Saudara-daudara pendengar yang kami kasihi dimana pun Anda berada, Anda kembali bersama kami pada acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen akan berbincang-bincang dengan kali ini Bp. Jimmy dan Ibu Yuniarti yang sudah hadir bersama kami untuk berbagi pengalaman sehubungan dengan anak mereka yang meninggal beberapa tahun yang lalu. Kami sudah melakukan perbincangan ini pada kesempatan yang lampau dan kali ini akan melanjutkan perbincangan kami bersama Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Saat-saat Pemulihan", kami percaya acara ini pasti sangat bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami ucapkan selamat mengikuti.
Lengkap
GS : Pak Jimmy dan Ibu Jun, sekali lagi kami mengucapkan banyak terima kasih, Bapak-Ibu berkenan hadir pada acara Telaga kali ini. Sebagaimana Bapak-Ibu sudah bagikan kepada para pendengar tentang peristiwa kematian dari putri Bapak-Ibu pada tahun 1998 yang lalu, tentu itu sesuatu yang sangat membekas dan kami bersyukur kepada Tuhan bahwa hal itu sudah bisa Ibu atasi, Bapak-Ibu atasi dengan baik. Nah pada kesempatan kali ini kami ingin mendapatkan pengalaman atau berbagi perasaan dengan Bapak-Ibu sekalian mungkin, sebenarnya setelah peristiwa itu terjadi bagaimana Bapak-Ibu memulihkan rasa percaya diri kembali, memulihkan semangat untuk bekerja kembali dan seterusnya itu. Pak Jimmy setelah peristiwa kematian dari putri Bapak itu apa yang Bapak lakukan supaya Bapak bisa kembali pada kegiatan semula, Pak?
J : Ya setelah beberapa hari memang kita sedih cuma setelah itu kita juga berpikir bahwa ini semua adalah kehendak Tuhan, saya pikir ini semua adalah kehendak Tuhan, Tuhan memanggil dia. Saya erasakan ini adalah kehendak Tuhan, kalau dia masih ada mungkin ada kejadian apa lagi yang mungkin lebih menyedihkan.
Jadi saya merasa itu, kita sudah pasrah sekali bahwa ini semua kehendak Tuhan.
GS : Bagaimana dengan Ibu Jun, untuk mengatasi perasaan sedih, perasaan marah itu?
Y : Dari orang tua saya sendiri dari ibu saya, pada saat anak saya meninggal itu dia juga mendapatkan firman Tuhan yang menguatkan. Dari situ saya juga lebih kuat, kemudian kakak saya juga menuatkan saya, juga dengan firman Tuhan yang dia baca pada saat itu dan dari pengalaman-pengalaman saya, dari firman Tuhan juga.
Banyak juga orang yang memberitahu saya begini, anak dua saja kok tidak bisa jaga ada yang bilang begitu, jadi itu menyedihkan buat saya, tapi puji Tuhan....Tuhan itu tahu bahwa semua itu Tuhan saja yang bisa menghibur saya.
GS : Pak Paul, terbukti bahwa mereka keluarga yang begitu mengasihi Tuhan dan setia membaca firman Tuhan dan memang hal itu akan mempercepat proses pemulihan ini, apakah seperti itu Pak Paul?
PG : Betul Pak Gunawan, jadi salah satu respons yang muncul tatkala kita mengalami tragedi adalah respons ingin mengerti makna dibalik tragedi ini. Kita ingin tahu kenapakah hal ini sampai terjdi, nah kemengertian itu akan menolong kita untuk membangun hidup kita kembali.
Dalam kesaksian tadi yang Ibu-Bapak telah berikan saya bisa melihat hal itu bahwa Bapak-Ibu memilih untuk melihat tragedi ini dari kacamata Tuhan bahwa Tuhan mempunyai kehendakNya dan rencanaNya dan Bapak-Ibu menundukkan diri pada kehendak Tuhan, mempercayakan bahwa kehendak Tuhan adalah yang paling baik, meskipun Bapak-Ibu belum bisa melihat ke depan tapi Bapak-Ibu sudah mempercayakan. Tuhan tahu apa yang Dia lakukan dan rencana-Nya yang paling baik. Nah sekali lagi ini memberikan suatu pengertian meskipun belum mengerti detail tapi pengertian secara umum bahwa Tuhan memang menghendaki agar Nita pulang ke rumah-Nya.
GS : Sering kali memang seperti tadi Ibu Jun katakan, ada saja suara-suara yang membuat kita berkecil hati atau apa seperti tadi yang dikatakan anak dua saja tidak bisa jaga. Atau yang sering kali orang-orang datang berkunjung yang terlambat karena tidak bisa mengikuti proses pemakaman atau tidak tahu itu 'kan selalu menanyakan kembali ini peristiwanya bagaimana. Bapak-Ibu 'kan terpaksa mesti cerita lagi, apakah hal itu tidak merupakan sesuatu yang menimbulkan kesusahan baru bagi Pak Jimmy?
J : Memang itu menimbulkan kesusahan lagi, tapi kita juga sering mengatakan mau bagaimana ini sudah kehendak Tuhan, jadi saya tidak bisa apa-apa. Tuhan pasti mempunyai maksud dan rencana tersediri terhadap anak saya ini, terhadap keluarga kami juga.
Kita mengatakan cuma itu saja.
GS : Ya memang tadi seperti Ibu Jun katakan sering kali orang tua dipersalahkan dalam hal ini, kenapa anaknya sampai meninggal dan sebagainya. Nah ini bagaimana tanggapan Ibu Jun?
Y : Ya memang saya juga sangat menyesal untuk hal ini, tetapi setiap kali penyesalan itu timbul dalam diri saya, saya selalu mengingat cinta kasih Tuhan pada saya bahwa sebelum semuanya terjad, mengapa Tuhan sudah memberi penghiburan kepada saya, padahal semuanya 'kan belum terjadi.
Waktu saya membaca Alkitab, saya merasakan sejahtera begitu, betul Tuhan itu kasih.
GS : Ya pemeliharaan tangan Tuhan yang melampaui akal pikir kita, nah Pak Jimmy perlu waktu berapa lama saat itu tidak bekerja dan baru kemudian bekerja lagi?
J : Waktu itu 7 hari ya saya tidak masuk.
GS : Dan itu menolong proses pemulihan itu Pak? (J : Ya menolong begitu). Ibu Jun sendiri sebagai wanita karier juga mesti bekerja itu bagaimana bisa mendapatkan cuti atau dispensasi berapa hari waktu itu?
Y : Saya lupa waktu itu tapi teman-teman saya beritahu saya, lebih baik kamu masuk jadi tidak terlalu terpikir yang sedih-sedih lagi katanya teman-teman seperti itu.
GS : Nah apakah anjuran seperti itu betul, Pak Paul?
PG : Lihat timingnya ya, sebetulnya pada masa setelah kematian yang lebih baik adalah untuk kita benar-benar menangis mengekspresikan kesedihan kita. Dan mengizinkan diri untuk meratap karena ii kehilangan yang sangat dalam.
Kita tahu kita akan berjumpa lagi dengan dia tapi tetap dia adalah anak yang dekat dengan kita ya, jadi kehilangan itu sangat dalam. Tidak apa-apa untuk orang tua menangisi kepergian anaknya, kadang-kadang memang ada komentar-komentar yang justru seolah-olah kedengarannya baik yaitu jangan dipikirkan lagi, masuk kerja, sudah pikir ke depan sekarang dan sebagainya. Sudah tentu kita akan pikir ke depan, namun apa salahnya sekarang ini memang masih mengingat dan kita memikirkan diri kita untuk menangisi kepergiannya dan itu tidak apa-apa. Di Alkitab pun dicatat memang ini merupakan tradisi budaya bukannya permintaan Tuhan, tapi tradisi budaya yang baik. Sewaktu Samuel meninggal orang Israel meratapi untuk jangka waktu yang lama, sewaktu Yusuf meninggal orang-orang Israel meratap selama misalnya 40 hari, itu adalah masa yang memang diizinkan dan seolah-olah diwajibkan untuk menangis. Dan ternyata ditemukan bahwa menangis itu sesuatu yang sangat sehat, justru dengan menangis seseorang itu akan lebih siap untuk memulai hidupnya kembali.
GS : Nah itu sebagai pasangan tentunya Pak Jimmy melihat kesedihan Ibu Jun dan Ibu Jun melihat kesedihan Pak Jimmy, apa yang Pak Jimmy bisa lakukan atau mau mengatasinya sendiri-sendiri atau mengatasinya bersama-sama pada waktu itu?
J : Kita mengatasinya bersama-sama, kita juga sudah pasrah kepada Tuhan, dia juga ingatkan saya bahwa ini semua sudah kehendak Tuhan mau apa lagi. Tuhan mungkin punya rencana tersendiri.
GS : Tatkala Ibu Jun melihat Pak Jimmy dirundung kesedihan, apa yang Ibu Jun lakukan biasanya?
Y : Ya hanya mengingatkan dia akan firman Tuhan begitu saja, tidak ada lain.
GS : Dalam hal mengingatkan itu dibukakan Alkitab begitu atau hanya diingatkan. (Y : Hanya diingatkan saja) bahwa ada firman Tuhan yang mengingatkan kita, jadi itu ditanggung bersama-sama ya.
J : Pokoknya kita tetap kalau kita saat teduh selalu berdua, jadi bersama-sama kita membaca bergantian, kita doa bergantian juga.
GS : Tetapi apakah melalui peristiwa itu Pak Jimmy merasa lebih dekat dengan Ibu Jun dan sebaliknya begitu Pak Jimmy?
GS : Bagaimana dengan Ibu Jun?
GS : Merasa lebih dekat seperti itu karena apa Pak Paul?
PG : Karena hubungan Bapak dan Ibu memang baik, jadi saya mau tekankan hal ini. Karena sebetulnya krisis itu mempunyai dua sisi atau mempunyai dua dampak pada pasangan nikah. Dampak pertama adaah mendekatkan, kalau hubungan itu memang hubungan yang sehat, hubungan yang kuat karena justru melalui krisis inilah kedua orang ini saling memberikan bantuan kekuatan dan saling memikul beban.
Tapi krisis mempunyai dampak yang kedua pada pernikahan yaitu krisis ini akan makin menjauhkan pasangan nikah itu. Jadi sekali lagi krisis bisa mendekatkan tapi bisa juga memisahkan orang yang diserang oleh krisis tersebut.
GS : Ya memang kadang-kadang suami dengan gampangnya menyalahkan istrinya, "Kamu yang biasanya mengatur anak, masa' tidak tahu perubahannya dan seterusnya begitu Pak Paul?
PG : Itu reaksi yang juga sering dialami oleh pasangan nikah, jadi kecenderungannya adalah menyalahkan, tadi ini adalah bagian kemarahan. Maka tadi saya sebut kemarahan terhadap yang kita angga penyebab dari musibah ini.
Tapi memang saya melihat dalam kasus Bapak-Ibu, karena Bapak-Ibu dekat dengan satu sama lain dan dekat dengan Tuhan maka langsung menempatkan tragedi ini dalam rencana Tuhan dan tidak mempertanyakannya lagi. Nah kalau memang tidak berhasil menempatkannya dalam rencana Tuhan kecenderungannya adalah akan melihat ke kanan, ke kiri dan mencari siapa yang bisa disalahkan.
GS : Nah di sekeliling Bapak-Ibu mungkin sudah sampai sekarang tadi Ibu Jun menunjukkan kepada kami ini Alkitabnya, Alkitab yang dipakai Nita. Nah barang-barang yang biasa selalu dipakai oleh Nita apakah itu tidak selalu mengingatkan akan kehadirannya?
Y : Waktu itu kakak saya memang sudah memikirkan hal itu, jadi saat dia akan diberangkatkan ke perabuan, barang-barang seperti baju, seragam, tas sekolah itu semua sudah dibagi-bagi ini untuk iapa terserah.
