oleh Pdt. Dr. Paul Gunadi
Kata kunci: Melalui penderitaan Tuhan mengajar kita takut dan mengenal Dia, hidup bijak, bertumbuh dewasa, hubungan dengan kita menjadi hubungan pribadi.
TELAGA 2022
Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi di mana pun Anda berada. Kita bertemu kembali dalam acara TELAGA (TEgur Sapa GembaLA KeluarGA). Acara ini diselenggarakan oleh Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) bekerjasama dengan radio kesayangan Anda ini. Saya, Necholas David, akan berbincang-bincang dengan Bapak Pdt. Dr. Paul Gunadi, seorang pakar dalam bidang konseling. Perbincangan kami kali ini tentang "Penderitaan dan Kemarahan Allah". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
ND: Pak Paul, mengapa kita perlu mengangkat topik tentang kemarahan kalau mendengar manusia marah, kita sudah merasa takut, apalagi ini kita berbicara tentang Tuhan yang marah.
PG: Begini, Pak Necholas, kita ini tidak bisa hidup terlepas dari penderitaan, selama kita hidup dalam dunia, kita akan harus bersinggungan dengan penderitaan, ada kalanya kita menderita akibat perbuatan sendiri, tapi kadang kita menderita akibat perbuatan orang lain atau kadang kita menderita akibat misalkan bencana alam, namun kita juga mesti menerima kenyataan bahwa adakalanya kita menderita akibat hukuman Allah atau kemarahan Allah. Nah, kita memang tidak suka membicarakan tentang hukuman apalagi hukuman Allah, Pak Necholas, kita lebih suka berbicara tentang berkat dan kasih Allah. Hukuman membuat kita menderita dan kita tidak suka atau tidak ingin mengaitkan Tuhan yang pemurah dan penyayang dengan Tuhan yang menghukum dan membuat kita menderita. Namun bila kita memelajari firman Tuhan dengan seksama kita akan dapati bahwa Allah yang pemurah dan penyayang adalah Allah yang dapat marah dan menghukum pula, membuat kita menderita. Maka pada kesempatan ini kita akan melihat hubungan antara penderitaan dan kemarahan Allah, bukan untuk menakuti melainkan untuk mengajar kita hidup bijak yang didasari atas takut dan pengenalan akan Tuhan.
ND: Jadi topik hari ini kita berbicara terutama tentang penderitaan yang asalnya ini karena dosa-dosa dan pelanggaran kita yang akhirnya membuat Tuhan menghukum kita.
PG: Betul sekali, Pak Necholas, jadi salah satu penderitaan yang kita alami adalah penderitaan yang lahir dari perbuatan yang kita lakukan dan keputusan yang kita ambil yang tidak berhikmat. Firman Tuhan di Amsal 9:10 berkata, "Permulaan hikmat adalah takut akan TUHAN, dan mengenal yang Mahakudus adalah pengertian". Berlandaskan firman Tuhan ini dapat kita simpulkan bahwa kebanyakan perbuatan tidak berhikmat yang kita lakukan dan keputusan tidak berhikmat yang kita ambil berasal dari dua sumber, yaitu tidak takut akan Tuhan dan yang kedua tidak mengenal Tuhan.
ND: Boleh Pak Paul memberi contoh seperti apa perbuatan yang tidak berhikmat yang kita lakukan, juga keputusan yang tidak berhikmat?
PG: Misalkan kita sudah tahu bahwa berjudi adalah sebuah perbuatan yang tidak berhikmat dan ini bisa merugikan diri kita, merugikan orang-orang yang menjadi tanggungan kita dan mengasihi kita, tapi kita tetap melakukannya. Keputusan ini keputusan yang memang tidak berhikmat dan akhirnya melahirkan penderitaan dalam hidup kita, misalnya oleh karena kita terlibat utang maka kita mengalami kebangkrutan, dan karena kita mengalami kebangkrutan, keluarga kita menderita dan kita pun akhirnya juga turut menderita. Nah, kalau saja kita takut Tuhan dan kalau saja kita mengenal Tuhan dengan tepat bahwa Dia bukanlah Tuhan yang memang mengizinkan kita berjudi, bahwa Dia adalah Allah yang memelihara hidup kita tapi menuntut kita hidup benar, kalau saja kita takut akan Tuhan bahwa Dia sanggup menghukum kita, kita tidak melakukan perbuatan itu. Kita akhirnya terhindar dari penderitaan itu.
