Saudara-saudara pendengar yang kami kasihi dimanapun Anda berada, Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen, akan berbincang-bincang dengan Bp. Heman Elia, M.Psi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Menghitung Pengorbanan Orang Tua", kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian, dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
Lengkap
GS : Pak Heman, membaca atau memikirkan tentang judul atau topik perbincangan kita pada saat ini, saya itu jadi berpikir apakah pengorbanan orang tua itu bisa dihitung begitu Pak, kok ada judul perbincangan seperti ini?
HE : Ini sebetulnya bukan di dalam pengertian yang kuantitatif atau kita benar-benar menghitung pengorbanan orang tua. Nah di sini memang saya ingin mengajak kita semua untuk memikirkan sejauh ana kita sudah berkorban dan apakah ada juga batas-batas dari pengorbanan orang tua.
GS : Ya, orang tua ini setengahnya itu dikatakan wajib memang mengorbankan bahkan hidupnya sendiri untuk anaknya begitu, tetapi mengapa kita itu masih perlu lagi memikirkan tentang pengorbanan sebagai orang tua itu Pak?
HE : Ya, di sini kadang-kadang kita sebagai orang tua itu tidak sempurna adakalanya kita menjadi lelah, merasa sia-sia sudah berkorban. Masalahnya pada saat kita mendidik atau mendisiplin anak ita mereka sering kali tidak seketika berubah sesuai dengan keinginan kita.
Jadi di sini kita perlu membahas tentang pengorbanan orang tua antara lain untuk memberikan semangat kepada diri kita sendiri supaya kita tidak merasa jenuh, merasa lelah, merasa sia-sia di dalam mendidik anak.
GS : Ya, tetapi bukankah pengorbanan sebagai perwujudan kasih kita sebagai orang tua itu terhadap anak Pak? Nah kalau orang tua itu mulai merasa bahwa wah pengorbanan saya ini tidak ada gunanya atau sia-sia, apakah itu berarti bahwa kita sebagai orang tua itu sudah mulai tidak mengasihi anak kita dengan sungguh-sungguh itu.
HE : Secara jujur harus saya katakan bahwa kasih kita terhadap anak kita itu bisa memudar. Terutama ketika anak kita itu tampaknya tidak berjalan sesuai dengan harapan-harapan kita. Tidak setia saat anak kita tampak menyenangkan dan kalau misalnya mereka terus-menerus menjengkelkan hati kita, kitapun akan lebih sulit mengasihi mereka.
Nah ini memang keterbatasan dari orang tua dan selain itu sebagai manusia biasa kita juga memiliki keinginan lebih besar untuk memuaskan diri kita sendiri dahulu. Karena itu kita juga harus mengingatkan diri supaya kita juga rela berkorban kita tidak boleh putus asa selagi memiliki kesempatan untuk mendidik anak-anak. Kalau kita tekun menjalankan tugas dan tanggung jawab kita dengan cinta kasih anak akan merasakan ketulusan hati kita dan kita akan memetik hasilnya nanti. Nah, ini anak yang hidup di dalam suasana kasih akan lebih mampu pula menyatakan kasih kepada orang lain termasuk kepada orang tuanya.
GS : Pak Heman, sering kali yang dirasakan memang kejengkelan sesaat begitu Pak kalau apa-apa yang kita harapkan dari anak, kita itu sudah bersusah payah dan sebagainya kok balasannya seperti itu, itu hanya semacam kejengkelan apakah itu bisa dikatakan bahwa kasih kita itu memudar?
HE : Kalau hanya sekadar kejengkelan-kejengkelan saya kira tidak sampai memudar. Tetapi kalau kejengkelan itu kadang-kadang bisa memuncak lalu kita menjadi hambar di dalam memperlakukan anak kia di dalam perasaan kita terhadap anak kita.
Nah di situ ada kemungkinan makin hari kasih kita akan makin memudar.
GS : Ya, dalam hal itu apakah anak kita itu bisa merasakan bahwa kita itu sudah kurang mengasihi dia atau kasih kita memudar, anak tersebut bisa merasakan atau tidak?
