Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi di mana pun anda berada, Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling. Perbincangan kami kali ini tentang "Mencari Cinta, Bertemu Duka". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
GS : Pak Paul, sebagai manusia kita tentu membutuhkan kasih atau cinta dari seseorang, baik dari orang tua maupun dari pasangan hidup kita. Tetapi seringkali dalam perjalanan hidup yang nyata ini, orang mencari cinta tapi bukan cinta yang ditemui malah menemui penderitaan. Luka-luka batin yang dihadapinya. Bagaimana penjelasannya, Pak Paul ?
PG : Pada kesempatan ini kita mau menyoroti bahwa ternyata relasi bagaimana kita nanti memilih pasangan hidup, siapa yang kita cintai, dan bagaimana kita mencintai, itu penting sekali dan ternyata dipengaruhi oleh relasi kita dengan orang tua. Sebab di antara semua relasi, relasi orang tua dan anak adalah relasi terpenting. Jadi, bukan saja relasi ini menentukan seperti apakah kita, relasi ini juga menentukan seperti apakah relasi kita dengan sesama. Secara khusus dalam topik ini adalah relasi orang tua anak memengaruhi bagaimana kita mencintai dan siapakah yang kita cintai. Jika kita mendapatkan pemenuhan kasih dalam relasi dengan orang tua, besar kemungkinan kita akan mencintai secara sehat dan memilih untuk mencintai orang yang sehat pula. Sebaliknya bila tidak, kita cenderung mencintai secara tidak sehat dan memilih untuk mencintai orang yang tidak sehat pula. Jadi, inilah yang akan kita soroti. Hal pertama yang mau kita lihat adalah beberapa jenis pria yang tidak sehat yang kerap dipilih oleh perempuan yang membutuhkan cinta.
GS : Berarti disini peran orang tua itu besar sekali ya, Pak Paul. Semacam model untuk masa depan anak-anaknya.
PG : Tepat sekali, Pak Gunawan. Mungkin kita sebagai orang tua tidak begitu menyadarinya. Tapi sesungguhnya ini nantinya sangat mewarnai si anak dalam hal bagaimana dia mencintai dan siapakah yang dia cintai.
GS : Iya. Ini terutama kita tujukan pada anak-anak perempuan yang sangat mendambakan cinta atau membutuhkan kasih sayang dari orang lain khususnya pasangan hidupnya kelak ?
PG : Betul, Pak Gunawan.
GS : Hal apa saja yang perlu kita cermati, Pak Paul ?
PG : Yang pertama kita mau melihat beberapa jenis pria yang tidak sehat yang kerap dipilih oleh perempuan yang membutuhkan cinta. Yang pertama, ada kecenderungan kalau kita butuh cinta maka kita memilih pasangan atau suami yang tidak menjalankan fungsinya sebagai suami atau kepala keluarga. Sebagai akibatnya kita terpaksa mengambil alih tanggung jawabnya. Pasangan tidak berbuat jahat atau merugikan orang, itu betul. Mungkin dia bekerja atau mungkin dia tidak bekerja. Namun yang pasti adalah dia bersikap pasif dan tidak mau tahu. Akhirnya kita harus mengurus segalanya, dari soal anak sampai urusan kerja.
GS : Ini artinya si pria tidak berinisiatif untuk membangun keluarganya, Pak Paul ?
PG : Betul. Dia cepat puas, dia merasa sudah cukup, dia tidak usah lagi menambah, apa yang diminta oleh istrinya ya dia tidak dengarkan, dia berkata, "Ya sudah segini saja. Ya memang saya begini saja." Apa yang dia bisa kerjakan untuk anak, dia tidak mau lakukan malah menyuruh istrinya. Akhirnya semua urusan ditangani si istri karena si suami menolak untuk melakukannya.
GS : Sebenarnya apa yang menarik bagi si wanita ini, Pak Paul ?