ND: Pada waktu Tuhan menghukum kita, sebetulnya apa saja tujuan dari Tuhan mengingatkan kita, memberi hukuman pada kita? Apa yang Tuhan ingin capai dengan melakukan hal tersebut?
PG: Untuk mengajar kita takut Tuhan dan mengenal-Nya, adakalanya Tuhan menghukum kita dan membuat kita menderita. Lewat penderitaan yang kita alami kita diberikan kesempatan untuk hidup bijak. Inilah tujuan dari penghukuman dan penderitaan yang Tuhan berikan kepada kita. Yah, terlalu banyak kesalahan dan penderitaan yang kita timbulkan karena kita tidak takut Tuhan dan tidak mengenal Tuhan. Terlalu banyak kerusakan dalam hidup termasuk kerusakan relasi yang kita hasilkan karena kita tidak takut Tuhan dan tidak mengenal-Nya. Seperti contoh tadi yang saya sudah berikan, Pak Necholas, tentang perjudian, bila kita akhirnya terlibat dalam judi, utang, tidak bisa bayar, mengalami kebangkrutan, membuat keluarga kita menderita dan hidup kita pun akhirnya juga menderita, nah itu adalah penderitaan yang Tuhan izinkan menimpa kita untuk mengajar kita sekaligus juga untuk membuat kita jera, bertobat, untuk kita tidak lagi mengulang perbuatan kita itu.
ND: Tadi Pak Paul sempat kutip dari Amsal juga berbicara tentang kerusakan relasi. Saya teringat bahwa di Amsal ini banyak pasal-pasal yang berbicara bagaimana kita berhubungan dengan orang lain, bagaimana kita menjawab orang lain. Apakah maksud Pak Paul disini penderitaan itu atau kerusakan relasi yang timbul dari perbuatan kita juga adalah hal-hal yang bersifat sikap kita atau perilaku kita atau ucapan kita terhadap orang lain yang mungkin tingkat kefatalannya kurang dibandingkan seperti tadi perjudian, ya.
PG: Yang saya maksud dengan relasi, kerusakan relasi maksudnya adalah oleh karena ulah kita maka kita menimbulkan kerusakan atau penderitaan didalam relasi kita dengan orang-orang di sekitar kita. Ini bisa memang disebabkan oleh berbagai faktor atau perbuatan. Bisa jadi karena kata-kata kita, bisa juga karena tindakan kita, pada akhirnya yang menjadi korban adalah orang-orang di sekitar kita yang memunyai relasi dengan kita. Dengan kata lain, akhirnya kita mengorbankan mereka oleh karena perbuatan kita itu.
ND: Dampak dari perbuatan kita ini tidak hanya kita sendiri yang dihukum Tuhan, tetapi orang di sekeliling kita juga merasakan dampaknya.
PG: Yang sebetulnya menjadi sasaran kemarahan Tuhan tapi orang-orang di sekitar kita turut menderita oleh karena perbuatan kita. Mereka bukanlah sasaran kemarahan Tuhan, bukan! Mereka bukanlah menjadi objek penghukuman Tuhan, bukan! Kita yang menjadi objek penghukuman Tuhan namun karena mereka terlibat dalam hidup kita, bagian dari hidup kita maka pada waktu kita menerima hukuman Tuhan, mereka akhirnya turut terbawa. Sebagai contoh, tadi sudah saya singgung, misalkan kita kehilangan rumah, bangkrut, oleh karena uang kita habis di meja judi dan kita memunyai utang besar kepada orang. Bukankah satu keluarga menderita dan mereka juga harus kehilangan barang-barang yang tadinya kita miliki karena harus kita jual. Mereka tambah menderita atau mereka harus pindah rumah, pindah sekolah, anak-anak kita harus tukar teman karena tidak bisa lagi berteman dengan teman-temannya, semua itu menunjukkan akhirnya mereka ikut menanggung akibat dari perbuatan kita. Sekali lagi saya tekankan, mereka bukanlah objek penghukuman Tuhan atau kemarahan Tuhan. Kitalah yang menjadi objek kemarahan dan penghukuman Tuhan tapi karena mereka terlibat dalam kehidupan kita, mereka juga akhirnya ikut harus menanggung dampak itu.