HE : Ada yang bisa, ada yang tidak juga. Tetapi pada umumnya ini akan mendapatkan semacam refleksi balik dari anak kita. Kalau kita misalnya rasanya sudah tidak sehangat dulu lagi anak-anak jug akan merasa sedikit frustrasi.
Nah, kalau mereka frustrasi mereka sulit untuk kita ajak kerja sama. Misalnya kalau kita minta supaya mereka melakukan sesuatu mereka susah untuk menaati kita.
GS : Kadang-kadang itu bukan memudar juga bukan jengkel tapi kasih kita itu teralihkan Pak. Jadi misalnya ketika anak tadi mempunyai adik, nah perhatian orang tua itu tentu saja kepada adik yang baru lahir atau yang masih kecil itu?
HE : Ya, ini yang saya sebutkan sebagai batas-batas pengorbanan kita. Jadi kita memang di dalam berkorban untuk anak itu juga mempunyai batas-batasnya di antaranya contoh kongkret yang seperti ak Gunawan sampaikan itu tepat sekali.
Kita harus membagi atau melakukan prioritas-prioritas.
GS : Ya, kalau begitu pengorbanan apa yang kita bisa lakukan sebagai orang tua untuk kita berikan kepada anak atau anak-anak kita?
HE : Ada banyak hal yang bisa kita berikan sebagai pengorbanan. Ada macam-macam, antara lain misalnya kita perlu mengorbankan waktu, itu jelas sekali dan anak memerlukan banyak sekali waktu danperhatian dari kita.
Kemudian tenaga dan semangat kita. Kadang-kadang keuangan kita, di mana kita punya keperluan tetapi kita harus menyisakan atau bahkan memprioritaskan kepentingan anak kita. Demikian juga karier kita itu kadang-kadang agak terhambat gara-gara kita harus memprioritaskan anak. Kenikmatan mungkin juga kadang-kadang kesehatan karena kita kurang tidur misalnya. Dan adakalanya juga kehidupan orang tua sendiri. Hal ini sangat penting dilakukan terutama ketika anak masih muda yaitu mulai dari 0 tahun sampai masa usia remaja. Itu yang paling banyak bukan berarti setelah remaja tidak ada pengorbanan lagi. Tetapi yang paling banyak adalah pada usia-usia seperti itu.
GS : Ya, jadi ada batasan sampai remaja itu lalu kasih itu dikurangi atau bagaimana itu Pak kok batasannya sampai remaja?
HE : Ya, bukan kasihnya tetapi waktu kita, tenaga kita itu mungkin akan lebih sedikit terbuang. Katakanlah begitu, ketika anak menginjak remaja. Terutama setelah remaja akhir.
GS : Maksudnya sekitar usia berapa Pak?
HE : Sekitar misalnya sekitar 15 tahunan kita sudah bisa agak berkurang ini untuk menghabiskan sedemikian banyak waktu. Tetapi memang sebaliknya kalau kita misalnya kita kurang memberikan waktutenaga dan sebagainya itu pada waktu mereka masih sangat muda.
Maka kemungkinan kita justru harus menghabiskan lebih banyak waktu lagi. Jauh lebih banyak waktu lagi ketika mereka menginjak remaja.
GS : Dan bukan cuma itu, saya rasa bukan cuma menghabiskan waktu tenaga lebih banyak tetapi juga membutuhkan kesungguhan yang lebih serius lagi saya rasa kalau anak kita sudah remaja itu Pak.
HE : Oh ya betul. Tepat sekali Pak Gunawan, memang kita perlu lebih serius lagi kalau misalnya dulu-dulunya kita tidak pernah menanamkan hal itu.
GS : Ya, jadi kalau begitu yang disebut pengorbanan itu kapan yang kita lakukan sebagai pengorbanan itu?
HE : Kalau misalnya kita sebutkan itu pengorbanan, ada beberapa hal yang kita bisa tandai yaitu misalnya kalau orang tua menyediakan diri lebih banyak dari yang bisa dibayangkan atau juga dipikrkan oleh anak-anak kita.