Jadi untuk siapa yang memerlukan, dalam hal ini saya berterima kasih pada kakak saya supaya tidak terlalu membebani pikiran saya.
GS : Tapi toh tetap ada biasanya tempat tidur yang ditempati kemudian di sana sudah kosong dan sebagainya, Pak Jimmy kalau pulang kerja lalu masih melihat itu atau bagaimana pada awal-awalnya atau dibongkar sama sekali tempat tidur itu, dirubah susunannya atau bagaimana?
J : O....tidak, tetap saja begitu.
GS : Bagaimana kesan Pak Jimmy melihat bahwa tempat tidur itu sudah tidak lagi ditinggali?
J : Saya untuk itu jarang melihat, saya jarang sekali masuk ke kamarnya. (GS: Menghindari itu ya) menghindari.
GS : Apakah adiknya tidak tidur sekamar pada waktu itu?
Y : Tidur, tidur sekamar.
GS : Berarti kalau menengok adiknya pasti kelihatan tempat tidur itu, Pak Jimmy?
J : Untuk waktu itu adiknya tidur bersama-sama dengan kita jadi bertiga untuk jangka waktu beberapa hari itu kita selalu bertiga.
GS : Pak Paul, ini memang sesuatu yang agak sulit, banyak hal yang mengingatkan kita, banyak kenangan-kenangan tertentu dengan benda-benda di sekelilingnya atau malah rekaman suaranya atau benda-benda hasil buatannya sendiri, itu bagaimana Pak Paul. Mau dibuang sayang, tetapi kalau kita biarkan di sana terus mengingatkan begitu Pak Paul?
PG : Bagi yang memang sudah siap untuk menyingkirkan barang-barangnya tidak apa-apa, seperti tadi Ibu katakan memang Ibu dan Bapak langsung bagikan dan hanya menyimpan barang tertentu, itu jugatidak apa-apa.
Namun yang perlu disadari adalah kadang kala setelah kematian orang yang kita kasihi kita itu tergesa-gesa menyingkirkan sehingga ada yang kebablasan menyingkirkan hampir semuanya atau semuanya, tidak ada lagi peninggalannya dalam rumah itu. Nah sebaiknya tidak begitu, sebaiknya yang dianjurkan adalah seperti ini, kita membiarkannya dulu sampai memang kita sendiri sudah mulai siap untuk menyingkirkan. Dan menyingkirkannya pun secara bertahap misalnya kita tidak langsung menjual atau memberikannya kepada orang lain. Tapi kita menyingkirkan dari tempat yang dapat dilihat ke dalam tempat yang tidak bisa dilihat, misalkan seperti baju yang tadinya masih di dalam lemari pakaian, sekarang dikemasi dimasukkan ke dalam boxs dan disimpan ke gudang misalnya seperti itu. Tapi misalnya mainannya atau apa kita masih biarkan ada di dalam kamarnya dan nanti selama kita masih ingin melihat, silakan melihat dan memang waktu melihat kita akan sedih, kita akan menangis tapi tetap itu tidak apa-apa itu juga baik. Sampai kita siap lagi barang-barang yang masih ada itu kita masukkan lagi di boxs taruh lagi di gudang, nah kalau sudah begitu melewati jangka waktu misalkan barang-barang yang digudang itu barulah kita siap untuk berikan kepada orang lain atau kita singkirkan secara permanen keluar dari rumah kita. Namun akan ada barang-barang yang kita simpan untuk waktu yang lama atau mungkin selama-lamanya seperti dalam kasus bapak-Ibu. Tadi Bapak-Ibu sudah katakan kepada kami di luar rekaman ini bahwa Bapak-Ibu menyimpan Alkitabnya Nita. Nah saya kira itu juga sangat baik ya, jadi kita menyimpan satu atau dua barang yang mengingatkan kita dengan dia dan tidak apa-apa. Sebab memang dia adalah bagian hidup kita, dulu dan sekarang sampai selama-lamanya sebab kita tahu dia itu tidak lenyap ya, dia tidak kasat mata itu betul, dia tidak bisa kita lihat itu betul tapi dia tidak lenyap, dia sekarang bersama dengan Tuhan dan kita akan menyusulnya ke sana jadi kalau kita masih memiliki beberapa barang-barangnya itu tidak apa-apa meskipun kita akan teringat akan dia.