ND: Maksud Pak Paul disini ketika kita sudah berdosa kemudian melakukan hal yang melanggar perintah Tuhan, Tuhan ingin kita sadar bahwa dengan melihat penderitaan yang ada dalam diri kita, dalam diri orang lain, akhirnya kita belajar untuk hidup bijak, untuk memerbaiki kelakuan kita.
PG: Betul, betul, jadi waktu kita akhirnya melihat dampak perbuatan kita yang begitu besar, yang begitu menyakitkan, harapan Tuhan adalah dan harapan orang lain juga tentu sama, yaitu kita sadar, kita akhirnya bertobat dan kita berjanji tidak mengulang lagi perbuatan kita.
ND: Selain kita bisa lebih bijak dalam menjalani hidup ini, apalagi tujuan Tuhan ketika Tuhan memberikan hukuman kepada kita?
PG: Tujuan lain mengapa Tuhan menghukum dan tega membuat kita menderita adalah karena Ia ingin kita bertumbuh dewasa. Kedewasaan berkaitan erat dengan tanggungjawab, sebaliknya ketidakdewasaan dikaitkan dengan tidak bertanggungjawab. Sewaktu Tuhan menghukum dan membuat kita menderita sesungguhnya Dia tengah mendidik kita untuk bertanggungjawab atas perbuatan yang kita lakukan dan keputusan yang kita ambil. Jadi selain untuk mengenal-Nya dapat kita simpulkan bahwa semua hukum Tuhan dan konsekwensi pelanggaran yang diberikan Tuhan kepada kita adalah untuk mendewasakan kita. Dia ingin agar kita bukan saja tahu tapi juga siap untuk menanggung akibat pelanggaran yang kita lakukan. Didalam relasi dengan-Nya, Tuhan menghendaki kita menjadi anak yang percaya dan tulus, seperti anak kecil. Dalam relasi dengan dosa dan kehidupan, Tuhan menghendaki kita menjadi dewasa artinya tahu mana benar mana salah, serta siap menanggung akibatnya. Itu sebab Tuhan tidak segan menghukum dan membuat kita menderita agar kita bertumbuh dewasa. Tidak ada jalan yang lebih efektif membuat kita dewasa selain jalan penderitaan. Didalam penderitaan kita dipaksa untuk melihat diri dan melihat Tuhan sebagaimana dialami misalkan oleh Yunus didalam perut ikan, dia dipaksa melihat dirinya yang memberontak terhadap perintah Tuhan dan dia dipaksa melihat Tuhan yang berkuasa bukan saja atas hidupnya, tetapi juga atas kehidupan ini.
ND: Wah, menarik sekali yang disampaikan Pak Paul, tadi Pak Paul sampaikan bahwa dalam relasi kita dengan Tuhan, Tuhan ingin kita seperti seorang anak, percaya dan tulus tetapi dengan relasi dengan dosa dan kehidupan, justru Tuhan menghendaki kita menjadi dewasa. Ini seolah-olah dua hal yang bertentangan, di satu sisi Tuhan ingin kita menjadi seperti anak, tapi di sisi lain kita diharapkan menjadi orang dewasa.