Disebut pengorbanan juga misalnya kalau dorongan untuk melakukan sesuatu itu bukan didorong dengan tujuan pribadi untuk memperoleh balas budi anak atau dipuji orang, tetapi demi kesejahteraan anak sendiri. Jadi semata-mata demi anak. Pengorbanan juga bisa terjadi kalau orang tua yang melakukan hal ini mereka sendiri mungkin saja dirugikan meskipun demikian orang tua berusaha mendahulukan kepentingan anak. Terutama untuk kesejahteraan anak yang bersifat kekal.
GS : Pak Heman, kalau kita sudah menyediakan diri atau mengorbankan diri kita itu untuk anak-anak kita waktu kita, uang kita dan sebagainya, menurut ukuran kita sebenarnya itu sudah banyak begitu Pak, tetapi anak ini masih belum dapat menanggapi secara obyektif apa yang kita berikan itu ditanggapinya masih kurang atau bahkan dia merasa ya memang sudah seharusnya orang tuaku itu seperti itu, itu bagaimana Pak?
HE : Kita bisa sering kali mengajak anak itu bersyukur. Jadi dari rasa syukur kemudian kita menceritakan misalnya tentang pengorbanan Tuhan kita lewat banyak sekali ilustrasi-ilustrasi seperti tu.
Anak biasanya akan memahami oh ya ternyata keluarga kami, ternyata orang tua kami itu telah berkorban dengan banyak. Kadang-kadang lewat cerita-cerita pengalaman misalnya bagaimana anak ini pernah sakit atau bagaimana orang tua pernah menyediakan waktu dan mengorbankan sesuatu. Itu akan membantu anak untuk membayangkan bahwa sebetulnya orang tua mengasihi mereka. Cuma memang cerita-cerita begini tidak boleh terlalu sering juga sehingga anak merasa oh ini ada udang dibalik batu.
GS : Kadang-kadang ada orang tua itu Pak yang mengatakan kepada anaknya walaupun anaknya masih kecil sekalipun dia katakan ini ibu atau ayah ini sudah korban buat kamu sedemikian banyaknya kamu besok kalau besar jangan lupa lho sama papa, mama begitu bagaimana Pak?
HE : Ya, sebaiknya buntutnya itu jangan lupa sama mama, papa itu sedekat mungkin tidak dikatakan karena kalau itu dikatakan memang memberi kesan bagi anak wah ini orang tua kurang sedikit tulusini.
GS : Ya, atau kadang-kadang begini kalau waktunya orang tua repot itu saya 'kan sudah banyak berkorban untuk kamu, sekarang waktumu ini membantu mama, membantu papa masa kamu diam saja. Nah, itu apakah wajar orang tua meminta anaknya melakukan hal seperti itu Pak?
HE : Ya, itu wajar-wajar saja tetapi di sini kita juga perlu mengingatkan, mendidik anak-anak kita bahwa sebetulnya yang dibutuhkan itu bukan balas budi. Sebetulnya yang kita maksud adalah supaa anak-anak ini tahu atau bisa melakukan sesuatu itu untuk kepentingan mereka sendiri.
Untuk kebaikan dan nantinya setelah mereka dewasa mereka melakukan ini tidak dengan susah.
GS : Ya, yang Pak Heman sebutkan dengan kesejahteraan untuk yang bersifat kekal, itu seperti apa Pak?
HE : Seperti misalnya kalau kita berkorban kepada anak itu untuk kesejahteraan yang bersifat kekal itu adalah kalau kita memikirkan tentang nantinya ketika dewasa maka anak-anak ini semakin beranggungjawab misalnya begitu.