PG : Misalnya, pada masa berpacaran si suami ini menunjukkan kesetiaannya, tidak berbuat macam-macam, diminta sesuatu ya dia berikan, tidak diminta ya dia tidak berikan, orangnya tidak punya sejarah buruk atau melakukan hal-hal yang buruk, hidupnya lurus-lurus saja. Jadi, si perempuan berkata, "Ya sudah cukup. Apalagi sih yang saya harapkan dari seorang suami." Setelah menikah dia baru sadar kalau suaminya ini tidak begitu berniat untuk menjalankan fungsinya sebagai kepala keluarga. Semua harus dilakukan oleh si istri.
GS : Malah menjadi beban buat si istri ya.
PG : Betul. Akhirnya malah menjadi beban karena hal-hal yang semestinya ditanggung oleh si suami sekarang ditanggung olehnya.
GS : Yang kedua apa, Pak Paul ?
PG : Kita memilih pasangan yang keras hati dan tidak segan-segan melukai kita, mungkin dia melukai kita secara emosional. Tidak setia dan menjalin relasi di luar nikah dengan orang lain. Atau dia melukai kita secara fisik. Dalam kemarahan dia memukul kita, misalnya. Jadi, ada kecenderungan wanita yang tidak mendapatkan kasih pada masa kecilnya memilih pasangan yang memang keras seperti itu. Akhirnya dia sering menjadi korban kekerasan dari pasangan atau suaminya.
GS : Apakah karena pada waktu dia masih kecil dia diasuh oleh seorang ayah yang sangat berdisiplin atau suka memukul, Pak Paul ?
PG : Bisa jadi, Pak Gunawan. Mungkin dia tidak menjadi korban pemukulannya melainkan kakak atau ibunya yang dipukuli. Jadi, dia terbiasa melihat papanya memukul. Ada satu lagi yang menarik, wanita ini akhirnya menyimpulkan bahwa "Ya jelas dia memukul saya, tapi dia juga mengasihi saya kok". Jadi, yang disoroti bukannya tindak kekerasannya melainkan orang ini peduli padanya. "Orang ini peduli dengan saya. Kalau saya sakit, dia masih mau mengurus saya. Kalau saya perlu sesuatu, dia mengusahakannya untuk saya." Meskipun di sela-sela itu pasangannya bersikap kasar dan malah memukulnya. Tapi sekali lagi, karena dia mendapatkan cinta kasih itu, maka dia membiarkannya.
GS : Bahkan tidak berani melaporkan, ya ?
PG : Tidak berani, Pak Gunawan. Salah satu persoalan dalam kasus-kasus pemukulan seperti ini adalah biasanya si korban akan berusaha merahasiakan apa yang dilakukan oleh suaminya. Untuk dia bisa lepas dan merdeka, dia memang harus membocorkan rahasia ini. Sebab selama dia ikut merahasiakan seperti yang diharapkan oleh suaminya, dia akan melestarikan kekerasan ini. Suaminya tahu istrinya tidak akan melaporkan atau membocorkan rahasia ini sehingga dia tambah bebas. Jadi, satu hal yang mesti dilakukan oleh korban pemukulan adalah tidak lagi tunduk dan tidak lagi ikut-ikutan merahasiakan perbuatan kekerasan pasangannya ini.
GS : Tapi dia juga kuatir kehilangan pasangannya ini, Pak Paul. Kalau sampai dia lapor kemudian pasangannya ini ditahan oleh yang berwajib, dia merasa tidak punya pasangan hidup lagi.
PG : Betul. Ini salah satu dinamika membuat relasi yang tidak sehat ini terus berlangsung, Pak Gunawan. Sekali lagi ujung-ujungnya adalah karena dia tidak bisa membayangkan kehilangan kasih sayang itu. Jadi, tidak apa-apa dipukul asalkan saya tetap mendapatkan perhatian dan kasih sayang.
GS : Hal ketiga apa, Pak Paul ?