PG: Kita mungkin mengingat perkataan Tuhan Yesus, Dia menghendaki kita tulus seperti merpati tetapi juga cerdik atau bijaksana seperti ular. Dalam hidup ini kita memang diminta Tuhan menjadi anak kecil dalam relasi kita dengan-Nya. Kita percaya pada perkataan-Nya, kita pegang janji-Nya, kita tulus, kita tidak menyembunyikan apa-apa, kita tidak punya motif lain pada waktu kita datang kepada Tuhan, apa adanya benar seperti seorang anak kecil, datang kepada Bapa. Namun dalam relasi dengan dosa dan kehidupan, Tuhan mau kita dewasa tahu mana benar, mana salah serta siap menanggung akibatnya. Nah, dalam rangka mendewasakan kita, Tuhan tidak segan menghukum kita, membuat kita menderita agar kita bertumbuh dewasa.
ND: Jadi bisa dikatakan ketika kita memandang hukuman Tuhan dan penderitaan yang kita alami, Tuhan itu seperti seorang Bapa atau Orangtua bagi kita yang sengaja membiarkan anak-Nya menderita demi supaya anak-Nya bisa bertumbuh dewasa dan bisa membedakan, mana yang benar mana yang salah dan bersedia untuk bertanggungjawab.
PG: Betul, tadi saya singgung contoh tentang nabi Yunus, sewaktu dia dalam perut ikan, dia harus tidak bisa tidak melihat dirinya, perbuatannya, ketidaktaatannya, maka di dalam perut ikanlah dia berdoa, datang ke hadapan Tuhan, dia kembali memohon kemurahan Tuhan baginya. Nah, kalau sampai Yunus tidak dilempar ke laut dan ditelan oleh ikan, dia tidak akan sadar, dia tidak akan bertumbuh. Dia tetap menjadi seorang anak yaitu dia tetap menjadi seorang anak kecil dalam hal dosa dalam pengertian, dia suka dia lakukan, dia tidak suka dia tidak mau melakukan. Dia harus menjadi seorang anak yang patuh, Tuhan mau kita anak, tapi Dia juga mau kita menjadi anak yang patuh. Itu sebab Tuhan terpaksa memberikan hukuman kepada nabi Yunus. Dia harus ditelan, dia harus mendekam dalam perut ikan, dalam kesusahannya itulah, dia akhirnya bertobat, dia menjadi dewasa.
ND: Belajar dari nabi Yunus yang diberikan hukuman oleh Tuhan, nabi Yunus akhirnya belajar untuk hidup bijak, juga belajar untuk lebih dewasa. Apakah ada tujuan lain yang Tuhan ingin capai dengan memberikan penderitaan kepada nabi Yunus atau kepada kita, sebagai manusia, orang percaya yang selalu mau bersandar kepada Tuhan?
PG: Tujuan lain mengapa Tuhan menghukum dan membuat kita menderita, yaitu Dia ingin agar hubungan Tuhan dengan kita menjadi hubungan pribadi. Kitab Ratapan adalah salah satu bukti dan contoh dari kebenaran pemahaman ini bahwa Tuhan yang Pemurah dan Penyayang, dapat menjadi Tuhan yang murka dan menghukum, yang membuat kita menderita. Yeremia meratap pada waktu melihat apa yang terjadi pada umat-Nya. Tuhan menghukum Israel lewat bangsa Babel yang kejam, untuk sementara Babel menjadi tangan Allah yang murka. Nah, didalam bukunya "Five Smooth Stones for Pastoral Work" Eugene H. Peterson, seorang mantan Gembala Sidang menekankan bahwa murka Allah adalah bukti kasih Allah. Ia marah karena Ia peduli dan Ia peduli karena relasi-Nya dengan umat-Nya adalah relasi yang pribadi. Begitu pribadinya sehingga