oleh Ev.Sindunata Kurniawan, M.K., M.Phil.
Kata kunci: Esensi puasa keintiman dengan Tuhan, menunda kepuasan, penguasaan diri, bersabar, puasa yang memerdekakan tetap dalam koridor kesehatan
TELAGA 2022
Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi di mana pun Anda berada. Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (TEgur Sapa GembaLA KeluarGA). Acara ini diselenggarakan oleh Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) bekerjasama dengan radio kesayangan Anda ini. Saya, Yosie, akan berbincang-bincang dengan Bapak Penginjil Sindunata Kurniawan, M.K., M.Phil, beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling keluarga dan perbincangan kami kali ini tentang "Puasa Menurut Alkitab" bagian kedua. Kami percaya acara ini bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
Y: Pak Sindu, kita sudah berbincang-bincang di bagian pertama tentang teladan bapak-bapak gereja/tokoh-tokoh Alkitab tentang puasa bahkan bentuk puasa dan yang terpenting esensi puasa. Apa yang lebih dalam lagi yang Pak Sindu ingin jelaskan di bagian kedua ini tentang puasa sehingga kami memeroleh pengertian yang utuh.
SK: Sebagaimana yang kita bahas di bagian pertama, esensi berpuasa adalah keintiman kita dengan Tuhan. Memang Tuhan itu adalah poros atau titik pusat puasa kita, tindakan lahiriah berpuasa itu fleksibel. Kita mau pilih puasa jenis yang mana. Sejalan dengan itu, Bu Yosie, tindakan lahiriah berpuasa juga perlu disertai tindakan batiniah. Jadi kita perlu hidup didalam kekudusan dan kebenaran Allah. Kalau kita lihat, Bu Yosie, di Perjanjian Lama Tuhan mengecam kepalsuan puasa bangsa Israel. Di Perjanjian Baru, Tuhan Yesus sendiri juga mengecam kepalsuan puasa kaum agamawi, pemimpin-pemimpin agama, yaitu kaum Farisi. Jadi didalam hal ini mereka bersalah, baik bangsa Israel dalam Perjanjian Lama maupun kaum Farisi di Perjanjian Baru. Mereka bersalah karena bentuk itu menjadi yang esensi, pokoknya harus seperti ini, tetapi spirit/jiwa berpuasa yaitu ketundukan kepada Allah tidak dihidupi.
Y: Malah diabaikan, ya Pak.
SK: Kita lihat diantaranya, Bu Yosie, di Kitab Yesaya 58 :6-12 saya coba baca, minimal sebagian dari 7 ayat ini, dikatakan, "Berpuasa yang Kukehendaki ialah supaya engkau membuka belenggu-belenggu kelaliman dan melepaskan tali-tali kuk, supaya engkau memerdekakan orang yang teraniaya dan mematahkan setiap kuk, supaya engkau memecah-mecah rotimu bagi orang yang lapar dan membawa ke rumahmu orang miskin yang tak punya rumah, dan apabila engkau melihat orang telanjang, supaya engkau memberi dia pakaian dan tidak menyembunyikan diri terhadap saudaramu sendiri! Pada waktu itulah terangmu akan merekah seperti fajar dan lukamu akan pulih dengan segera; kebenaran menjadi barisan depanmu dan kemuliaan TUHAN barisan belakangmu" dan seterusnya. Jadi berpuasa itu bukan hanya tidak makan atau tidak makan dan tidak minum, tapi lebih dari itu juga, bersama dengan itu kita melakukan tindakan-tindakan sosial, memberi kepada yang membutuhkan dan kita hidup dalam kekudusan, kebenaran dimana kita tidak menindas, tidak berbuat dosa dan inilah yang menjadi jiwa, esensi ataupun tujuan utama, ataupun menjadi roh dari berpuasa yang Allah kehendaki, yang berkenan di hati Allah.
Y: Sebetulnya puasa tidak bisa menggantikan hidup yang benar dan kudus sesuai firman Tuhan, ya Pak?