PG : Kita memilih pasangan yang menunggangi kita. Tipe ini biasanya tidak mau bekerja sebab dia malas atau memang dia tidak memunyai kemampuan atau disiplin kerja. Akhirnya kebanyakan dia menganggur, memanfaatkan kita untuk membiayai kehidupannya. Sekali lagi mungkin kita bertanya kenapa perempuan ini mau ? Karena dalam anggapannya, "Suami mengasihi saya. Jadi tidak apa-apa saya yang menanggung semuanya. Saya tidak apa-apa bekerja menafkahi keluarga." Padahal suaminya memang tidak sanggup bekerja, tidak punya disiplin kerja, atau mungkin ya memang malas.
GS : Atau dia masih berharap bahwa nanti kalau sudah menikah dia bisa mengubah sikap buruk suaminya, Pak Paul ?
PG : Ada yang seperti itu juga. ‘Ya siapa tahu dia nanti berubah’ atau ‘Dia belum diberi kesempatan saja. Nanti kalau ada kesempatan, dia pasti bekerja’. Tapi seyogyanya kalau dari awal sudah melihat orang ini memang malas, tidak bisa kerja lama, gonta-ganti pekerjaan, ya seharusnya sudah lebih berhati-hati.
GS : Iya. Kalau begitu apa yang bisa kita lakukan, terutama bagi anak-anak perempuan yang butuh cinta, Pak Paul ? Supaya dia tidak bertemu dengan kepahitan ?
PG : Sekarang kita coba membahas beberapa masukan untuk menghindar dari relasi buruk seperti ini, Pak Gunawan. Yang pertama, berhati-hatilah dengan pria yang senang membicarakan hal-hal besar padahal dia tidak memunyai pekerjaan dan penghasilan sebesar itu. Jangan ragu untuk mengecek apakah memang dia seperti yang dia klaim. Kadang karena kita jatuh cinta maka kita percaya saja. Pasangan kita mengatakan dia punya penghasilan berapa, latar belakangnya seperti apa, tapi kita tidak pernah tahu, tidak pernah lihat, namun kita percaya saja. Nah, hati-hati. Hati-hati dengan orang yang belum apa-apa sudah membicarakan hal-hal besar tentang dirinya. Kalau belum melihat buktinya, jangan langsung percaya. Kita hidup dalam dunia yang tidak sempurna dan sekarang di dunia ini sepertinya makin banyak orang berdosa. Saya juga sering mendengar kisah-kisah yang mengerikan dimana ada laki-laki yang sengaja membohongi pasangannya, bilang dia beginilah, pekerjaannya apalah, gajinya sebesar apalah, padahal bohong.
GS : Atau orang yang suka mengobral janji ya, Pak Paul. Ada orang yang suka berjanji padahal dia tidak punya kemampuan untuk memenuhi janjinya itu.
PG : Betul. Meskipun kita berkata, "Mungkin dia orangnya tulus makanya dia berjanji." Tapi hati-hati ya dengan suami atau pasangan yang belum apa-apa sudah menjanjikan bahwa, "Nanti saya bisa belikan ini, nanti saya bisa cukupkan ini." Dan sebagainya, padahal dia tidak punya kesanggupan seperti itu.
GS : Apalagi yang perlu diwaspadai, Pak Paul ?
PG : Berhati-hatilah dengan pria yang belum apa-apa sudah mau meminjam uang kita, misalnya untuk memulai usahanya, atau memunyai kebiasaan meminjam uang. Besar kemungkinan kebiasaan ini bertahan sampai pernikahan dan lebih buruk lagi, kebiasaan ini merupakan pertanda adanya masalah yang lebih serius dan lebih besar. Kita mesti hati-hati ya. Padahal kita tidak tega, "Dia perlu uang. Kalau dia tidak punya uang, bagaimana dia bisa memulai usahanya ?" Masalahnya adalah kita belum menikah, masih berpacaran, calon suami kita sudah bicara mau usaha ini itu tapi tidak punya uang dan minta kita yang bayar lebih dulu nanti dia bayar kita. Saya akan berkata kepada wanita yang belum apa-apa mau dipinjam uangnya, hati-hati, lebih baik jangan. Karena orang yang belum apa-apa sudah pinjam-pinjam uang nantinya akan terus begitu dan kalau kita tidak beri dia akan marah. Lebih parah lagi dia bisa-bisa dia memang sudah terlibat utang di luar. Ini masalah yang lebih serius. Dan bisa jadi dia juga dikejar-kejar oleh orang karena tidak bayar utangnya. Jadi, masalah seperti ini sekarang sering terjadi. Perempuan berhati-hatilah dengan pria seperti ini.
