa lain.
Dalam kondisi peran seperti itu seharusnya bisa dimaklumi bahwa mereka kadang-kadang menang perang, kadang-kadang mereka kalah perang. Kadang-kadang mereka menyerang, kadang-kadang mereka diserang, tapi tentara Israel ini tidak mau menerima fakta itu. Seolah-olah itu seharusnya sama, tidak pernah boleh kalah perang, tidak pernah boleh kami diserang; kami yang selalu harus menyerang. Jadi mereka tidak mau berubah dan ini memang merefleksikan sifat dasar kita sebagai manusia, tidak mudah berubah; kita itu mau orang lain yang berubah, situasi yang berubah sedangkan kita tidak. Itulah saya kira yang menjadi penyabab mengapa mereka akhirnya menuntut Daud untuk seolah-olah itu menghadirkan keluarga mereka dengan segera. Sekarang tidak ada keluarga, kamu harus hadirkan kamu harus tanggung jawab, siapa yang bisa. Jadi dalam keadaan krisis kita harus melihat ke dalam, perubahan apakah yang perlu kita lakukan di dalam diri kita.
ET : Nah rasanya kembali lagi, dengan cara pandang apakah ini masalah yang seterusnya atau masalah yang sementara.
PG : Betul sekali, salah satunya adalah memang kita harus membedakan apakah krisis ini akan berlangsung lama atau sementara, dan kita menyesuaikan respons yang akan kita berikan. Misalkan dalamcontoh Daud ini, dia menyadari bahwa ini adalah krisis sementara, dapat diselesaikan.
Kita dapat kejar kembali, kita dapat rebut kembali anak dan istri kita, itu sebabnya Daud menyusun kekuatan dan strategi untuk menjemput keluarganya kembali. Jadi dalam menghadapi krisis, kita mesti berjuang untuk menyelesaikannya kecuali bila ini memang krisis yang bersifat terminal. Misalnya kalau kita mendapat laporan bahwa kita terkena penyakit terminal misalnya kanker, saya kira respons yang harus kita lakukan adalah berobat. Sedapat-dapatnya, sejauh mungkin berobat, sampai titik darah penghabisan, sampai tidak lagi bisa berbuat apa-apa. Kenapa, sebab kita tahu dalam penyakit kanker kita tahu bahwa sebagian kanker bisa diselesaikan, bisa diobati dan banyak orang yang hidup berpuluhan tahun setelah mendapatkan kanker untuk pertama kalinya, jadi kita coba lakukan sebisa kita, kita selesaikan. Lain perkaran kalau kematian, orang yang sudah meninggal ya sudah, tidak bisa lagi kita hidupkan. Tapi yang masih bisa, yang masih bersifat temporer, kita hadapi sebagai sesuatu yang bersifat temporer; dengan harapan nanti orang itu akan bisa kembali lagi pulih seperti dahulu kala.
GS : Makanya dalam kasus ini untuk Daud, mungkin ini temporer, tapi untuk sebagian rakyat menjadi krisis yang permanen karena anggota keluarganya meninggal.
PG : Betul, jadi dalam kasus Daud memang ini kasus yang temporer tapi dalam kasus-kasus yang lain bisa jadi memang itu permanen. Atau misalnya permanen bukannya kematian tapi kecelakaan sehingg orang itu cacat, kondisi cacatnya itu akan permanen.
Kita harus sesuaikan respons kita, hiduplah sesuai dengan kondisi yang ada sekarang, tidak bisa kita tetap menuntut seolah-olah kita tidak pernah cacat.
GS : Dalam hal ini bagaimana Daud menyelesaikan krisisnya?
PG : Yang indah adalah sewaktu orang-orang itu hendak membunuh Daud, Daud datang kepada Tuhan. Alkitab mencatat satu kalimat yang indah sekali, "Tetapi Daud menguatkan kepercayaannya kepada Tuhn Allahnya."
Itu dapat diterjemahkan bahwa Daud memperoleh kekuatannya dari Tuhan. Jadi dia datang kepada imam, dia meminta imam bertanya kepada Tuhan, Tuhan menjawab Daud silakan kejar dan kamu akan dapat memenangkan kembali anak dan istrimu. Jawaban itu memberikan Daud kekuatan, dia ajak rakyatnya pergi mengejar bani Amalek dan mereka berhasil mendapatkan kembali keluarga mereka. Jadi apa yang harus kita lakukan kalau kita menghadapi krisis, langkah pertama adalah selalu datang kepada Tuhan. Sebab dalam relasi dengan Tuhan, dalam keluh kesah dengan Tuhan, dalam permohonan doa dengan Tuhan, di situlah kita mendapatkan kekuatan. Dalam kita membaca firmanNya, merenungkan firmanNya, percaya kembali pada firmanNya, hari lepas hari di sanalah kita akan mendapatkan kekuatan yang dibutuhkan dan akhirnya kita bisa melewati krisis itu.
GS : Sering kali justru orang pada waktu krisis itu menjauh dari Tuhan?
PG : Ya, seolah-olah kita itu marah kepada Tuhan dan menyalahkan Tuhan, jadi untuk sementara kita tidak mau terlalu dekat-dekat dengan Tuhan yang dianggap sebagai penyebab malapetaka ini.
ET : Mencari alternatif lain juga Pak, misalnya kekuatan yang lain yang di luar Tuhan.
PG : Ada juga orang yang seperti itu, mencari jalan keluar yang tidak Tuhan perkenan. Maka penting sekali kita kembali kepada Tuhan, kita tahu Tuhan mengijinkan tapi tidak berarti Tuhan jahat, da maksud yang Tuhan sedang kerjakan yang memang belum bisa kita lihat sekarang.
GS : Terima kasih Pak Paul, untuk perbincangan ini juga Ibu Esther terima kasih, ini suatu perbincangan yang sangat relevan yang kita hadapi sewaktu-waktu. Jadi ini akan menjadi bekal yang sangat penting bagi kita. Para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga. Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Menghadapi Krisis". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id Kami juga mengundang Anda untuk mengunjungi situs kami di www.telaga.org Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, dan akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara Telaga yang akan datang.