SK: Benar dan bukan hanya waktu kita berpuasa, Bu Yosie.
Y: Tepat.
SK: Kadang kita berpuasa langsung kudus dan saya jaga diri dan pembicaraan serta tindakan. Tapi setelah berpuasa lepas kendali itu juga bersalah kita. Justru ketika kita berpuasa kita memberi perhatian, tutur kata, pikiran dan tindakan kita, setelah berpuasa pertahankan. Jangan "bumi dan langit" antara saat berpuasa dan setelah berbuka puasa. Jadi kita pelihara irama kekudusan dan kebenaran Allah didalam diri kita.
Y: Tampaknya ini yang tidak dipahami atau kurang dipahami oleh sebagian orang percaya, karena saya banyak menerima masukan, curhatan, pertanyaan, "Bu, saya sudah berpuasa untuk misalnya rumah tangga saya dipulihkan, tapi istri saya atau suami saya tetap begini begitu". Seakan-akan kalau saya sudah berpuasa sebagai satu kepastian bahwa Tuhan itu pasti mendengarkan. Kalau tidak kita bisa menjadi kecewa bahkan bisa jauh dari Tuhan. Bagaimana Pak menanggapi pemikiran yang seperti itu?
SK: Memang tepat yang Ibu kritisi tentang peristiwa atau fenomena di sekitar kita itu kekeliruan, bahwa berpuasa itu bukan sarana kita untuk menjadi tuan bagi Tuhan kita. Kita tetap hamba, bahwa berpuasa itu bertujuan membawa kita dekat dengan Tuhan. Lewat puasa kita berkata, "Tuhan, aku lapar, aku haus akan makanan dan minuman tetapi aku mau berkata aku lebih lagi lapar dan haus akan kehadiran-Mu, keintiman dengan-Mu, makin serupa dengan Kristus." Itu yang paling utama dan kemudian kita punya tujuan lain, "Tuhan, aku berpuasa untuk masalahku, aku berpuasa untuk harapanku, aku berpuasa untuk pergumulanku". Kita juga berdoa minta pertolongan Tuhan, tetapi kalau Tuhan tidak memenuhi harapan dan doa kita, janganlah kemudian mengutuki Tuhan. Apalagi kecewa wajar, tapi bukan berarti kita menyalah-nyalahkan Tuhan. "Tuhan, aku sudah berpuasa". Dalam hal inilah tepat kisah nyata yang mewakili semangat yang benar ini, raja Daud. Raja Daud berdoa berpuasa untuk anak pertamanya dengan Batsyeba yang dikutuki lewat nabi Natan bahwa pasti akan mati, tapi Daud berdoa berpuasa agar tidak ada kematian, selamat. Sampai kemudian ternyata memang meninggal, ya sudah, tidak dipenuhi. Daud tidak uring-uringan, ia akhirnya kembali ke aktivitasnya makan minum dan beraktivitas, sekalipun tetap berduka, tapi dia tidak menyalah-nyalahkan Tuhan sekalipun sudah berdoa puasa untuk keselamatan jiwa dari anak bersama dari Batsyeba itu. Didalam berpuasa kita bisa perlu menyadari juga dinamika kita dalam menghadapi rasa lapar. Rasa lapar menjadi beban berat kalau kita normal. Saya mau membagikan, Bu Yosie, kalau kita lapar, kita bisa menyadari bahwa itu adalah seperti anak manja, hidup itu seperti sudah terpola, jam tertentu untuk makan. Kadang muncul sebuah asumsi yang keliru, kalau aku tidak makan tepat pada jam ini, hidupku akan kacau, aku tidak bisa melakukan apa-apa. Padahal lambung kita bisa kita arahkan, asal kita memang mau berpuasa bagi Tuhan. Ketika kita muncul rasa lapar, Bu Yosie, kita bisa berkata, "Hai, lambungku, kamu tidak apa-apa, kamu akan bisa menyesuaikan, aku tidak akan mengalami penderitaan yang berat apalagi kematian oleh karena tidak makan pada menit ini, oleh karena aku berpuasa". Kita akan alami bahwa beberapa menit kemudian rasa lapar itu akan pergi.
