Lanjut usia merupakan suatu kehidupan yang sangat perlu untuk dipersiapkan, agar dapat menikmati hidup di masa tua dengan sebaik-baiknya dan lebih dari itu lanjut usia memerlukan kebutuhan emosional yang lebih besar daripada kebutuhan secara fisik.
Saudara-saudara pendengar yang kami kasihi dimanapun Anda berada, Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso bersama Ibu Idajanti Raharjo dari LBKK (Lembaga Bina Keluarga Kristen), telah siap menemani Anda dalam sebuah perbincangan dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling dan dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Kali ini kami akan berbincang-bincang tentang bagaimana mempersiapkan diri memasuki masa lanjut usia. Kami percaya acara ini akan sangat bermanfaat bagi kita sekalian. Dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
PG : Yang pertama adalah kita harus bisa menerima keterbatasan kita, memang ada kecenderungan kita menganggap bahwa kita manusia yang tidak akan bisa punah, selalu mempunyai stamina yang bak, berpikir dengan jelas, bisa melihat, mendengar dengan baik.
Hal-hal ini memang harus kita ubah pada waktu kita mulai menginjak usia tua. Seringkali kita mulai mengalaminya pada usia sekitar 50-an, kita mulai merasakan perubahan fisik pada diri kita. Syaratnya yang paling penting adalah penerimaan. Kalau kita tidak bisa menerima ini, proses menua menjadi proses yang sangat menyusahkan kita sendiri dan juga orang lain. Jadi keterbatasan fisik adalah sesuatu yang tidak bisa kita cegah, harus kita terima dan harus kita hadapi. Kita hanya punya dua pilihan, menghadapinya dengan penuh penerimaan atau menghadapinya dengan berkelahi. Waktu kita mau berkelahi terus dengan fakta- fakta itu, kita akan menyusahkan semua orang di dunia ini.PG : Hal itu tercatat di
PG : Betul sekali Ibu Ida, dan justru dengan cara itu si menantu makin ingin melayani dan menyenangkan hati mertuanya. Itu bijaksana sekali sebetulnya.
(2) PG : Kalau saya boleh tanya Ibu Ida menurut Ibu Ida apa yang menyebabkan si menantu itu begitu hormat kepada si mertua, apa yang dilakukan atau yang tidak dilakukan oleh si mertua sehingga bisa begitu pas dengan menantunya?
PG : Bagus sekali, memang firman Tuhan berkata di sini "Rambut putih adalah mahkota yang indah yang didapat pada jalan kebenaran", jadi kuncinya memang adalah orang yang hidup pada jalan kebnaran itulah yang akan melihat rambut putih sebagai suatu mahkota.
Jadi contoh yang tadi Ibu Ida tuturkan memang sesuai dengan yang firman Tuhan katakan.PG : Saya menyaksikan atau mengamati ada campur tangan atau kombinasi dari kedua belah pihak. Adakalanya yang menantu terlalu peka, ada menantu yang merasa kurang aman. Maksud saya dia sunggh-sungguh tidak mau dicampuri, tidak mau dicampuri dalam pengertian tidak mau orang tua misalnya datang ke rumah terus memberikan saran, ini rasanya tidak cocok, taruh bangku di sini, menurut saya lebih baik di situ.
Mendengar komentar begitu cukup membuat dia marah pada si mertua atau misalkan si mertua itu mau berkunjung ke rumah si menantu seminggu 2 kali, 3 kali dia tidak suka, dia merasa ini rumah saya kenapa engkau terus-menerus harus datang ke rumah saya. Bagi saya dalam hal itu si menantu yang agak keterlaluan, tetapi ada menantu yang seperti itu. Di pihak lain memang ada kasus di mana si mertua terlalu senang mencampuri urusan keluarga anaknya, sehingga membuat si menantu itu akhirnya tidak senang atau yang lain lagi yang cukup klasik, ialah pokoknya yang namanya anakku sudah pasti benar, yang namanya menantu sudah pasti salah. Jadi kalau ada apa-apa, yang disalahkan si menantu terus-menerus. Ada yang lebih klasik adalah membandingkan menantu yang satu dengan yang lain.PG : Saya tahu masalah ini memang peka sekali apalagi kalau misalnya menyangkut masalah uang. Memang adakalanya orang tua yang dekat dengan si anak, meminta uang pada si anak tanpa merasa pelu berbicara dengan si menantu, apalagi orang-orang Tionghoa merasa anak laki itu 'anak dalam', orang perempuan itu memang 'orang luar' setelah menikah.