Itu bersifat kekal. Nantinya mereka bisa lebih memberikan kasihnya, nantinya mereka lebih bisa mengasihi Tuhan dan seterusnya. Nah itu maksudnya tetapi kalau misalnya nantinya mereka akan lebih manja misalnya begitu. Nah itu tidak boleh dilakukan karena kadang-kadang kita orang tua begitu menghemat untuk kepentingan sendiri tetapi untuk anak boros sekali, apa saja yang diminta oleh anak itu dituruti. Nah itu saya kira pengorbanan yang kurang tepat. Untuk saat itu mereka terpuaskan keinginannya. Tetapi untuk kemudian hari yang bersifat kekal mereka tidak tahu lagi bagaimana mengendalikan diri dan bagaimana bisa menyenangkan orang tua dan juga bagaimana menyenangkan Tuhan. Itu yang bersifat kekal.
GS : Ada sebagian orang tua yang latar belakangnya memang dulu dia susah sekali kehidupannya waktu masih anak-anak. Sekarang ini dia berusaha untuk menyenangkan hati anaknya. Dengan yang tadi Pak Heman katakan itu memberikan apa saja yang anaknya minta, itu bentuk pengorbanan atau bukan?
HE : Betul itu pengorbanan. Itu salah satu pengorbanan orang tua tetapi pengorbanan yang saya katakan kurang begitu tepat. Karena itu akan merusak masa depan anak. Jadi di dalam berkorban kita uga harus memikirkan batas-batasnya.
Yaitu ketika itu membuat anak semakin tidak bertanggungjawab misalnya atau semakin tidak bisa mengontrol diri. Maka kita harus stop sampai di sana. Tetap kita harus bungkus pengorbanan kasih kita itu di dalam satu kerangka juga yaitu di dalam hal mendidik anak-anak.
GS : Ya, jadi masalahnya itu adalah bagaimana kita harus mempraktekkan pengorbanan itu khususnya terhadap anak atau anak-anak kita?
HE : Jadi kalau misalnya kita mendidik anak kita, kita memberikan sesuai dengan apa yang mereka butuhkan bukan apa yang mereka inginkan. Jadi kita harus bedakan dua hal ini. Apa kebutuhan anak ang utama dan kalau misalnya itu tentang keinginan anak tidak setiap kali kita bisa penuhi.
GS : Ya, misalkan saja ketika anak itu masih bayi masih kecil sekali, kebutuhannya 'kan berbeda dengan ketika nanti dia sudah berumur satu, umur dua. Itu bagaimana Pak kita harus menerapkan pengorbanan ini terhadap mereka pada jenjang usia seperti itu?
HE : Kita juga menyesuaikan diri dengan kebutuhan-kebutuhan mereka. Pada 0 sampai 1 tahun misalnya mereka anak-anak ini butuh sekali sentuhan dari orang tua kemudian pelukan, asuhan, gendongan,dan kebutuhan-kebutuhan fisik lainnya.
Selain itu anak juga harus sering kita ajak ngomong-ngomong misalnya meskipun mereka belum bisa berbahasa. Nah dengan sentuhan-sentuhan seperti ini, ini termasuk pengorbanan orang tua karena orang tua perlu menyediakan waktu untuk bangun malam dan sebagainya. Kalau setelah itu misalnya anak sudah bisa mulai bisa berjalan dan sebagainya. Kita harus kadang-kadang mendampingi mereka untuk belajar berjalan, belajar berbicara, dan seterusnya. Jadi setiap tahapan usia mempunyai cara dan juga bentuk pengorbanan yang berbeda-beda.
GS : Mungkin karena repotnya dan beratnya kemudian kita berpikir 'kan lebih gampang kalau kita itu mengundang seorang perawat anak atau pembantu yang sudah kita latih khusus untuk itu, bagaimana itu Pak?
HE : Untuk tanggung jawab jangan semua tanggung jawab itu dibebankan kepada pembantu atau pengasuh anak. Saya kira orang tua harus tetap bertanggung jawab di dalam sebagian besar kehidupan anak Kalau misalnya ada yang menyimpang dari kehidupan anak, orang tualah yang harus memegang kendali.
GS : Misalnya tanggung jawab apa yang kita harus tangani sendiri dan itu tidak bisa kita alihkan kepada pihak lain?
HE : Misalnya seperti tadi tugas mendidik anak. Kemudian juga memenuhi sentuhan emosional atau kebutuhan emosional anak. Jadi kalau misalnya kita sibuk, kalau kita di rumah sebaiknya semua tangung jawab ada dipundak kita dan tidak diserahkan kepada orang lain.