Ia, Tuhan, dapat tersakiti dan dibuat marah oleh kita, umat-Nya. Tuhan tidak akan menerima upaya manusia untuk menjadikan-Nya Allah yang tidak pribadi, Allah yang impersonal. Dia adalah Allah yang personal, pribadi, begitu personalnya sehingga Ia rela mati untuk kita. Tidak heran Ia pun menuntut kita untuk memerlakukan-Nya secara pribadi. Kemarahan-Nya adalah reaksi dari rasa sakit dan terluka yang dialami-Nya oleh karena perbuatan kita. Pak Necholas pasti bisa mengerti, kita orang yang berkeluarga, kita memunyai istri, kita memunyai anak dan bisa kita katakan hubungan kita dengan pasangan kita dan anak-anak kita adalah hubungan yang paling pribadi, paling personal. Kita bisa juga berkata bahwa luka yang paling dalam itu adalah luka yang ditimbulkan oleh perbuatan pasangan kita atau pun anak kita, karena mereka memunyai hubungan yang pribadi dengan kita. Nah, Tuhan menjalin hubungan pribadi dengan kita. Tuhan bukan di atas sana, kita di bawah sini dan hanya sekali-sekali saja ada kontak, tidak! Kita memanggil kita anak, kita dilibatkan, dimasukkan kedalam relasi yang pribadi, itu sebab Dia juga bereaksi secara pribadi, Dia bereaksi secara personal. Dia bisa marah, waktu Dia marah Dia menghukum kita. Itu menjadikan relasi kita pribadi. Sewaktu kita menderita akibat hukuman atau kemarahan Tuhan, di saat itulah kita diingatkan bahwa relasi kita dengan Tuhan, ini relasi yang sangat pribadi. Benar-benar Dia Bapa dan benar-benar kita adalah anak, maka Dia bisa menghajar kita sebagaimana bapa menghajar anak.
ND: Indah sekali apa yang Pak Paul sampaikan, bahwa kemarahan Tuhan justru adalah cara Tuhan untuk membuat kita memunyai hubungan yang lebih dekat lagi dengan Dia. Sama seperti kita marah kepada anak, tentu kita tidak berharap anak menjadi takut atau tidak pernah berhubungan lagi dengan kita, tapi justru dengan kemarahan itu anak dengan kita menjadi lebih dekat. Ini gambaran yang sangat indah, Pak Paul.
PG: Ya, Pak Necholas, sebab kita mesti mengakui sebagai orang tua, pada waktu kita marah kita menghukum anak, tidak bisa kita sangkali perasaan kita terlibat secara mendalam, tidak heran banyak kali pada waktu kita menghukum anak, perasaan kita tercabik-cabik. Perasaan kita seperti terobok-obok, kita merasa sedih, merasa malu, kita merasa bersalah, kita merasa kasihan disamping kita merasa marah. Jadi benar-benar pada waktu kita marah menghukum anak, kita sendiri pun membuat perasaan kita menjadi begitu pribadi dengan anak. Sama seperti anak, pada waktu dia menerima hukuman kita, dia mungkin marah kepada kita, karena dia juga merasa disakiti oleh kita yang dekat dengannya. Kemarahan Tuhan, penghukuman Tuhan membawa kita masuk kedalam relasi dengan-Nya yang personal, yang pribadi sekali, itu sebab Tuhan tidak segan-segan marah dan menghukum kita kalau memang itulah yang perlu kita terima dari-Nya.
ND: Boleh kita katakan bahwa hukuman Tuhan itu adalah sesuatu yang sementara, tapi dibalik itu yang ada pada diri dan maksud Tuhan itu adalah Tuhan ingin menunjukkan betapa Dia mengasihi kita.