GS : Pak Paul, kalau salah satu dari pasangan ini tiba-tiba ingat akan peristiwa itu dan itu sering kali terjadi Pak Paul. Istri saya saja yang belum sampai anak itu lahir artinya keguguran pada usia kandungannya yang ketiga bulan, itu kadang-kadang sering mengatakan waduh sekarang ini misalnya waktu itu jadi anak, anak ini usianya sudah sekian tahun. Nah saya kadang-kadang tidak bisa berbicara apa-apa Pak Paul, mau menghibur berbicara apa, dia sedih sekali mengingat peristiwa itu apalagi yang dialami oleh Pak Jimmy dan Ibu Jun. Hal-hal seperti itu 'kan bisa terlintas Pak Paul, nah sebagai pasangan sebenarnya apa yang bisa kita lakukan?
PG : Sebaiknya adalah kita mengiyakan bahwa memang itu hal yang menyedihkan, jadi kita hanyalah memberikan ungkapan pengertian. Dan yang tidak boleh kita lakukan adalah memarahinya atau mengataan kenapa kamu masih mengingat-ingat, sebetulnya itu tidak baik ya.
Yang lebih baik justru berkata iya....ya kalau dia masih ada dia sekarang berusia berapa, kalau dia masih ada dia mungkin sudah bisa begini atau begitu nah itu adalah hal wajar dan tidak apa-apa untuk dikatakan.
GS : Ada pula pasangan yang berkata, di dalam mimpinya itu sering kali dia berjumpa dengan anaknya yang sudah meninggal itu Pak Paul, nah itu apa sebenarnya Pak Paul, gejala apa ini?
PG : Saya boleh tambahkan bukan hanya berjumpa dalam mimpi, tapi kadang kala seolah-olah melihat dia, seolah-olah dia itu masih hadir atau melihat penampakannya. Nah sebetulnya yang terjadi adaah bukannya kita melihat dia tapi kerinduan kita, kehilangan yang begitu besar membuat kadang-kadang memang kejernihan kita untuk berpikir sedikit banyak terpengaruhi.
Dan waktu itu terjadi persepsi kita atau panca indra kita juga turut terpengaruhi sehingga ada moment-moment sepertinya kita melihat penampakannya. Bisa juga ini dipicu oleh sesuatu yang kita tidak sadari tapi sebetulnya membangkitkan memori kita akan dia, misalkan ada suara tertentu yang biasanya kita dengar sewaktu dia masih ada dan kembali kita dengar, waktu kita dengar suara itu kita akan tiba-tiba merasakan dianya juga ada di sini bersama kita atau mencium bau tertentu yang mengingatkan kita dengan dia tapi saat itu sebetulnya tidak kita sadari bau apa itu namun tatkala kita menciumnya tiba-tiba memori kita hidup kembali dan kita seolah-olah merasakan kehadiran yang begitu riil. Nah sesungguhnya bukannya dia itu memunculkan diri bukan ya, kita tahu dia di tangan Tuhan dia tidak muncul lagi kepada kita. Tapi kerinduan kita, kehilangan kita, kesedihan kita yang begitu dalamlah yang memunculkan reaksi-reaksi seperti itu, baik dalam mimpi maupun dalam alam sadar.
GS : Nah apakah hal itu dialami oleh Pak Jimmy?
J : Kalau itu tidak, saya itu malah ingin kalau dia muncul begitu ya, sekarang saya juga belum pernah mimpi.
GS : Bagaimana dengan Ibu Jun?
Y : Kalau mimpi, "Lho kamu sudah lama tidak sekolah," mimpinya begitu. (GS : Secara tidak sadar ya Ibu mengatakan demikian) ya, kemudian kalau saya mau mengajak makan sama-sama begit, saya panggil dua-duanya o...ya
jadi sadar. Waktu saya pulang dari gereja saya pernah ikut mobil gereja lalu tanpa sadar lho...mana Nita? Langsung saya dicubit sama teman saya. dari situ saya sadar.
GS : Itu karena peristiwa itu dilakukan berulang-ulang begitu Pak Paul?
PG : Betul. Jadi itu adalah reaksi-reaksi yang sangat umum Bu ya, memanggil namanya, dan salah satu hal yang sulit dilalui oleh orang tua setelah kematian anak ini adalah hari ulang tahunnya, iu yang berat untuk dilewati sebab hari ulang tahun benar-benar merupakan perlambangan kehadirannya dalam hidup kita.
GS : Kalau hari meninggalnya dia Pak Paul?
PG : Sama, hari meninggalnya juga, pokoknya hari-hari peringatan yang memang sangat mengingatkan kita dengan dia.
GS : Nah kalau pas hari ulang tahunnya biasanya bagaimana Pak Jimmy dan Ibu Jun, mengatasi memori seperti itu, apakah itu menjadi masalah betul atau tidak saat ini khususnya?
Y : Saya tidak mengingat-ingat.
GS : Tidak mengingat-ingat ya, kalau Pak Jimmy?
J : Saya juga ingat, saya kadang-kadang mau kita makan-makan dulu pas di hari ulang tahunnya, tapi saya pikir-pikir jangan nanti tambah mengingatkan kita lagi, jadi kita batalkan. Saya sendiriyang membatalkan tidak usah kita biasa saja.
GS : Menurut Pak Jimmy, saat ini setelah berjalan sekitar 4 tahun apakah hal itu sudah bisa teratasi betul, begitu?
GS : Bagaimana dengan Ibu Jun?
Y : Ya terutama Tuhan itu menghibur kami semua bukan dengan Alkitab saja tapi dengan penglihatan waktu kita meletakkan abu di laut itu, ada kelompok ikan yang loncat-loncat berkejar-kejaran. Dri situ saya tahu Tuhan itu betul-betul menghibur saya lewat berbagai macam cara.
GS : Dan hal itu bisa terjadi memang, Pak Paul?
Y : Jadi saya terpesona dengan ikan itu jadi saya tidak memikirkan abu tadi. Begitu cintanya Tuhan itu luar biasa untuk saya.
GS : Bagaimana Pak Paul apakah ada ayat Alkitab yang mendukung.
PG : Saya akan bacakan lagi dari 2 Timotius 4, kita tahu Timotius adalah kitab yang terakhir Paulus tulis sebelum dia dipanggil pulang oleh Tuhan. Dan ini yang dia catat di ayat 17 "Tetapi Tuhan telah mendampingi aku dan menguatkan aku, supaya dengan perantaraanku Injil diberitakan dengan sepenuhnya."
Tuhan telah mendampingi aku dan menguatkan aku, Paulus mengatakan ini sebagai kesaksian atas pendampingan Tuhan melewati masa yang sulit dalam hidupnya. Dan ini saya yakin juga telah menjadi kekuatan bagi Bapak dan Ibu melewati masa yang sulit itu.
GS : Ya kami ucapkan terima kasih kepada Pak Jimmy dan Ibu Yuniarti yang sudah berkenan untuk hadir dalam perbincangan Telaga kali ini dan tentu saya percaya sekali apa yang kita perbincangkan kali ini bisa menjadi berkat bagi banyak orang. Kita tidak tahu tetapi mungkin ada daripada pendengar kita yang sedang mengalami saat sulit seperti ini, tetapi kita percaya bahwa pendampingan Tuhan seperti tadi yang dibacakan di dalam Alkitab itu juga berlaku atas mereka. Jadi sekali lagi terima kasih Pak Jimmy, Ibu Yuniarti dan juga Pak Paul. Para pendengar sekalian kami mengucapkan terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan ini dengan setia bersama Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Saat-saat Pemulihan". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan Anda menghubungi kami lewat surat, alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK), Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan dan akhirnya dari studio kami ucapkan terima kasih atas perhatian Anda, sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.