Y: Betul, seperti ada jam-jam kritis saja, asal kita bisa melewatinya, Oke saja.
SK: Bu Yosie mengalami sisi itu ya, termasuk kalau kita puasa normal dimana kita tidak makan tapi minum, kita bisa pilih minum air bening atau air putih sehingga rasa lapar kita itu bisa mereda dengan air yang masuk ke lambung kita.
Y: Pengetahuan akan dinamika rasa lapar bisa menolong kita untuk mengendalikan, menyiasati supaya kita bisa mengatasinya, menyelesaikan waktu berpuasa kita.
SK: Betul, betul. Dalam hal ini juga bisa kita bisa gunakan, Bu Yosie, untuk waktu kita biasanya makan, di jam makan kita ketika kita berpuasa, kita justru gunakan untuk berdoa kepada Tuhan atau kita mungkin merenungkan bagian firman tertentu, meditasi firman, berdoa.
Y: Mendengarkan pujian, menyanyi.
SK: Tepat, mendengarkan pujian, menyanyi, memuliakan Tuhan termasuk juga didalam aktivitas pun kita tetap bukan berarti kalau berpuasa harus berhenti bekerja. Kita bisa tetap beraktivitas normal, baik sebagai pelajar, mahasiswa, ibu rumah tangga atau pun kita yang bekerja di kantor, bekerja di lapangan sambil kita tetap di saat tertentu kita mengingat, "Tuhan aku sedang berpuasa". Kita mungkin punya pokok-pokok doa tertentu, tidak apa-apa, sambil kita beraktivitas, mengendarai kendaraan motor atau mobil atau sepeda, kita berdoa untuk pokok doa itu. Suasana jiwa, pikiran, perasaan kita dengan keintiman dengan Tuhan ditengah aktivitas. Itulah kemerdekaan, Bu Yosie, puasa menurut Alkitab, puasa Kristiani. Itu merdeka.
Y: Tidak terbatasi ruang dan waktu, begitu ya Pak, apa saja kita bisa tetap sambil berkomunikasi dengan Tuhan.
SK: Betul, tetapi memang baik ada jeda tertentu, ada 2 atau 5 menit dimana memang jam makan kita, tetap fokus untuk berdoa tersebut.
Y: Indah dan kaya apa yang Alkitab ajarkan tentang puasa.
SK: Betul, maka didalam hal ini juga, Bu Yosie, kita perlu memerhatikan ketika hendak berpuasa, jangan kita akhiri dengan makan yang sangat banyak. Wah, ini aku besok puasa, makan yang sekenyang-kenyangnya, sebanyak mungkin supaya besok aku kuat. Malah sebaliknya, itu akan membuat kalau kita misalnya makan terakhir malam hari, besok paginya justru kelaparan. Maka itu kalau kita berpuasa sebaiknya makan malah dikurangi porsinya, jangan dikenyang-kenyangkan. Apalagi terutama puasa yang beberapa hari, justru 2 hari terakhir disarankan untuk mengurangi porsi. Makan yang terakhir lebih baik sayur dan buah, untuk menolong serat terpenuhi sehingga pada waktu kita menjalani puasa, di hari pertama, buang air besarnya lancar.
Y: Bisa tetap normal.
SK: Karena serat yang terakhir ada di lambung kita. Kemudian yang lain lagi, Bu Yosie, tentang perjalanan berpuasa, saya mengalami dan juga saya melihat sekian orang gentar untuk berpuasa, "Wah, ini mau minggu sengsara Yesus, berpuasa tidak makan pagi, tidak makan siang, makan malam, wah berat. Tuhan biarlah cawan ini segera berlalu". Begitu selesai memasuki hari Minggu Paskah, lega tunggu tahun depan. Akhirnya puasa bukan lagi sebuah gaya hidup, "Kita puasa seminggu sekali ! Ah terlalu berat, tidak, itu ‘kan tidak diperintahkan, tidak ada perintah di Alkitab, ya sudah tidak usah dilakukan, tunggu Minggu sengsara Yesus." Bisa disiasati begini, karena semangat kemerdekaan puasa kristiani atau menurut Alkitab, kita bisa menjadikan kebiasaan itu dalam bentuk menunda jam makan, biasanya makan pagi kemudian makan siang. Makan siang biasanya jam 12.00, ditunda menjadi jam 14.00 siang. Jadi menggeser saja, ‘kan menderita, lapar ‘kan. "Tuhan, ini jamnya makan, aku berkata aku lebih lagi lapar akan Engkau, kehadiran-Mu, pertolongan-Mu". Tidak apa-apa 2 jam saja, menunda jam makan, atau kita mau membuat seminggu 2x, nanti hari yang berikutnya, kita menunda lagi 2 jam, 2 jam. Digeser menjadi jam 16.00, kemudian jam 18.00. Itu bertahap, dan saya mengalaminya, berproses, berbulan-bulan, bertahun-tahun sampai akhirnya 16 jam berpuasa tidak makan tapi tetap minum air bening. Itu bukan lagi penderitaan, masih bisa dinikmati keintiman dengan Tuhan. Memang ada manfaat sampingan.
Y: Apa itu, Pak?
SK: Lebih dari sekadar langsing, kesehatan tubuh. Kalau kita mungkin sudah pernah mendengar "intermittent fasting".
Y: Seperti apa, Pak, pernah dengar tapi kurang mengerti.
SK: Artinya, puasa di masa jeda, artinya, prinsipnya puasa tidak makan tapi tetap bisa minum air bening atau air putih selama rentang 16 jam dan itu memang ditemukan sekian banyak orang di dunia yang melakukan itu, tubuhnya makin sehat, karena memang ada prinsip tanah pertanian memunyai masa tidak ditanami supaya tanah bisa istirahat, restorasi.
Y: Mengeluarkan humusnya ?
SK: Tepat, mengeluarkan zat-zat kesuburannya. Di Alkitab pun kalau kita baca di Perjanjian Lama, ada tahun Yobel, ada tahun sabat, tidak boleh ditanami, itu benar juga bukan hanya secara spiritual, juga secara fisiknya tanah. Tanah mengalami restorasi. Lambung juga butuh restorasi, ketika kita tidak makan minimal selama 16 jam, lambung kita istirahat, sisa-sisa makanan yang masih ada di lambung, itulah yang akan dikunyah, dicerna oleh lambung sehingga lambung menjadi bersih. Potensi-potensi tumor, kanker lambung akan semakin diperkecil dan dengan minum air putih, ginjal kita dibersihkan. Ada makna ganda, tetap semangat kita, semangat spiritual, intim dengan Tuhan tetapi mengapa tidak juga kita mendapatkan manfaat secara tubuh, kesehatan tubuh juga sangat penting. Itu juga rohani, "Kasihilah Tuhan dengan segenap kekuatanmu, jiwamu, akal budimu, dengan segenap tubuh kita. Muliakan Tuhan dengan tubuhmu". Kesehatan tubuh itu penting. Jadi kalau disiasati waktu, misal makan terakhir kita jam 20.00, makan berikutnya jam 12.00 siang.
Y: Tidak terlalu berat ya, Pak. Cuma melewati "breakfast".
SK: "Breakfast" artinya memecah puasa. "Breakfast"nya, buka puasanya jam 12.00 siang. Malah itu bagus bila kita lakukan seminggu beberapa kali.
Y: Baiknya berapa kali seminggu ?
SK: Bisa, malah kalau mau seminggu 5x. Intermittent fasting, makan terakhir jam 20.00, itu artinya bukan makan, terakhir makan jam 20.00 tapi kalau bisa lebih awal, mengapa tidak? Kita isi dengan air putih atau air bening, itu tubuh menjadi baik. Memang catatan-catatan dari pegiat puasa, orang-orang yang rajin berpuasa, puasa menjadi gaya hidup, itu bukan hanya jiwanya lebih segar, lebih sabar, lebih punya daya resiliensi, daya ketangguhan, malah menemukan di hari-hari awal puasa, seperti pusing, tidak enak, itu sebenarnya detoksifikasi, racun dibuang dari tubuh kita. Hari-hari berikutnya ada saatnya memang lelah jam-jam tertentu, tinggal sebenarnya diberi air minum, kelelahan itu berkurang. Tinggal diperlambat gerak tubuh kita, ketika melemah kita melambatkan gerak tubuh kita, tubuh menyesuaikan. Ada saatnya benar-benar merasa lelah, tidurlah ! Memang ketika bukan jam kerja, seperti itu dan akhirnya hari-hari yang berikutnya ketika orang puasa beberapa hari, seperti tubuh itu ringan, pikiran jernih dan itulah orang merasa kemerdekaannya berpuasa. Puasa normal tentunya, masih minum air bening atau air putih. Setelah kita mengakhiri puasa, inilah kesempatan kembali untuk membangun pola makan yang sehat, biasanya lambung akan mengecil. Dulu makan 1 piring rasanya kurang tetapi kalau kita biasa berpuasa, lambung mengecil, makan 1 piring kenyang sekali. Tidak apa-apa sesuaikan, biasanya pola umum dialami makan itu untuk buang stres.
Y: Kenikmatan yang semu.
SK: Orang semakin stres memang butuh glukosa. Tanpa sadar orang larinya makan, lambung semakin besar, akhirnya kita perlu belajar managemen stres yang sehat, bukan lari ke makan.
Y: Tapi tadi dengan mengolah jiwa kita, dengan berpuasa itu juga salah satu manajemen stres kita, begitu ya Pak.
SK: Tepat, selain tentu butuh manajemen stres yang lain. Ketika tertekan, bukan melihat makanan sebagai satu-satunya kompensasi, kita bisa menyembah Tuhan, sharing, berdoa, aktivitas di luar ruangan sehingga tidak selalu harus identik, stres – makan, stres – makan, sehingga puasa seperti sebuah beban yang besar.
Y: Penjara ! Ya, ya, jujur saya juga kadang kalau mau berpuasa, bebannya, bisa atau tidak ya? Kuat atau tidak, ya? Kalau dijalani, niat, pasti kuat.
SK: Sisi yang lain, Bu Yosie, tentang batal puasa. Aduh, aku lapar sekali, susah, aduh, Tuhan ampuni, aku makan ya sekarang. Puasanya batal, berarti doanya batal. Tidak ada istilah kegagalan dalam Kristus, dalam puasa secara Kristiani. Maksudnya begini, kalau memang kita sudah menetapkan jam 12 baru makan, eh jam 10 sudah menderita akhirnya mengalah, ya sudahlah makan. Jangan dengan rasa bersalah yang berlebihan.
SK: Tepat, jangan menghakimi diri, dasar tidak rohani. Kamu kedagingan, Tuhan kita bukan Tuhan yang legalistik, Tuhan melihat semangat kita, kalau pun kita berhenti di tengah jalan, jangan kemudian menghukum diri berlebihan, mengaku, "Tuhan, aku tidak bisa menyelesaikan dan aku bersyukur dan aku tetap berdoa untuk pokok doa itu, atau aku tetap menjaga kekudusan bulanan. Kita bisa bertahap meningkatkan jam puasa kita itu.
Y: Menarik sekali, ya Pak. Ternyata berpuasa itu sesuatu yang utuh, sebetulnya tidak hanya rohani tapi juga jiwa dan fisik atau tubuh. Bermanfaat ! Roh, jiwa dan tubuh.
SK: Berkenaan tentang tubuh ini, Bu Yosie, ada tips juga yang bisa kita perhatikan. Saat buka puasa, jangan makan banyak, jadi bertahap apalagi kalau puasa kita itu adalah puasa yang satu hari penuh atau beberapa hari.
Y: Seperti tiga hari tadi.
SK: Kita bertahap, minum sari buah atau juice, sayur, bertahap, berapa jam lagi makan lagi yang lain, yang intinya lambung ini jangan dibuat terkejut. Kemudian juga yang pedas, yang asam, jangan itu malah itu iritasi lambung. Kita perlu berhikmat ketika kita mau mengawali puasa dan mengakhiri puasa, ada strategi kecil yang perlu kita pahami dan kita aplikasikan supaya kesehatan tubuh kita.
Y: Tidak terabaikan.
SK: Tepat.
Y: Karena memang banyak sekali alasan orang tidak berpuasa, asam lambung, mana mungkin? Tidak bisa saya, tidak kuat, begitu Pak.
SK: Justru kalau saya telusuri informasi tentang orang berpuasa dan orang yang mengalami sakit lambung, malah sakit lambung bisa disembuhkan dengan puasa.
Y: Manfaat yang luar biasa, karena asam lambung itu susah sembuh sebetulnya.
SK: Memang kalau mau lebih jauh, karena saya bukan orang medis, bisa berkonsultasi ke dokter, tapi dari informasi umum yang saya telusuri muncul data-data hasil riset empiris, yang menyimpulkan malah puasa yang benar, puasa yang sehat, puasa yang teratur, menyembuhkan sakit maag atau sakit lambung, karena lambung itu karena pola makan yang tidak beraturan. Dengan kita puasa dengan teratur, secara sederhana, lambung ini diatur kembali, didisiplin, kapan makan, kapan berhenti makan, tidak sekehendak emosi atau suasana hati kita yang naik turun itu.
Y: Mungkin di akhir dari bagian kedua ini, Pak Sindu boleh memberikan kesimpulan yang membuat kita semakin mantap, mau terdorong untuk ambil bagian dalam disiplin rohani puasa.
SK: Baik, sebelum itu saya mau tambahkan tips kecil yaitu tetap memang ada beberapa orang yang dilarang berpuasa, yaitu ibu yang sedang mengandung, yang mengalami menstruasi tidak beraturan, mengalami diabetes, mengalami sakit jantung, sakit-sakit tertentu, silakan lebih jauh lagi cek ke dokter secara langsung, bertanya apakah kondisi medis saya atau kesehatan tubuh saya demikian masih bisa puasa tidak, atau masih bisa ‘intermittent fasting’ itu tadi, puasa 16 jam, silakan dikonsultasikan. Kembali kepada yang disampaikan oleh Bu Yosie, poinnya adalah mari akrabi puasa, sebagaimana doa, merenungkan firman, memberi kepada pekerjaan Tuhan atau orang lain, atau memberi sedekah itu adalah bagian yang kita terima, maka puasa itu juga perlu kita rangkul karena itu menjadi bagian yang setara dengan pola hidup rohani, formasi spiritualitas, tertib rohani, disiplin rohani yang Tuhan juga nyatakan, termasuk di Perjanjian Baru. Mari rayakan kemerdekaan berpuasa, bukan lagi melihat puasa sebagai penghukuman atau sebagai beban berat, sebagai penjara, tapi sebagai pintu kemerdekaan secara tubuh, jiwa, secara spiritual kita.
Y: Puji Tuhan, luar biasa ya ternyata Tuhan itu tawarkan, kehendaki kita hal yang kaya. Terima kasih banyak, Pak Sindu, untuk penjelasannya yang luar biasa di bagian satu dan bagian dua.
Baik, para pendengar sekalian, terima kasih, Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bapak Ev. Sindunata Kurniawan, M.K., M.Phil. dalam acara Telaga (TEgur sapa gembaLA keluarGA), kami baru saja berbincang-bincang tentang "Puasa Menurut Alkitab" bagian kedua. Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini, silakan menghubungi kami lewat surat ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK), Jl. Cimanuk 56 Malang. Anda juga dapat mengirimkan email ke telaga@telaga.org; kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org; saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan. Akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara Telaga yang akan datang.