PG: Betul sekali, jadi didalam murka Tuhan, ini pasti, ini bukan kadang-kadang, bukan untuk orang-orang tertentu, tidak! Setiap kali didalam murka Tuhan kita akan melihat kasih-Nya dan kita akan menerima pengampunan dan penebusan-Nya. Tuhan menghukum dan membuat kita menderita tapi hukuman dan penderitaan bersifat sementara, sebaliknya kasih dan berkat-Nya adalah selamanya, sebagaimana diingatkan oleh Pemazmur pasal 103:9-10, "Tidak selalu Ia menuntut, dan tidak untuk selama-lamanya Ia mendendam. Tidak dilakukan-Nya kepada kita setimpal dengan dosa kita dan tidak dibalas-Nya kepada kita setimpal dengan kesalahan kita". Tuhan menghukum dan membuat kita menderita supaya kita hidup bijak. Tuhan menghukum dan membuat kita menderita agar kita bertumbuh dewasa. Tuhan menghukum dan membuat kita menderita supaya hubungan-Nya dengan kita menjadi hubungan yang pribadi. Jadi dapat kita lihat, Pak Necholas, tidak ada niat jahat sedikit pun pada Tuhan pada waktu Ia menghukum dan membuat kita menderita. Walau Dia marah tidak pernah sekali pun kemarahan-Nya terlontar diluar kendali atau kerangka kasih. Mengetahui hal ini, kita tenang, Pak Necholas. Di saat kita menderita, menanggung hukuman Tuhan, kita tahu Dia tetap menyayangi kita, Dia marah, betul, tapi Dia tidak membuang kita. Itu sebab kita dapat menghampiri-Nya, kita tahu tanpa ragu bahwa Dia akan membuka tangan-Nya dan menerima kita kembali. Pada waktu Tuhan marah, kita dapat menjauh dari-Nya atau justru mendekat kepada-Nya. Iblis akan menyuruh kita menjauh karena itulah harapannya, supaya putus hubungan kita dengan Tuhan. Jangan dengarkan, sebaliknya mendekatlah, jangan biarkan hubungan kita dengan Tuhan terputus, tidak pernah dan tidak akan Ia menolak orang yang bertobat.
ND: Jadi Tuhan memberikan hukuman tetapi Tuhan akan selalu membuka Dirinya kepada orang yang ingin bertobat.
PG: Betul sekali, Pak Necholas, itu sebabnya waktu Yeremia melihat kemarahan Tuhan, hukuman Tuhan atas bangsanya, dia menangis tapi waktu dia menangis dia tidak putus asa, dia tetap berharap dan berseru sebagaimana dicatat di Ratapan 3:22-23, "Tak berkesudahan kasih setia TUHAN, tak habis-habisnya rahmat-Nya selalu baru tiap pagi; besar kesetiaan-Mu". Indah sekali, Tuhan yang menghukum, Tuhan yang akan mengampuni, Tuhan yang menghancurkan, Tuhan yang akan merestorasi, membangun kembali sesuatu yang lebih indah daripada yang sebelumnya.
ND: Tentunya Tuhan juga berharap kita tidak lagi melakukan kesalahan yang sudah kita lakukan, yang membuat kita menderita dan membuat Tuhan juga sedih melihat kita.
PG: Betul, jadi terpenting jangan kita berdosa lagi. Jangan melukai hati Tuhan dan membuatnya marah. Jangan sampai kita menanggung hukuman Tuhan dan menderita dibawah murka-Nya. Waktu kita membaca firman Tuhan, membaca kata "takut akan Tuhan", benar-benar kita harus takut, bukan hanya menyegani Tuhan, bukan! Bukan hanya menghormati Tuhan, benar-benar kita mesti takut karena Allah sanggup marah dan menghukum kita. Jauhkanlah diri dari dosa, buatlah perbuatlah hal-hal yang menyenangkan hati Tuhan, bukan hal-hal yang membuat Tuhan marah.
ND: Baik, Pak Paul, terima kasih banyak atas pemaparan yang begitu indah yang mengingatkan kita penderitaan yang kita alami yang berasal dari kesalahan kita sendiri, itu kita lakukan. Tuhan menghukum tapi Tuhan memunyai tujuan yang indah dibalik hukuman tersebut.
Para pendengar sekalian, terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bapak Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara Telaga (TEgur sapa gembaLA keluarGA), kami baru saja berbincang-bincang tentang "Penderita dan Kemarahan Allah". Jika Anda berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini, silakan menghubungi kami melalui surat ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK), Jl. Cimanuk 56 Malang. Anda juga dapat mengirimkan email ke telaga@telaga.org; kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org; saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan. Akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara Telaga yang akan datang.