GS : Seringkali pada awal-awalnya dia bisa melunasi utang, tapi lama-lama utangnya semakin besar dan semakin dia tidak bisa melunasinya.
PG : Betul. Sebab ada orang yang menjadikan berutang adalah kariernya, Pak Gunawan. Dia akan pinjam uang dari seseorang kemudian dia gunakan itu untuk bayar utang yang sebelumnya. Kemudian dia utang lagi untuk bayar utang yang sebelumnya lagi, terus dia putar-putar dari satu utang ke utang lainnya. Ada orang yang seperti itu.
GS : Jadi, sebenarnya kalau si gadis ini meminjamkan uang, dia harus bisa meyakinkan diri uang itu dipakai untuk apa ya, Pak Paul ?
PG : Kalaupun dia akan pakai untuk usahanya, terus terang dalam hal ini saya tidak damai sejahtera, Pak Gunawan. Sebab kalau belum apa-apa si calon suami sudah pinjam uang si calon istri, saya takut kebiasaan ini tidak berhenti. Nanti setelah menikah pasti dia akan pinjam lagi dan pinjam lagi. Apalagi kalau akhirnya kita temukan bahwa memang kondisi ekonomi si calon suami ini tidak sebaik yang perempuan. Kita harus bijaksana karena di dunia sekarang memang banyak orang jahat. Jadi, sekalipun kita tidak mau percaya bahwa pasangan kita punya motif-motif tersembunyi tapi berhati-hati, sebab kadangkala ada orang yang mendekati perempuan-perempuan berada untuk mendapatkan hartanya.
GS : Seringkali itu diawali dengan hal sepele seperti minta ditraktir terus menerus, Pak Paul. Makan atau pergi kemana, dia beralasan dompetnya ketinggalan dan sebagainya lalu meminta si wanita untuk membayarinya.
PG : Iya. Ada yang misalnya minta dibelikan ponsel, tablet atau komputer. Ya bukannya cerita yang jarang terdengar. Sering terdengar, Pak Gunawan. Jadi, kalau dalam masa berpacaran sudah seperti ini, dapat dipastikan ini akan terus berlangsung setelah menikah.
GS : Pria seperti apa lagi yang perlu diwaspadai, Pak Paul ?
PG : Berhati-hatilah dengan pria yang gonta-ganti pekerjaan. Ini dapat merupakan pertanda bahwa dia tidak stabil atau dia cepat jenuh. Inipun dapat merupakan pertanda bahwa dia sukar berdisiplin atau tunduk pada orang. Singkat kata, ini bisa saja merupakan signal bahwa dia sukar berelasi dengan orang. Kalaupun tidak ada masalah seperti yang tadi kita bicarakan, orang yang gonta-ganti pekerjaan bisa jadi memang orang yang belum menemukan dirinya, belum tahu tujuan hidupnya, belum tahu garis kariernya. Jadi, kalau orang ini masih seperti ini, saya akan berhati-hati menikah dengan dia. Jangan sampai kita sepertinya diajak berlayar di lautan bebas tapi dia tidak tahu berlayar kemana. Akhirnya justru bisa merugikan kita, nantinya merugikan anak-anak kita, jadi kacau.
GS : Atau memang si pria ini tidak punya keahlian khusus yang bisa diandalkan, Pak Paul, sehingga dia terus coba-coba dengan pekerjaannya.
