Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen, akan berbincang-bincang dengan Bp.Pdt.Dr.Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara, Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Pubertas ke II: Mitos atau Realitas?". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
Lengkap
GS : Pak Paul, sebagian orang mengatakan bahwa kehidupan yang sebenarnya dimulai di usia 40 tahun, namun ternyata pada usia seperti itu justru di dalam kehidupan suami-istri atau kehidupan berkeluarga itu banyak sekali masalah yang muncul, bagaimana pendapat Pak Paul?
PG : Memang pada usia itu terjadi banyak sekali perubahan, itu sebabnya ada sebagian orang yang memanggil kurun usia 40 hingga 60 tahun itu bukan saja usia paro baya atau usia pertengahan tpi juga masa pubertas ke II.
Kenapa dipanggil masa pubertas ke II, kita tahu bahwa pubertas itu sebetulnya mengacu pada masa remaja dan kita tahu di mana masa remaja terjadi banyak sekali perubahan. Secara fisik kita mengalami perubahan, secara kognitif, cara berpikir kita mengalami perubahan dan semua itu akhirnya berdampak pada perubahan-perubahan secara emosional dalam diri kita. Begitu banyaknya perubahan sehingga sering kali masa remaja dipanggil sebagai masa yang penuh dengan gejolak, penuh dengan kejutan-kejutan. Ada anak-anak yang sebelumnya baik-baik saja, tidak ada masalah; memasuki masa remaja mulai mengembangkan masalah. Orang melihat ada paralelnya, ada kesamaannya antara usia remaja dengan usia pertengahan 40-60 tahun terutama jika kita bandingkan antara kelompok laki-laki dengan kelompok laki-laki. Pada usia 40-60 itu terjadi juga banyak gejolak dan perubahan-perubahan. Ada laki-laki yang sebelumnya baik-baik, sabar, mencintai istri dan anak-anak, tidak pernah macam-macam, namun pada usia petengahan mulai macam-macam. Mulai menjalin hubungan dengan wanita lain dan sebagainya. Akhirnya muncullah sebutan atau julukan bahwa pria ini sedang mengalami pubertas ke II. Dan dalam pengertian itulah memang masa paro baya ini menjadi masa yang penuh dengan perubahan dan gejolak.
GS : Tetapi sekalipun banyak kesamaan antara pubertas di masa remaja dan pubertas di usia paro baya ini bukankah tetap ada perbedaan-perbedaannya?
PG : Betul sekali, sebenarnya perbedaannya ini sangat bertolak belakang. Pada usia remaja atau belasan tahun itu biasanya perubahan itu ditandai dengan bertambahnya fungsi-fungsi dalam hidu manusia, dan sebelum usia remaja belum berfungsi secara optimal.
Salah satu yang paling nyata adalah bertambahnya fungsi organ-organ seksual. Secara hormonal pada usia remaja kita lebih dimungkinkan untuk berbuat atau melakukan hubungan seksual. Pada usia-usia paro baya, sesungguhnya kita bukan mengalami pertambahan tapi kebalikannya yaitu kita mengalami pengurangan. Yaitu pengurangan kapasitas, pengurangan fungsi, misalkan secara seksual kita tidak lagi bisa dibandingkan pada usia 50 tahun dengan usia 15 tahun. Sebetulnya gejolak-gejolak seksual itu jauh lebih kuat pada usia 15 tahun dibandingkan dengan usia 50 tahun. Usia 60 tahun tidak bisa dibandingkan dengan usia 16 tahun, yang terjadi pada usia 60 tahun adalah penyusutan jadi disinilah kita melihat perbedaan. Namun persamaannya adalah terjadi perubahan, yang bertambah itu perubahan; yang berkurang juga perubahan. Dan ternyata perubahan inilah yang juga menimbulkan gejolak-gejolak di dalam kehidupan seseorang.
GS : Apakah semua orang pasti mengalami masalah ini Pak Paul?
PG : Saya kira tidak Pak Gunawan, perbedaannya adalah ada sebagian orang yang dapat menerima perubahan-perubahan itu serta menyikapinya dengan tepat. Namun ada orang-orang tertentu yang memng tidak sanggup menerima perubahan-perubahan itu dan menyikapinya dengan tepat.
GS : Bagaimana dengan seseorang yang tidak sanggup menyikapi masalah-masalah yang kritis itu, Pak Paul?
PG : Ada banyak contohnya atau ada banyak penyebabnya, misalnya ada orang-orang yang tidak bisa menerima bahwa ia tidak lagi setampan atau sekuat pada masa dulu, sehingga dia berusaha untukmengawetkan dirinya agar tidak tua-tua, tidak mengalami proses pengeriputan dan sebagainya.
Orang-orang yang memang tidak berhasil menerima ini akan berusaha terlalu keras mempertahankan kemudaannya. Orang yang bisa menerima ini tidak berarti sama sekali tidak berbuat apa-apa untuk menahan lajunya proses penuaan. Mungkin saja dia akan berolahraga dengan lebih sering, memakan makanan yang lebih bergizi dan mengurangi kandidat makanan yang dikonsumsinya tapi mereka tidak terlalu terobsesi dengan penampilan. Tapi bagi yang tidak bisa menerima justru mereka terobsesi dengan proses penuaan, berusaha super keras untuk tampil tetap muda. Misalnya operasi plastik, mengencangkan otot, membuang keriput dan sebagainya. Nah sekali lagi saya mau tekankan, sampai titik tertentu untuk menahan lajunya proses penuaan adalah sesuatu yang wajar dan manusiawi. Saya kira kita semua senang kalau tetap dipanggil muda, tapi kalau kita sampai terobsesi itu tidak sehat. Salah satu tampak tidak sehatnya adalah kadang-kadang orang akhirnya akan melakukan hal-hal yang salah. Justru untuk seolah-olah meyakinkan dirinya bahwa dia itu tetap muda, tetap menarik, tetap tampan, tetap bisa memikat hati gadis-gadis atau pria-pria yang lebih muda, dalam hal inilah usia paro baya menjadi usia yang rentan terjadinya masalah, terutama masalah yang berkaitan dengan hubungan di luar nikah.
GS : Berarti pada pubertas yang ke II ini lebih banyak dipengaruhi oleh pikiran daripada hormon di dalam diri orang itu, Pak?
PG : Betul sekali, sebab sesungguhnya secara fisik kemampuannya bukannya bertambah tapi malah berkurang. Orang usia 50 tahun tidak sama dengan 15 tahun, usia 60 tahun tidak sama dengan usia16 tahun justru kemampuan fisiknya mengalami penurunan.
Keterbatasanlah yang harus dihadapi oleh seseorang yang usia paro baya. Tapi sekali lagi ada orang yang sangat sulit menerima semua ini dan rentan terhadap masalah. Ada orang yang tetap ingin membuktikan dirinya menarik dan bisa memikat lawan jenis sehingga mencoba berhubungan dengan lawan jenis. Tapi ada sebagian orang yang bisa menerimanya dengan baik, meskipun mereka tetap mempertahankan penampilan prima mereka. Memang dari luar orang bisa berkata, "Aduh, ini si om tambah hari tambah genit, lebih sering ke fitness center, lebih sering menggunakan minyak rambut dan sebagainya." Sampai batas tertentu tetaplah kita katakan ini wajar, mereka hanya ingin mempertahankan penampilan mereka, jangan sampai akhirnya terlalu cepat melaju ke usia tua.
GS : Biasanya kenapa Pak Paul, ada sebagian orang yang bisa menerima kenyataan seperti itu dan ada yang mengingkharinya?
PG : Memang semua ini bergantung pada kematangan jiwa seseorang Pak Gunawan, dan yang lebih penting juga adalah berapa berserahnya dia kepada Tuhan. kalau seseorang mempunyai kematangan jiw, dia bisa menerima dirinya apa adanya bahwa dia pernah muda tapi dia tahu dia tidak selalu muda, dia pernah kuat tapi tidak selalu kuat, dan dia menganggap proses penuaan sebagai sesuatu yang sangat wajar bukan sesuatu yang ditakuti dan dihindari tapi sesuatu yang memang harus dia sapa, harus dia terima.
Nah orang seperti itu akan bisa melewati masa-masa ini dengan lebih mulus. Yang kedua adalah orang yang memang berserah kepada Tuhan, dia tahu hidup di tangan Tuhan, dia tahu nafas yang sekarangpun dia hela adalah pemberian Tuhan. Jadi kenapa kita mesti meributkan hal-hal kecil seperti ini. Bagi orang-orang yang memang takut dan hidup dalam Tuhan, mereka akan melihat hidup itu lebih dari sekadar penampilan, dari sekadar usia muda. Mereka sungguh meyakini firman Tuhan yang berkata bahwa, "Kasih setia-Mu lebih daripada hidup." Ada hal yang lebih penting daripada hidup, hidup bukan segalanya, kasih setia Tuhan itu lebih daripada hidup. Orang seperti ini tidak mudah dinganggu oleh penampilan, oleh dorongan untuk tetap muda, dia menjalani hidupnya dengan ringan. Dia mengerti apa yang sungguh-sungguh penting, apa yang sungguh-sungguh memiliki nilai yang kekal. Dan apa yang fana, yang sementara dia terima, bahwa memang hidup tidaklah kekal. Orang-orang yang seperti ini mampu menjalani masa-masa paro bayanya dengan lebih baik. Sebaliknya orang yang tidak memiliki kematangan hidup susah, mereka seolah-olah hendak menghentikan lajunya waktu, tidak mau tua, harus tampil selalu prima, tidak mau menerima penyakit sama sekali dan sebagainya. Sehingga hidup menjadi dewanya, melupakan tentang kasih setia Tuhan bahwa yang penting bukan hal-hal yang fana seperti ini, tapi hal-hal yang lebih bersifat kekal.
GS : Ada orang yang berpikiran, saatnya untuk meninggal itu sudah dekat, kemudian dia katakan dengan waktu yang singkat ini dia mau gunakan untuk menyenangkan hatinya atau menyenangkan dirinya sendiri.
PG : Orang-orang seperti ini memang hanya memusatkan perhatian hidup untuk dirinya sendiri, dia hidup untuk dirinya sendiri. Sebab dia gagal melihat bahwa hidup adalah pemberian Tuhan, dan alau pemberian Tuhan berarti hargailah si pemberi yang telah menganugerahkan hidup ini kepada kita.
Dan seharusnyalah kita mengerti bahwa si pemberi hidup yaitu Tuhan menganugerahkan hidup kepada kita sebab Dia memiliki rencana dan rencana Tuhan bukan hanya seputar hidup kita, rencana Tuhan jauh lebih luas daripada kita. Kita harus memikirkan orang lain, kita harus memikirkan generasi penerus kita. Ada orang-orang yang seperti tadi Pak Gunawan katakan memang tidak peduli, jangankan orang lain, anaknya sendiripun tak dipedulikan, dia tidak peduli anaknya nanti bisa kuliah atau tidak, nanti ada uang atau tidak untuk meneruskan sekolah. Semua uang pokoknya untuk dia, dia pakai dengan sekehendak hatinya yang penting senang, dia memang hidup hanya untuk dirinya sendiri. Nah untuk orang seperti ini wajar sekali mereka itu akan takut, cemas kalau hidup itu tiba-tiba sepertinya licin dan mulai lepas dari genggaman mereka dan mereka harus memegangnya erat-erat. Mereka tidak bisa menyerahkan hidup itu kembali kepada Tuhan, yang telah memberikannya untuk sementara kepada kita.
GS : Memang secara jujur mereka mengatakan mereka takut untuk menghadapi kematian. Jadi ini semacam pengingkharan.
PG : Ya mereka memang sesungguhnya menyadari bahwa hidup ini sementara dan mereka akan meninggalkan hidup ini, namun karena kecintaan akan hidup itu melebihi dari kecintaan mereka kepada Tuan yang memberikan hidup akhirnya mereka mendewakan hidup.
Seolah-olah inilah segala-galanya tidak ada yang lebih penting dari hidup ini. Saya kira sayang sekali kalau kita sampai luput melihat desain yang lebih luas dari sekadar hidup ini.
GS : Dan biasanya memang pada usia seperti itu, kondisi ekonominya menunjang.
PG : Menunjang untuk orang akhirnya lebih bergantung kepada diri sendiri, menganggap saya sudah sukses dan sudah mapan dan sebagainya. Ini jugalah yang membuat orang-orang ini atau pria-pri pada usia pertengahan rentan terhadap kejatuhan terutama kejatuhan dalam hal perzinahan.
Mengapa? Karena memang secara ekonomi mereka tambah mapan, secara penampilan mereka tambah baik, karena keuangan mereka sekarang menunjang. Tidak heran kalau ada orang-orang yang mudah terpikat dengan mereka. Apalagi orang-orang ini memang membutuhkan dukungan ekonomi.
GS : Biasanya memang orang-orang pada usia seperti ini disukai oleh gadis-gadis yang masih muda, sebenarnya motivasinya seperti apa, Pak?
PG : Ada beberapa hal yang sebenarnya melatarbelakangi semua ini Pak Gunawan, yang pertama adalah memang harus kita akui sebagian gadis-gadis mempunyai keingingan menikah dengan seseorang yng menyerupai ayah mereka.
Sebab figur ayah itu menjadi figur yang menenangkan, menyejukkan, mengayomi dan sebagainya. Sebagian gadis-gadis ini jadinya mudah sekali terpikat dengan pria yang usianya di atas mereka dan lebih menyerupai usia ayah mereka. Sebab ini mengingatkan mereka dengan figur ayah yang mengasihi dan mengayomi mereka. Dan kita tahu bagi cukup banyak wanita diayomi adalah suatu kerinduan yang sangat besar, mereka benar-benar menginginkan sebuah relasi di mana mereka akan merasa tenteram, itu penting sekali bagi wanita. Siapa yang bisa memberikan ketenteraman seperti ini, jawabnya adalah pria-pria ini; secara ekonomi mereka lebih mapan dan yang lebih penting secara emosional, secara pemikiran pria-pria ini cenderung lebih matang. Mereka tidak lagi tergesa-gesa dalam hidup seperti anak usia 20 tahun, mereka adalah orang-orang yang lebih memahami sebenarnya apa hidup ini. Kematangan itu menjadi daya pikat yang sangat besar sehingga akhirnya wanita-wanita yang lebih muda lebih mudah tertarik kepada mereka. Jadi karena alasan ekonomi dan juga karena alasan kematangan berpikir dan kematangan emosional juga.
GS : Dan bagi pria yang memasuki usia seperti itu, yang memasuki masa pubertas ke II ini dijadikan semacam ajang pembuktian bahwa dia itu masih kuat, dia itu masih mampu melakukan segalanya.
PG : Betul, jadi dengan dia disukai oleh lawan jenis yang lebih muda, tiba-tiba mereka bisa berpikir: "Aduh saya masih cukup menawan, masih bisa laku, masih bisa menarik hati wanita-wanita ang lebih muda.
Bukan saja saya bisa menarik hati istri saya yang seusia dengan saya tapi bisa menarik hati seorang gadis yang usianya 20 tahun di bawah saya. Saya bisa menang bersaing dengan pria-pria yang usianya 20 tahunan di bawah saya." Nah ini memang sedikit banyak menimbulkan kebanggaan. Salah satu hal lain yang juga berperan menjadi penyebab pria-pria ini jatuh ke dalam dosa adalah pada usia pertengahan seperti itu pada umumnya wanita mulai mengalami proses manapouse. Pada usia itu kita harus akui juga, hubungan seksual menjadi sesuatu yang susah dilakukan oleh wanita, karena (kalau saya boleh gunakan istilah pengibaratan) saya katakan pada usia seperti itu, peralatan wanita untuk bisa berhubungan memang telah mengalami penurunan fungsi, itu adalah gejala alamiah yang harus dilewati oleh semua orang. Akibatnya yang terjadi adalah cukup banyak pria yang mengeluhkan hal-hal seperti ini, mereka tidak mendapatkan respons yang sepatutnya dari istri, tidak lagi bisa menikmati hubungan seksual dengan istri karena istrinya pun tidak bisa menikmati dan sebagainya. Oleh karena itu godaan untuk bisa melakukan hubungan seksual dengan seseorang seperti dahulu kala itu besar, godaan itu sepertinya mengetuk-ngetuk pintu hati mereka. Kalau mereka tidak menjaga diri baik-baik, muncul tawaran dari wanita yang lebih muda, dan ini akhirnya benar-benar menjerumuskan mereka. Atau ini bisa juga kebalikannya, wanita yang usia paro baya yang tergoda membuktikan diri mereka bahwa mereka tetap menarik, sehingga akhirnya waktu mereka disukai oleh seorang pria yang usianya 20 tahun di bawah mereka, mereka sungguh tersanjung. Dan karena tersanjung akhirnya dia membuka pintu malah mengijinkan pria itu masuk dalam kehidupan mereka. Jadi memang usia-usia paro baya ini rentan, karena banyaknya perubahan sehingga mudah sekali terjadi pergolakan. Dan waktu terjadi pergolakan, orang tidak bisa menguasai dirinya dengan baik.
GS : Berarti pada usia itu sangat rentan sekali terjadi perselingkuhan, Pak Paul?
PG : Saya kira demikian Pak Gunawan, jadi faktor perselingkuhan lebih diperbesar pada usia-usia paro baya ini. Karena pada usia sebelum paro baya, dua-dua yaitu suami-istri repot mengurus aak-anak, memajukan karier dan sebagainya.
Benar-benar mata tertuju di luar untuk mengurusi tantangan hidup ini. Pada usia pertengahan hidup lebih stabil sehingga mereka mulai mencicipi apa yang telah mereka kerjakan sebelumnya. Mereka sudah di posisi atas, sudah mulai mencicipi hidup mereka akhirnya mempunyai waktu yang lebih luas, kesempatan yang lebih terbuka. Apalagi sekarang ada orang-orang yang lebih siap untuk menawarkan diri mereka pada pria atau wanita usia paro baya, itu sebabnya perselingkuhan lebih mudah terjadi pada usia-usia seperti ini.
GS : Berarti sebenarnya kalau pasangan suami-istri ini menyadari bahwa mereka sedang memasuki masa-masa yang berbahaya seperti ini, bukankah kedekatan di antara mereka sangat dibutuhkan?
PG : Betul Pak Gunawan, dan sebetulnya kedekatan itu tidak bisa dimulai pada usia paro baya. Jadi relasi nikah memang sejak awal harus dipupuk, sudah harus diperkuat, karena kalau tidak waku mengalami krisis paro baya ini mereka akhirnya benar-benar ambruk.
Saya juga mengerti ada cukup banyak pasangan yang relasi nikahnya rapuh sekali, tertolong oleh karena kehadiran anak. Karena adanya anak fokus perhatian teralihkan tidak lagi kepada satu sama lain namun kepada anak. Sehingga problem yang tadinya ada tiba-tiba terpecahkan, sebetulnya tidak terpecahkan, sebetulnya tetap ada namun untuk sementara tertutupi. Pada usia paro baya anak-anak sudah besar, sudah kuliah, ada yang tinggal di luar rumah tidak lagi tinggal bersama kita, berarti fokus perhatian kembali tertuju pada satu sama lain. Problem yang sebelumnya sudah ada, 20 tahun yang lalu sekarang mencuat kembali. Nah mereka tidak tahu bagaimana menghadapi ini. Karena 20 tahun lebih problem sudah bersarang dan masalah ini hanya untuk sementara ditutupi dengan kehadiran anak, mereka tidak pernah tahu bagaimana memecahkannya. Kalau setelah usia paro baya barulah menyadari dan mencoba untuk menyelesaikannya, kebanyakan akan kesulitan. Terutama lagi adanya pemikiran, "Tanggung, sudah begini sejak 20 tahun yang lalu, memang sudah sifatnya seperti ini, bagaimana saya bisa mengubahnya." Akhirnya keinginan untuk berubah pun, untuk menyelesaikan masalah sudah sangat tipis. Maka rentan sekali orang seusia seperti ini putus asa dan akhirnya berkata, "Ya sudah biarkan saja seperti ini," kalau imannya tidak kuat pada masa-masa ini, orang lain datang yang bisa mengerti dia, dia akan sangat mudah sekali terpikat dan jatuh.
GS : Ada istri yang mengatakan bahwa dia menyadari kalau suaminya sedang memasuki usia paro baya dan pubertas ke II ini. Dia mengatakan nanti akan berhenti sendiri kalau sudah melewati masa ini. Jadi dia menganggapnya seperti itu, dia pasrah.
PG : Mungkin sekali karena tidak tahu lagi apa yang harus dilakukan, mungkin juga sudah dicoba berbagai cara tetap tidak bisa. Atau ada orang yang berpikir praktis, daripada diributkan dan khirnya memecahkan biduk keluarga ya sudah biarkan.
Memang ada orang yang akhirnya pasrah karena memang sudah tidak berdaya.
GS : Tapi apakah memang betul bisa berhenti sendiri?