GS : Masalahnya sekarang ini banyak orang tua yang repot sekali Pak, bahkan pekerjaan dari kantorpun harus di bawa ke rumah untuk dikerjakan. Itu akan menyita waktu untuk berkomunikasi dengan anak itu Pak?
HE : Nah, di sinilah pentingnya pengorbanan Pak, karena dengan memberanikan diri kadang-kadang untuk meletakkan pekerjaan kita apalagi pada saat anak itu membutuhkan waktu untuk cerita sesuatu epada kita kesempatan itu sering kali tidak akan datang kedua atau ketiga kalinya kalau kita tidak segera meletakkan pekerjaan kita sebentar kemudian melayani anak.
Nah kalau kita ingin berkorban kita kadang-kadang perlu menghentikan pekerjaan kita dan berbincang atau bercerita dengan mereka.
GS : Ya, sering kali itu kalaupun dilakukan itu dilakukan dengan setengah hati karena pikirannya masih pada pekerjaan, masih pada tugas yang belum selesai juga sebagai ibu rumah tangga. Kalau rumah tangganya masih kacau dan sebagainya itu akan terpecah perhatiannya Pak?
HE : Ini memang satu tarik-menarik dan di sinilah sulitnya berkorban Pak. Nah, ini saya sendiripun punya pengalaman yang seperti itu. Di sini justru pentingnya kita bicara tentang bagaimana berorban untuk anak.
GS : Ya, rupa-rupanya itu ada batasnya atau ada waktunya pengorbanan orang tua itu bisa merugikan anak itu Pak? Nah, tadi Pak Heman juga sudah menyinggung hal itu tetapi yang perlu kita jelaskan adalah batasnya sampai di mana pengorbanan kita terhadap anak supaya tidak malah memperburuk atau merugikan anak kita itu Pak?
HE : Mungkin diberi contoh lebih kongkret yaitu misalnya kalau orang tua selalu menyiapkan apapun yang sebetulnya sudah bisa disiapkan oleh anak sendiri. Masih dimandikan sekalipun usianya suda usia anak SD dan sebagainya.
Bahkan ada orang tua yang membuatkan PR anaknya. Nah, itu akan membuat perkembangan anak kurang sehat. Anak menjadi terlalu bersandar kepada orang tua dan menjadi tidak mandiri. Meskipun maksud orang tua baik orang tua berkorban, orang tua menyediakan waktu bagi anaknya. Tetapi itu tidak melatih anak untuk mandiri.
GS : Sering kali memang disadari itu bukan pengorbanan Pak tapi karena kita tidak sabar saja menunggu dia menyelesaikan itu misalnya mandi yang tadi Pak Heman katakan, mandi itu anak bisa berlama-lama di dalam kamar mandi dan kotor semua kamar mandi itu karena dia main sabun main air dan sebagainya. Setiap kali disuruh keluar nangis, daripada begitu lalu orang tua mengambil inisiatif dimandikan aja cepat-cepat selesai sudah begitu.
HE : Ya, di sini juga pengorbanannya juga orang tua perlu menahan diri. Nah, ini pengorbanan orang tua menahan diri untuk tidak terlalu cepat membantu anaknya, orang tua juga belajar untuk bersbar, ini juga pengorbanan buat orang tua karena memang kadang-kadang saya menyadari bahwa kita itu sebagai orang tua stres, banyak tekanan, terburu-buru.
Nah, di sini tentunya penting kita juga tahu menyeimbangkan, jadi pengorbanan di sini ada batasnya tetapi kita juga harus belajar untuk memberi.
GS : Ya, di dalam hal pengorbanan ini saya rasa juga mesti didampingi dengan kedisiplinan terhadap anak begitu supaya anak tidak salah mengerti dengan pengorbanan kita Pak?
HE : Ya ini kesimpulan yang baik Pak.