Jadi anggapannya adalah kalau saya memerlukan uang, saya minta sama anak laki dan tidak ada urusannya dengan menantu saya, dan menantu saya tidak boleh menggugat urusan ini. Tapi akhirnya menjadi masalah bagi si suami istri itu, kadang-kadang itupun terjadi.PG : Baik sekali itu.
PG : Baik sekali.
PG : Dan sebaiknya kalau kita memang menjadi anak, kita harus melihat orang tua kita bila tidak bisa lagi bekeja dan lain sebagainya, tidak ada uang misalkan, lalu kita mengumpulkan uang denan kakak dan adik kita untuk menyediakan per bulannya berapa yang akan diberikan.
Itu yang memudahkan si orang tua daripada dia harus meminta-minta kepada anak, sebab saya tahu ada orang tua yang tidak mau meminta kepada anaknya sama sekali, tapi sebetulnya mengharapkan anaknya memberikan tapi ia diam. Jadi sebaiknya memang anak itu yang berunding menetapkan setiap bulan mau memberi berapa dan sudah langsung berikan setiap bulan secara teratur, kalau ada keperluan ekstra baru memberi lagi.PG : Saya melihat peranan kakek, nenek begitu luar biasa besarnya, terhadap kehidupan cucu. Tapi sekali lagi, ada masalah yang timbul kalau petunjuk atau kedekatan si kakek dengan si cucu dinggap sebagai sesuatu yang negatif oleh anak dan menantunya atau dianggap orang tua ini terlalu mencampuri cara mengajar anak saya.
Jadi saya kira yang penting adalah sebagai orang tua kita mencoba melibatkan si orang tua atau ayah ibu dari cucu kita itu dalam memberikan masukan, jangan kita langsung menegur tindakan anak kita di depan cucu kita, cucu itu melihat papa dimarahi oleh kakek, nanti dia akan semakin nakal. Jadi ada baiknya tidak membela si cucu di depan orang tuanya, nanti secara pribadi baru membicarakannya dengan orang tuanya, tapi kalau orang tuanya mengatakan, saya tidak mau mengikuti, itu salah dan sebagainya. Ya si kakek mungkin bisa perlahan-lahan tidak memaksakan kehendaknya, bisa seperti itu.PG : Sebaiknya dikomunikasikan tapi saya juga memaklumi, adakalanya orang tua itu sulit menyatakan keinginannya pada si anak. Karena sekali lagi orang tua terbiasa mandiri dan menjadi tempa bergantung bagi si anak.
Dan sekarang dia itu harus berpindah tempat, dia yang harus bergantung pada si anak, tidak semua orang tua bisa melewati transisi ini dengan mulus. Ada yang merasakan sulit sekali, jadi salah satu tambahan Pak Gunawan, yang bisa kita lakukan untuk mempersiapkan diri menyambut hari tua adalah sejak usia muda, kita mulai mengembangkan minat yang berbeda-beda, Pak Gunawan, itu penting sekali. Saya khawatir dengan orang yang hanya tahunya kerja, hobbynya kerja, kesenangannya kerja, menghabiskan waktunya dengan kerja. Karena itu akan berakhir, kita tidak bisa terus-menerus bekerja. Pada waktu berakhir kalau itu satu-satunya tumpuan hidup kita, kita akan "collapse", kita akan runtuh tidak akan kuat lagi. Yang baik adalah kita mulai mempersiapkan diri misalnya kita terlibat dalam pelayanan gereja, menjadi majelis, pengurus, kita melawat, mempunyai hobby-hobby yang lain, yang sehat sehingga perlahan-lahan sebetulnya kita mulai mempersiapkan diri memasuki dunia pekerjaan. Tapi setelah menggelutinya mungkin selama 23 tahun, kita harus mempersiapkan diri, mengeluarkan diri dari pekerjaan itu.PG : Betul sekali, memang hobby itu penting Pak Gunawan, mengembangkan hobby yang sehat, misalkan yang sederhana. Saya mengenal seseorang yang agak tua di gereja, yang hobby memelihara tanamn.
Dia seorang pria, tapi di rumahnya ada kebun yang dia pelihara dengan begitu teliti dan itu memang menguatkan dia sekali. Saya kadang-kadang bertanya kepadanya, "Oom sudah pensiun sekarang rasanya bagaimana, sepi tidak, atau rasanya tidak ada pekerjaan?" Lalu katanya, "Saya sekarang lebih sibuk daripada dulu dan setiap hari saya senang sekali", karena kebetulan dia harus menjemput cucunya, mengantar pulang, memberikan makanan kepada cucunya. Dia mengatakan setiap hari banyak pekerjaan, itulah orang yang memang fleksibel. Dia bisa memindahkan hidupnya dari pekerjaan ke pekerjaan yang lain, jadi pekerjaan tidak harus sama dengan yang dulu dia lakukan.PG : Sedikit rumit Pak Gunawan, karena ada pasangan-pasangan tua yang luar biasa tidak cocoknya. Seringkali orang berkata waktu masih lebih muda, papi mami tidak sering ribut, sekarang sudahpensiun, sudah tua sering ribut saja.
Memang ada pergeseran sekarang, si pria yang dulu sering di luar rumah sekarang di rumah terus, jadi cerewet, itu yang sering saya dengar dari keluhan ibu-ibu yang sudah lanjut usia. Suami saya sekarang ini jadi super cerewet, karena yang di rumah semua dia perhatikan, yang dulu tidak pernah diperhatikan. Kebalikannya si ibu yang sudah tua ini merasa sekarang si suami mengganggu teritorinya. Dulu dapur teritori saya, sekarang si suami memindahkan barang sesukanya, dan dia betulkan sesukanya, rumah mau diatur sesukanya, jadi sering ribut. Jadi adakalanya memang usia tua itu bukan membawa keharmonisan, justru membawa ketidakharmonisan.PG : Sebaiknya memang hal-hal ini dibicarakan Pak Gunawan, nanti selesai pensiun apa yang boleh saya kerjakan di rumah, sebab yang telah menjadi ratu si istri. Jadi kita memang harus bicara ulu kepada si istri, tidak boleh langsung menabrak masuk terus menjajah rumah ini.
Jadi kita harus bertanya apa yang bisa saya kerjakan, yang engkau tidak mau saya kerjakan beritahu saya. Jadi pembagian tugas itu saya kira menolong sekali, hal apa yang kau mau saya komentari, saya berikan saran, hal apa yang engkau tidak mau aku berikan komentar atau kalau aku harus memberikan komentar seperti apa bagaimana penyampaiannya yang engkau sukai. Jadi kita bisa mulai membagi tugas. Kedua adalah mulai mengatur jadwal hidup, karena kita sekarang mempunyai waktu yang banyak berduaan. Apa yang bisa kita kerjakan bersama, orang sering berpikir nanti sudah tua mudah bisa mengunjungi menantu. Zaman dulu bisa, sekarang memang agak susah karena orang tua agak enggan mengunjungi anak dan menantu, takut mengganggu. Nanti merepotkan, jadi akhirnya mereka di rumah berduaan. Perlu ada penjadwalan juga, mau ke mana-mana, mau terlibat dalam apa, itu juga baik saya kira.PG : Betul.
PG : Setuju sekali Pak Gunawan, sebab orang tua tetap akan merasa dilibatkan dalam kehidupan anak-anak mereka. Itu betul sekali.
PG : Betul, orang tua itu ingin sekali sebetulnya tetap dianggap normal, jadi jangan sampai kita yang menjadi anak membuat mereka merasa tidak normal lagi, tidak bisa apa-apa lagi, jadi tida perlu dilibatkan.
Sebetulnya itu tindakan-tindakan yang sangat menyakiti hati mereka sebagai orang tua. Mereka takut sekali dan tidak mau diisolasi dari hidup, sebetulnya mereka ingin tetap menjadi bagian dalam kehidupan ini. Phillips Yanci pernah menulis suatu buku tentang usia tua, dia mengadakan riset di situ dan dia mewawancarai orang-orang tua. Yang menarik adalah orang-orang yang sudah lanjut usia itu mengatakan bahwa mereka tidak pernah merasa diri tua. Dalam pengertian mereka tidak merasakan dirinya yang di dalam itu menjadi tua, dirinya tetap sama tapi mereka sadari, fisik mereka berubah menjadi tua. Waktu mereka melihat diri mereka di cermin, tapi diri yang di dalam itu mereka katakan tetap sama dengan yang dulu. Dan kalau saya pikir-pikir betul, kita sekarang usianya sudah 40 ke atas semua. Dan kita pikir-pikir, diri kita sama tidak dengan yang SMA, yang SMP bukankah kalau kita pikir-pikir, masih sama dengan yang dulu itu sebetulnya. Seharusnya yang disadari oleh orang adalah yang tua hanyalah fisik sebetulnya, dirinya tetap sama yang umur 5 tahun, 10 tahun itu tetap sama sebetulnya.PG : Ya berubah dalam pengertian kebutuhannya, kematangan berpikirnya, tapi dirinya itu sebetulnya tidak mengalami ketuaan.
PG : Betul sekali.
PG : Saya akan mengulang lagi yang tadi dikatakan oleh firman Tuhan. "Rambut putih adalah mahkota yang indah, yang didapat pada jalan kebenaran." Saya bukan menganjurkan "jangan beli pengeca rambut", saya bukan berkata seperti itu.
Tapi saya berpendapat orang yang bisa hidup tanpa pengecat rambut adalah orang yang memang lebih menerima fakta ketuaannya. Baik pria maupun wanita.PG : Itu tidak apa-apa, orang-orang dulu saya masih ingat nenek saya diberi oleh kakak mama saya, baju atau kain yang warnanya terang lalu dia marah sekali. Memangnya saya masih muda, dia mearahi anaknya karena memberi kain yang agak terang, jadi harus kain yang warna gelap.
Saya kira tidak perlu begitu ya.PERTANYAAN KASET T 32 B
- Bagaimana mempersiapkan diri sendiri dalam memasuki lanjut usia?
- Apa yang dilakukan dan yang tidak dilakukan oleh seorang mertua sehingga dapat cocok dengan menantu?
- Apa yang perlu dipersiapkan jikalau kita dan pasangan kita sama-sama memasuki usia lanjut?
Tentunya kita semua mempunyai harapan untuk bisa memasuki tahap akhir dari kehidupan atau masa lanjut usia dengan sebaik-baiknya. Namun sebagaimana kita ketahui untuk mewujudkan itu segala sesuatunya perlu dipersiapkan dengan baik. Sebenarnya kita bisa mempersiapkan diri sendiri agar bisa memasuki usia lanjut dengan nyaman.
Yang pertama, kita harus bisa menerima keterbatasan kita.
Keterbatasan fisik adalah sesuatu yang tidak bisa kita cegah dan harus kita terima, mau tidak mau harus kita hadapi. Hanya ada dua pilihan, menghadapinya dengan penuh penerimaan atau menghadapinya dengan berkelahi. Syarat yang paling penting adalah penerimaan. Kalau kita tidak bisa menerimanya, kita akan berkelahi terus dengan fakta-fakta itu sehingga proses menua menjadi proses yang sangat-sangat menyusahkan kita sendiri dan juga akan menyusahkan semua orang di dunia ini.Amsal 16:31 , "Rambut putih adalah mahkota yang indah, yang didapat pada jalan kebenaran." Firman Tuhan meminta kita untuk melihat rambut putih atau usai tua sebagai sesuatu yang indah, sesuatu yang tidak perlu ditakuti.Kita harus merendahkan hati dan belajar bergantung pada orang lain.
Orang yang sombong dan orang yang angkuh akan mengalami kesulitan pada masa tuanya. Sebab salah satu hal yang juga akan berkurang pada usia tua adalah penghasilan finansial. Kita tidak suka bergantung pada anak kita, akhirnya kita cenderung mengharapkan mereka mengerti kebutuhan kita, tanpa kita minta. Tapi kalau kita menerima bantuan dari mereka, kita merasa tidak suka, karena harus minta kita merasa terhina. Ini menjadi suatu konflik yang besar sekali. