Saudara-daudara pendengar yang kami kasihi dimana pun Anda berada, Anda kembali bersama kami pada acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen akan berbincang-bincang dengan pasangan yang kali ini hadir bersama kami pada acara Telaga ini yaitu Bp. Jimmy dan Ibu Yuniarti, kami ucapkan terima kasih atas kehadiran Anda berdua dan juga ditemani oleh Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Tatkala Anak Meninggal Dunia," kami percaya acara ini akan sangat bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami ucapkan selamat mengikuti.
Lengkap
GS : Pak Jimmy, sekali lagi terima kasih untuk kehadiran Pak Jimmy beserta istri yang kami berharap melalui acara ini akan menjadi berkat bagi banyak orang. Mungkin Pak Jimmy bisa menjelaskan sedikit tentang peristiwa meninggalnya putri yang tentunya Bapak dan Ibu kasihi. Itu peristiwanya terjadi kira-kira tahun berapa Pak Jimmy?
J : Peristiwanya terjadi tahun 1998.
GS : Dan waktu itu usia putri Bapak?
J : Pada waktu itu usianya 12 tahun kurang satu bulan, persisnya itu tanggal 10 Pebruari 1998.
GS : Dan putri atau anak ke berapa, Pak?
J : Itu anak saya yang pertama.
GS : Berarti adik-adiknya Pak?
J : Ya ada satu laki adiknya usianya berpaut dua tahun (GS : Itu putra atau putri?) Putra.
GS : Jadi putri dan putra, nah Ibu Jun peristiwa itu terjadi mendadak begitu atau bagaimana?
Y : Waktu pulang sekolah dia pusing, setelah itu saya kira flu biasa kemudian saya bawa ke dokter juga lab ternyata entah bagaimana, itu terjadinya hari Jumat kemudian hari Selasa dia dipanggi Tuhan.
PG : Apa yang menyebabkan dia meninggal dunia Bu?
Y : Dokter waktu itu belum memberitahu persisnya tetapi kalau dilihat dari hasil lab kemungkinan besar dia kena demam berdarah, soalnya dari trombositnya yang turun atau mungkin gejala-gejala anas, mual begitu.
PG : Waktu anak Ibu meninggal dunia apakah dia meninggal di rumah atau di rumah sakit Bu?
Y : Kemungkinan besar di rumah tapi karena saya tidak mengerti jadi waktu anak itu kelihatan aneh ya langsung dibawa ke rumah sakit. Padahal kemungkinan itu sudah meninggal di rumah.
GS : Nah apakah pada saat itu Pak Jimmy ada di samping ibu Jun dan anak itu?
J : Tidak, waktu itu saya masih bekerja, sore sebelum dia meninggal itu kita mengambil hasil lab, saya konsultasikan ke dokter, bagaimana ini hasilnya kok kadar gulanya tinggi. Anak kita gemuk gemuk sekali, lalu kami pikir apakah anak ini perlu diet.
Jadi dari hasil lab itu kita juga konsultasikan ke dokter nutrisi, bagaimana sarannya apakah anak ini perlu untuk diet dan dietnya pun dengan cara bagaimana. Hasilnya juga ditunjukkan kok begini, begini saja besok kita periksa lagi, kita cek ulang lagi begitu. Tidak tahunya kita kembali dia sudah....., waktu itu dia lagi berak terus tidak kuat berdiri kemudian dia diangkat cuma dia tidak mau: "ini 'kan belum diceboki nanti 'kan kotor," tapi mamanya memaksa dibawa ke tempat tidur nanti dibersihkan ditempat tidur.
GS : Apakah waktu itu memang Ibu Jun sudah tahu dengan gejala-gejala demam berdarah seperti itu, karena profesi Ibu Jun sebagai asisten apoteker sedikit banyak berkecimpung dengan obat-obatan ini Bu?
Y : Ya soalnya tidak ada gejala mimisan atau apa itu tidak ada, lalu bercak itu tidak ada dan dokternya juga tidak terlalu mengharuskan untuk masuk rumah sakit.
PG : Jadi panas pun juga tidak tinggi, benar-benar Ibu itu tidak menduga (Y : Tidak menduga sama sekali) bahwa ini penyakit yang serius ya, Bapak juga demikian mungkin ya?
J : Sama, saya rencananya habis mengambil hasil dari lab saya kembali bekerja, saya tidak mengerti kejadian ini jadi saya setelah selesai ke lab saya kembali kerja lagi. Saya melanjutkan pekeraan, tidak tahunya saya di telepon lagi oleh adiknya katanya Cicik pingsan, waduh.......saya
langsung deg tidak enak, saya langsung pulang, tidak tahunya saya lihat kok diam saja, langsung saya angkat saja ke rumah sakit.
GS : Ya tetapi yang memberikan kepastian bahwa anak ini sudah meninggal siapa Pak?
GS : O.....waktu itu para medis di sana sudah mengatakan anak itu sudah meninggal. Nah bagaimana pada waktu itu reaksi Ibu?
Y : Seperti orang kalau orang Jawa bilang ndomblong, (GS :Tertegun begitu ya) ya rasanya tidak tahu, pikiran saya tidak tahu ke mana.
GS : Pak Paul, apakah hal seperti itu memang terjadi kepada orang yang mendengar suatu kabar yang mengejutkan?
PG : Betul, jadi tahap yang sangat umum yang Bapak dan Ibu alami, Bapak juga mungkin merasakan yang sama ya? Jadi tidak percaya bahwa ini telah terjadi, kaget tapi yang paling umum juga adalah adi ibu sudah katakan yaitu tidak tahu merasakan apa, berpikir apa seolah-olah seperti orang lagi bingung, itu yang Bapak-Ibu alami juga.
Sampai kira-kira berapa lama itu Pak atau Ibu mengalami perasaan seperti itu?
Y : Pikiran tidak karu-karuan begitu sepertinya dan kemudian mau mengerjakan sesuatu itu malas sekali.
PG : Kapan Bapak-Ibu akhirnya menyadari bahwa anak Bapak-Ibu sudah tidak ada lagi, benar-benar sepertinya sadar begitu apakah dalam hitungan jam, dalam hitungan hari atau langsung?
Y : Kalau saya tidak tentu, kadang-kadang tidak percaya, kadang-kadang...'ya memang tidak ada.'
PG : Sampai kira-kira berapa lama Bu antara tidak percaya dan percaya itu?
Y : Ya sepertinya dua tahun, tiga tahun itu bisa (PG :Masih bisa muncul ya) ya, ya bisa muncul.
J : Sama saja ya (PG : Sampai dua, tiga tahun masih tetap merasakan itu ya) sampai sekarangpun kadang-kadang juga.....(PG : Masih belum percaya kalau dia sudah tidak ada lagi ya, boleh tahu naanya siapa?) Dianita.
GS : Ketika Dian sudah tidak ada lagi pada saat itu, reaksi adiknya bagaimana Pak? Bukankah Dian sudah mempunya adik, reaksinya adiknya bagaimana Pak?
Y : Waktu itu dia sempat duduk di tempat tidur dan kebetulan dia mempunyai teman akrab, anak tetangga, menangis berdua laki-laki, jadi temannya yang laki-laki itu juga berdua menangis di kamar.
GS : Nah Pak Paul, kesedihan yang dialami si adik ini dan kesedihan yang dialami oleh orang tuanya itu apakah kadarnya sama atau bagaimana Pak?
PG : Pada waktu itu adiknya baru berusia sekitar 8 tahun? (Y : 9 tahun). OK....! pada saat itu biasanya anak-anak umur 8, 9 tahun sudah mulai mengerti konsep tentang kematian. Biasanya pada ana-anak usia lebih kecil lagi, konsep kematian itu masih lebih samar, biasanya mereka berpikir bahwa orang yang meninggal itu nanti akan kembali.
Maka pada anak-anak usia 4-6 tahun setelah melihat misalnya kakeknya meninggal, dia masih bertanya kapan kakeknya pulang kok tidak pulang, kapan kakek datang lagi ke rumah nah biasanya itu yang terjadi pada anak-anak yang usianya lebih muda. Usia 8, 9 tahun biasanya anak-anak sudah mulai mengerti bahwa kepergiannya tidak akan kembali lagi jadi pasti kesedihannya itu memang sudah mulai mirip sekali dengan kesedihan orang dewasa. Cuma memang perbedaannya adalah anak-anak kecil itu kadang-kadang kurang begitu tahu apa yang dia harus lakukan dengan perasaannya. Kalau orang-orang dewasa seperti kita lebih tahu yaitu kita menangis, kita bersedih dan sebagainya kita bercerita dengan pasangan kita, dengan pendeta dan sebagainya, nah anak kecil dia tidak tahu dia mesti berbuat apa, biasanya itu adalah perbedaannya.
GS : Nah pada saat-saat seperti itu, jadi pada saat-saat kematian itu dialami siapa yang saat itu yang mendekati memberikan penghiburan dan itu merupakan sesuatu yang sangat berarti buat Pak Jimmy dan Ibu Jun? Ibu Jun mungkin lebih dulu.
Y : Ya saya tidak memikirkan siapa yang menghibur saya, soalnya waktu pagi waktu saya di sebelah Nita saya membaca Alkitab di situ saya membaca Alkitab itu rasanya sejahtera sekali, senang seali waktu itu.
GS : Sementara anak itu masih sakit?
Y : Masih sakit, saya biasa membaca Alkitab itu berurutan tanggal tapi ini saya kepengin terus waktu itu kitab Roma mengenai keselamatan kok saya ingin membaca terus, tanggal ini sudah selesaisaya baca terusnya kebetulan itu pasal 8 terus seterusnya, seterusnya senang sekali waktu saya membaca itu.
Tuhan sendiri saya kira yang menghibur saya.
GS : Itu suatu hal yang pasti jadi Tuhan sendiri yang memberikan kekuatan dan penghiburan bagi ibu. Tetapi apakah sebelum peristiwa itu terjadi, Ibu merasakan sesuatu Bu atau menduga sesuatu akan terjadi seperti ini begitu?
Y : Sama sekali tidak cuma kalau saya melihat dari setelah kejadian, kata-kata dia waktu terakhir-terakhir itu o......berarti itu kata-kata terakhir mungkin, katanya dia kepengin boneka yang kcil tapi bisa bergerak, bisa hidup cuma tidak besar-besar tidak bisa tumbuh lagi, dia kepenginnya boneka itu.
Terus katanya besok kalau punya anak tidak mau yang namanya Lukito katanya begitu, aneh-aneh memang anak ini, kasihan istrinya Ma nanti katanya dipanggil buluk, bukit atau buto memang suka yang lucu-lucu dia.
GS : Pak Jimmy sendiri bagaimana penghiburan yang bapak peroleh pada waktu itu, 'kan banyak teman-teman atau keluarga yang datang apakah itu cukup berarti kehadiran mereka dan sebagainya?
J : Saya tidak merasakan itu ya, saya tidak menyangka sama sekali kalau itu terjadi, saya tidak sampai memikirkan itu saya pikir dia sakit, waduh....ini sakit mungkin dia terlalu gemuk, waduh ni mungkin dia bisa agak kurus sedikitlah kalau dia sakit ini supaya tidak gemuk-gemuk.
Cuma pikiran sampai di situ saja, tidak memikirkan dia itu akan sampai meninggal.
GS : Bagaimana dengan teman-temannya, tentunya dia sudah sekolah dan banyak teman-temannya dan gurunya, kesannya bagaimana dengan meninggalnya ini?
Y : Ya waktu itu dia mau kenaikan cawu II jadi cawu II itu dia mau ulangan cawu II. Dia tidak bisa masuk lalu dia telepon, tapi entah bagaimana telepon itu ditaruh di atas TV, TV-nya besar, TVitu bisa jatuh, tapi tidak pecah (GS : Yang jatuh TV-nya?) TV-nya, saya waktu itu di gereja jadi suami saya yang tahu kalau dia telepon temannya untuk menanyakan pelajaran besok.
GS : Sehubungan dengan peristiwa itu, apakah Pak Jimmy masih sempat mempersiapkan untuk petinya, untuk segala sesuatunya itu Pak Jimmy sendiri yang masih mengerjakan atau ada orang lain yang mengerjakan?
J : O....tidak itu yang mengerjakan kakak saya.
GS : Pak Jimmy sendiri sudah tidak bisa berbuat apa-apa pada waktu itu ya?
J : Ya, sudah tidak bisa berbuat apa-apa, semua yang mengurus kakak saya.
(1) GS : Pak Paul, ini 'kan sesuatu peristiwa yang tak terduga, sakitnya pun saya kira tidak terlalu lama ya (Y : 5 hari). Nah itu biasanya sebagai orang tua itu akan sangat terkejut, setelah tadi Pak Paul katakan mungkin tadi Bu Jun sudah katakan termangu-mangu, tertegun tidak tahu apa yang dikerjakan itu. Nah kalau fase itu lewat biasanya apa yang terjadi di dalam diri orang tua Pak?
PG : Biasanya setelah fase pertama itu adalah kemarahan, setelah menyadari kehilangan tersebut. Nah ini marah tergantung pada misalkan apakah ada penyebab-penyebabnya misalnya seharusnya dokterlebih menyadari masalahnya, seharusnya dibawa lebih dini dan sebagainya jadi marah kepada manusia atau marah kepada kondisi tertentu.
Dan marah yang juga biasanya kita alami kalau kita ini adalah seorang yang percaya kepada Tuhan yang mengasihi kita, kita juga marah kepada Tuhan, apakah mungkin itu juga yang Bapak-Ibu lewati ya?
GS : Apakah ada fase itu fase rasa marah itu, Pak Jimmy?
J : Ada, saya juga merasakan itu saya pikir, Tuhan kenapa cepat sekali. Sebab saya pikir kalau bisa itu (kadang-kadang saya berdoa), kalau bisa itu saya sekeluarga sama-sama saja, saya tidak mu merasakan kesedihan begitu.
Tapi kenapa mendadak anak saya saja yang diambil.
GS : Dan fase kemarahan itu seperti yang Pak Paul katakan itu memang tahap yang berikutnya, jadi setelah yang ibu Jun tadi katakan tertegun itu, setelah sadar lalu seseorang itu marah. Kalau kemarahan itu sudah disadari bahwa kemarahan itu tidak akan mengubah keadaan Pak Paul apa yang terjadi?
PG : Sebenarnya setelah itu, nah ini tidak harus berurutan ya kadang-kadang ada tumpang tindihnya biasanya kita mulai melihat ke belakang dan mulai menyesali muncul penyesalan-penyesalan. Kalau saja kita dulu mengajak ini ke mana, melakukan ini untuk dia, kalau saja kami lebih memperhatikan ini kepada dia, jadi kadang kala muncul penyesalah-penyesalan seperti itu, Ibu menganggukkan kepala apakah Ibu juga mengalami hal itu?
Y : Ya, waktu itu dia ingin boneka jadi dia ini keinginannya selalu boneka, dia mau ulang tahun satu bulan kemudian. Kalau dia ingin sesuatu, memang tidak langsung saya berikan jadi dia sangatberharap sekali kalau dia ulang tahun nanti dia dapat hadiah boneka.
Tapi dia juga sudah menabung uang untuk membeli boneka tinggal mama menambah sedikit begitu, ternyata satu bulan sebelum anak ini ulang tahun dia sudah meninggal. Dia beritahu masih nutut atau tidak Ma begitu.
GS : Jadi ada perasaan seperti yang tadi Pak Paul katakan ya, kenapa tidak dibelikan saja dulu padahal itu mau dibuatkan surprise untuk hari ulang tahunnya itu. Nah Pak Paul ada juga keluarga, satu pasangan suami-istri yang anaknya itu sakitnya lama Pak Paul ya bukan hanya 5 hari atau sebulan bahkan bertahun-tahun. Nah sebenarnya reaksinya apa sama?
PG : Sebetulnya reaksinya tidak sama, jadi kita ini kalau misalkan sudah tahu bahwa nanti kita akan kehilangan orang yang kita kasihi ini kita lebih mempersiapkan diri, jadi kita mulai memasukifase kedukaan sebelum kepergiaannnya.
Nah itu sedikit banyak menolong, nah dalam kasus Bapak-Ibu kematian mendadak seperti ini, rasa dukacitanya itu datang belakangan jadi setelah kepergian anak. Nah biasanya fase tidak percaya memang akan lebih panjang dan bisa juga fase marah itu bisa lebih panjang karena sekali lagi belum ada persiapan sama sekali. Benar-benar suatu keterkejutan yang amat besar, nah setelah fase-fase itu umumnya kita akan memasuki fase yang disebut fase keputusasaan, fase kesedihan yang sangat dalam nah itu memang umumnya berlangsung sangat panjang. Nah sekali lagi ini terutama menimpa mereka yang kehilangan mendadak kalau kehilangannya sudah diantisipasi nah sedikit banyak rasa-rasa murung, putus asa itu sudah terjadi sebelumnya. Mungkin pada Bapak dan Ibu itu yang Bapak dan Ibu alami yaitu kesedihannya yang tambah panjang belakangan.
GS : Kadang-kadang pada saat dokter itu sudah mengatakan bahwa anak ini tidak ada harapan lagi Pak Paul, apakah itulah saatnya orang tua itu diliputi oleh kesedihan yang dalam?
PG : Betul, jadi pada saat itu dimulailah proses berdukacita, proses meratap, nah sekali lagi kalau sudah bisa diantisipasi proses peratapan itu sudah berjalan sebelum kepergian orang yang kitakasihi.
Nah dalam peristiwa yang menimpa Bapak-Ibu peratapannya memang terjadi belakangan dan umum sekali ya, jadi saya memang mau menekankan hal ini supaya kita memahami bahwa kalau terjadi mendadak proses berdukacita itu umumnya memang lebih panjang dan lebih berat karena keterkejutan itu terlalu memukul.
GS : Ada pula keluarga yang cuma mempunyai anak semata wayang, jadi hanya anak tunggal kemudian anak ini meninggal, apakah berbeda dengan kalau keluarga ini mempunyai anak dua atau lebih dari dua?
PG : Berbeda sekali, karena sekali lagi kalau hanya satu dampaknya itu benar-benar kehilangan total, kalau masih ada anak yang lain sedikit banyak masih ada penghiburan yaitu kami masih mempuny seorang anak lagi yang bisa kami kasihi dan kami bisa limpahkan kasih itu kepada si anak yang tertinggal ini.
GS : Pak Jimmy, ini kami kembali tadi Pak Jimmy katakan tadi 'kan ada adiknya, itu ada pengaruhnya terhadap Pak Jimmy atau tidak, kehadiran anak yang kedua dan sebagainya?
J : Ya ada ya, jadi saya lebih memperhatikan ke dia kalau dia sakit atau apa, selalu lebih hati-hati lagi.
GS : Bagaimana dengan Ibu Jun?
Y : Kalau saya melihat-lihat adiknya sekarang ini walaupun dia sudah besar kelas 2 SMP tapi selalu setiap hari selalu minta cium. Lalu kalau dia diam di kamar begitu mesti saya dipanggil, mest tepuk-tepuk tempat duduk di sebelahnya saya disuruh di sampingnya.
GS : Padahal itu pria, biasanya anak putri lebih condong ke situ Pak Paul ya?
PG : Sebetulnya reaksi anak ibu ini reaksi yang umum dan ini dialami baik oleh anak putra maupun anak putri. Anak kebanyakan mengalami trauma kehilangan yaitu kehilangan kakaknya dalam hal ini.Jadi dia takut kehilangan orang yang dia kasihi dalam hal ini dia takut kehilangan Bapak atau Ibu.
Maka cukup umum terjadi pada anak-anak yang kehilangan orang tua atau kehilangan kakak adiknya dia akan mengembangkan sikap takut yang berlebihan, takut ditinggal, takut kalau orang tuanya sakit, jadi intinya adalah dia tidak mau mengalami peristiwa yang sama untuk kedua kalinya.
GS : Pak Paul, dalam kondisi seperti ini saya rasa bisa dialami oleh siapapun juga yang punya anak, tapi ini bukan sesuatu yang kita harapkan. Namun kalau itu terjadi di dalam keluarga pendengar kita yang lain apakah ada firman Tuhan yang bisa memberikan bimbingan?
PG : Saya akan bacakan dari kitab 2 Timotius 4:7, "Aku telah mengakhiri pertandingan yang baik, aku telah mencapai garis akhir dan aku telah memelihara iman. Sekarang telah tesedia bagiku mahkota kebenaran yang akan dikaruniakan kepadaku oleh Tuhan."
Ayat ini sering kali kita gunakan untuk orang yang sudah tua, menyelesaikan hidupnya dan siap untuk menerima mahkota kehidupan. Tapi sebetulnya ini tidak harus diterapkan pada orang yang sudah berusia lanjut, pada semua anak-anak Tuhan di segala usia yaitu bahwa anak Bapak-Ibu pun telah menyelesaikan pertandingan dan dia itu sudah mengakhirinya dengan baik. Dia mencapai garis akhir dan dia sekarang sudah menerima mahkota kebenaran itu, jadi janji Tuhan ini juga untuk semua anak-anak bukan hanya untuk orang tua.
GS : Ya terima kasih Pak Paul, dan kepada Bapak Jimmy dan Ibu Yuniarti kami ucapkan banyak terima kasih untuk kesediaan Bapak-Ibu membagikan pengalaman yang tentu sangat bermanfaat bagi kita sekalian dan khususnya bagi pecinta, pendengar setia acara Telaga ini. Kami tentu masih mengharapkan kedatangan Bapak dan Ibu untuk acara Telaga yang berikutnya di mana kami mengharapkan Bapak-Ibu bisa memberikan, berbagi pengalaman bagaimana proses pemulihannya itu sehingga sampai sekarang Bapak-Ibu bisa berbagi dengan kami. Jadi para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami tentang "Tatkala Anak Meninggal Dunia". Perbincangan kami kali ini bersama Bp. Jimmy dan juga Ibu Yuniarti juga beserta Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini kami persilakan Anda menghubungi kami lewat surat, alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK), Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan dan akhirnya dari studio kami ucapkan terima kasih atas perhatian Anda, sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.