PG : Betul. Ini juga yang kadang-kadang terjadi, Pak Gunawan. Orang ini bukannya malas tapi memang tidak punya keahlian sehingga pekerjaannya menemui jalan buntu terus. Dia juga merasa tidak puas, atasannya juga tidak puas dan memberhentikannya. Atau ada pula orang yang gonta-ganti pekerjaan karena sikapnya yang kurang ramah, yang tidak mau dengar masukan dari atasannya, maunya sendiri, berjalan seperti yang dia kehendaki. Orang-orang seperti ini juga tidak bisa lama dalam suatu pekerjaan. Nah, para perempuan yang ingin menikah coba tolong lihat apakah pasangannya seperti ini. Setiap tahun ganti pekerjaan atau tidak tahu mau kerja apa. Hati-hati. Karena dia nanti sebagai keluarga akan membawa ‘perahu’nya ini ke tempat yang tidak kita ketahui. Ini juga bisa menghancurkan hidup kita dan anak-anak kita kelak.
GS : Seringkali ini berkaitan dengan kesukaannya berutang ya, Pak Paul ? Di dalam kondisi dia tidak memunyai pekerjaan tetap atau pekerjaan yang tidak bisa diandalkan, dia katakan mau usaha sendiri, tapi dia tidak punya modal dan membutuhkan pinjaman modal dari pasangannya.
PG : Bisa seperti itu. Yang juga terkait dengan ini adalah dia tidak bisa bekerja untuk waktu yang lama, cepat berhenti, namun penyokong dananya adalah orang tuanya. Wanita mungkin berkata, "Tidak apa-apalah, masih ada orang tuanya, pasti cukup." Tapi pertanyaannya adalah apakah orang tuanya akan hidup selama-lamanya ? Ya tidak. Suatu hari kelak orang tuanya tidak akan dapat lagi menyokong dia. Kalau calon suaminya tidak bisa bekerja lama, tidak bisa setia pada satu pekerjaan, tidak tahu mau bekerja apa dan sebagainya, wah ini resikonya terlalu besar.
GS : Iya. Rupanya masih ada beberapa hal lagi yang harus diwaspadai dari seorang pria yang mendekati seorang gadis ?
PG : Ada dua lagi, Pak Gunawan. Berikut adalah berhati-hatilah dengan pria yang mempunyai latar belakang gonta-ganti pacar. Besar kemungkinan ini merupakan pertanda bahwa dia bukanlah orang yang setia dan dapat menjaga komitmen. Ini juga dapat merupakan pertanda bahwa dia seorang yang masih labil dan cepat bosan. Dia belum tahu dengan pasti siapakah dirinya dan wanita seperti apakah yang diinginkan dan sepadan dengannya. Memang kalau pasangan kita misalnya semasa dalam masa dewasanya sudah ganti pacar 7 atau 8 kali atau berkali-kali, ya kita harus bertanya. Mungkin dia akan ada alasan untuk setiap orang tapi apakah semua salah orang ? Karena biasanya yang akan dia ceritakan adalah kesalahan pasangannya. Apakah semua kesalahan orang dan dia sendiri tidak punya kesalahan kok gonta-ganti pacar seperti itu ? Jadi, kita mesti hati-hati. Bisa jadi dia cepat bosan, labil, atau dia tidak tahu dia orang seperti apa sehingga tidak tahu perempuan seperti apa yang diidamkan. Pokoknya dia coba satu demi satu. Wah, kita bukan bahan eksperimen ! Jadi, jangan sampai meresikokan hidup kita.
GS : Kalau dia menceritakan latar belakangnya, kita bisa tahu. Tapi kalau dia menyembunyikannya, bagaimana, Pak Paul ?
PG : Maka tidak ada jalan lain, Pak Gunawan. Sebaiknya dalam memilih pasangan hidup, kita mesti mengenalnya sebagai teman kita untuk waktu yang lama. Saya tidak nyaman dengan kenal orang lewat media sosial, hanya lihat Facebooknya, hanya lihat catatan-catatan emailnya, ketemu sesekali, tinggal di kota yang berbeda. Buat saya itu resiko tinggi. Lebih aman menjalin relasi dengan teman, orang-orang yang kita kenal, kita tahu dia tinggal di mana, kita harus tahu siapa orang tuanya, kita tahu dia kerja di mana. Itu cara tradisional tapi menurut saya itu cara yang paling ampuh dan dapat dipercaya.