PG : Akan berhenti sendiri karena kita akan menuai, waktu kita sudah melewati usia 60, setampan-tampannya kita ya usia 60 tahun tidak sama dengan usia 26 tahun atau usia 36 tahun, pasti sudh sangat berbeda.
Tidak banyak orang seperti Clint Eastwood yang baru saja memenangkan Akademi Award, usianya 73 tahun tapi masih dalam keadaan prima seperti itu. Satu dalam seribu pria seperti itu, kebanyakan kita usia 73 tahun, jalan pun sudah mulai susah.
GS : Sebenarnya pada waktu-waktu seperti itu kedekatan kita dengan Tuhan itu penting sekali?
PG : Penting sekali Pak Gunawan, sebab benar-benar justru pada usia paro baya, peranan Tuhan itu seharusnya menjadi lebih besar dalam kehidupan kita. Karena pada usia paro bayalah kita bena-benar mulai bisa memandang tepi kehidupan ini, pada usia 26 tahun kita belum bisa melihat tepi kehidupan, sepertinya masih jauh.
Tapi pada usia-usia 50 tahunan kita mulailah melihat tepi kehidupan. Tubuh kita tidak lagi sekuat dulu, kalau sakit kadang lebih lama dan mulailah kita mengidap penyakit yang bersifat lebih permanen. Kita seharusnya lebih disadarkan betapa rapuhnya dan sementaranya hidup ini. Dan seharusnyalah kita mengadopsi perspektif hidup yang lebih rohani bahwa tidak ada yang kekal dan hanya Tuhan yang kekal, hidup pun akan berakhir namun ada satu yang tak akan berakhir yakni kasih sayang Tuhan kepada kita. Dan kita memikirkan apa yang Tuhan kehendaki kita perbuat untuk-Nya dan untuk orang-orang lain, jadi tidak lagi kita berfokus pada diri sendiri, memikirkan kepentingan sendiri atau keluarga sendiri, tidak, kita mulailah memikirkan orang lain, kebutuhan-kebutuhan yang mungkin sedang dirasakan oleh orang-orang di sekitar kita atau generasi penerus kita. Justru kalau kita berhasil melihat hidup dengan lebih luas dengan lebih utuh, kita akan lebih bisa melewati masa paro baya ini dengan jauh lebih mulus.
GS : Pak Paul ini suatu perbincangan yang cukup menarik dan masih ada banyak hal yang perlu kita lihat dari sisi pubertas ke II ini, namun sebelum kita mengakhiri perbincangan ini, Pak Paul akan menyampaikan firman Tuhan.
PG : Saya akan membacakan dari kitab Injil Matius 5:48, "Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna." Tuhan memberikan kepada kta standar dan standar itu tertulis dalam firman Tuhan.
Tuhan mengharapkan banyak dari kita yaitu kekudusan, kita makin hari haruslah makin serupa dengan Tuhan Yesus. Kadang-kadang orang yang sudah berusia paro baya lupa bahwa standar Tuhan tetap sama bahwa Tuhan tetap menuntut yang kudus, yang mulia, tanpa cacat cela pada diri kita semua. Jangan kita beranggapan sudah usia segini, maklumlah, Tuhan juga bisa mengerti saya lemah, saya punya kekurangan tidak apa-apa. Tidak, standar Tuhan tidak berubah gara-gara usia 50 tahun. Tetap sama, oleh karena itu ingatlah karena Tuhan sempurna Dia menuntut kita juga sempurna. Dalam pengertian, hidup kita, kekudusan kita makin hari justru harus makin bertambah, makin mendekati standar Tuhan, kita makin serupa dengan Tuhan Yesus. Jangan sampai memasuki usia paro baya kita makin tidak serupa dengan Tuhan Yesus, jangan sampai kekudusan kita makin melorot. Pertahankanlah, ini menjadi persembahan kita kepada Tuhan sewaktu kita bertemu dengannya.
GS : Terima kasih Pak Paul untuk perbincangan kali ini dan para pendengar sekalian, kami juga mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp.Pdt.Dr.Paul Gunadi dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Pubertas ke II: Mitos atau Realitas?". Dan kami akan melanjutkan perbincangan ini pada kesempatan yang akan datang. Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini, silakan menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen atau LBKK Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id kami juga mengundang Anda untuk mengunjungi situs kami di www.telaga.org Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan. Akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara Telaga yang akan datang.