GS : Ya. Nah kalau begitu Pak Heman, apakah ada batas pengorbanan orang tua yang lain, jadi artinya apakah ada batasan lain selain yang kita bahas tadi?
HE : Ada lagi jadi misalnya kadang-kadang kita tidak mampu memberikan sekalipun kita ingin memberikan itu, misalnya secara finansial kita tidak mungkin menyediakan fasilitas belajar yang lebih aik dari yang sekarang kita berikan buat anak.
Ya apa boleh buat dan kadang-kadang seperti kita itu mempunyai satu prioritas. Jadi adakalanya kita dituntut untuk mendahulukan ada hal-hal yang lebih penting lebih urgen untuk dilakukan. Kadang-kadang kita juga harus di suatu waktu tertentu kita mendahulukan kepentingan pasangan kita. Nah ini semua adalah keterbatasan-keterbatasan di dalam pengorbanan kita sebagai orang tua.
GS : Juga pengalaman membagikan kasih itu 'kan tidak semua orang bisa sama, ada orang yang memang bisa melimpahkan kasihnya kepada anak tetapi ada orang-orang tertentu yang mungkin karena latar belakang waktu dia masih muda dan sebagainya dia sulit sekali memberikan kasih, nah itu bagaimana Pak?
HE : Ini di sini perlu pengorbanan orang tua juga untuk belajar lebih banyak. Nah kalau misalnya keterbatasan itu memang bukan suatu kesengajaan orang tua itu kita tidak perlu merasa bersalah. etapi selama kita bisa mengusahakan untuk belajar untuk lebih baik dan sebagainya kita perlu usahakan itu.
GS : Ya, juga ada kebutuhan anak yang tadi Pak Heman berikan contoh itu kebutuhan finansial itu sebenarnya di masyarakat kita ini ada banyak hal yang kebutuhan minimalnya sudah tidak bisa terpenuhi oleh orang tuanya begitu Pak?Apakah itu berpengaruh negatif terhadap anak itu?
HE : Berpengaruh negatif jelas. Tetapi kalau anak melihat kesungguhan orang tuanya di dalam segala keterbatasannya saya rasa anak juga tidak akan merasa sakit hati pada orang tuanya. Apalagi nati setelah dia dewasa di mana perkembangan kematangan berpikirnya dan sebagainya itu sudah lebih baik dia akan menghargai orang tuanya.
GS : Ya, apakah dalam hal ini Pak pengorbanan orang tua untuk anaknya ini ada suatu ilustrasi atau penjelasan dari kitab suci yang bisa menolong kita untuk memahami pengorbanan ini?
HE : Ya, ketika kita memikirkan tentang pengorbanan orang tua mau tidak mau kita berpikir tentang pengorbanan maka Tuhan Yesus, maka di sini saya ingin kutip dari Yohanes 12:24 dari apa yang dikatakan oleh Tuhan Yesus Aku berkata kepadamu: "Sesungguhnya jikalau biji gandum tidak jatuh ke dalam tanah dan mati, ia tetap satu biji saja, tetapi jika ia mati, ia akan menghasilkan b
GS : Ya, ilustrasi ini mati dalam hal ini 'kan tentu tidak secara fisik kita harus mati begitu Pak Heman, apa yang dimaksud di sini?
HE : Ini sebenarnya menggambarkan kematian Tuhan Yesus sendiri tetapi sebagai orang tua tentu kita tidak mati di dalam arti harafiah. Ini hanya sebagai suatu teladan kita, patokan keinginan kit untuk menuju ke situ.
Kita tidak bisa sempurna seperti Tuhan Yesus.
GS : Ya, terima kasih sekali Pak Heman untuk perbincangan pada saat ini yang tentunya sangat bermanfaat buat para pendengar kita yang masih mempunyai anak-anak yang membutuhkan pengorbanan dari orang tuanya. Dan para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terima kasih, Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bapak Heman Elia, M.Psi dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga) kami baru saja berbincang-bincang tentang "Menghitung Pengorbanan Orang Tua". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen atau LBKK Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id. Saran-saran serta tanggapan pertanyaan Anda sangat kami nantikan dan akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda. Sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.