GS : Iya. Sekarang ‘kan seringkali anak perempuan terburu-buru, Pak Paul. Tidak apa-apa nanti putus pokoknya sekarang punya pacar dulu. Di hadapan teman-teman dan keluarganya dia terlihat sudah punya teman hidup.
PG : Betul. Jadi, ya jangan sampai gara-gara desakan-desakan itu dia mengambil keputusan salah yang berakibat sangat panjang.
GS : Iya. Yang lainnya, Pak Paul ?
PG : Yang terakhir, berhati-hatilah dengan pria yang pemarah apalagi sering bertengkar bahkan berkelahi dengan orang. Jika dia sampai memukul kita sebelum pernikahan, berhati-hatilah. Sebab besar kemungkinan kebiasaan buruk ini akan berlanjut. Sifat pemarah juga menutup pintu diskusi dan kompromi. Jadi, kita akan mengalami kesukaran berbicara apalagi bernegoisasi dengannya. Kita sudah tidak mau ngomong mencoba bertukar pikiran karena kita takut dia mengamuk. Kalau dia mengamuk, malah kita yang kena amarahnya atau bahkan kena pukulannya. Berarti relasi ini menjadi relasi yang searah. Pokoknya apa yang pasangan kehendaki itu yang mesti terjadi. Jadi, berhati-hatilah dengan pria-pria yang memang pemarah, yang memang memunyai sifat-sifat kasar dan keras.
GS : Itu seringkali muncul setelah menikah, Pak Paul. Apakah sewaktu pacaran juga bisa muncul ?
PG : Bisa. Dari hal-hal kecil, Pak Gunawan. Misalnya kalau naik kendaraan dia tidak bisa dipotong orang. Dia mesti kejar orang atau dia mesti memarahi orang kalau orang tidak sesuai dengan apa yang dia harapkan. Itu sebetulnya ciri-ciri pria pemarah.
GS : Jadi bisa diamati ya ? Misalnya kalau kita sudah terlanjur janji lalu kita tidak bisa menepati, kita lihat reaksinya.
PG : Betul. Biasanya nanti setelah kita menikah kita bisa melihatnya lebih jelas, kita akan mengalaminya lebih sering, karena kita hidup serumah dengan dia.
GS : Iya. Ini membawa kesulitan tersendiri di dalam kehidupan rumah tangga jika ada yang suka memukul.
PG : Betul, Pak Gunawan.
GS : Dalam hal ini apakah ada ayat firman Tuhan yang ingin Pak Paul bagikan untuk menjadi pedoman bagi kita ?
PG : Amsal 12:9 mengingatkan, "Lebih baik menjadi orang kecil tetapi bekerja untuk diri sendiri. Daripada berlagak orang besar tetapi kekurangan makan." Hikmah utama peringatan ini adalah kita harus jujur bersikap apa adanya dan tidak menutupi kekurangan apalagi memberikan kesan keliru tentang diri sendiri. Jika kita dibesarkan tanpa kecukupan kasih, kita mesti bersikap lebih berhati-hati dalam memilih pasangan hidup. Jangan mudah terbuai oleh cinta. Bukalah mata dan selidikilah pasangan. Jangan sampai gara-gara mencari cinta kita malah bertemu duka.
GS : Iya. Ini seringkali dialami oleh banyak perempuan muda yang mengikuti gaya hidup. Banyak teman-temannya yang sudah punya pasangan sehingga siapapun yang mendekatinya bisa dijadikan pasangannya. Padahal sebenarnya itu mengundang resiko yang besar sekali.
PG : Betul.
GS : Terima kasih untuk kesempatan berbincang kali ini, Pak Paul. Saya rasa ini akan menjadi pegangan bagi pendengar kita. Para pendengar sekalian, terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Mencari Cinta, Bertemu Duka". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 56 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@telaga.org. Kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.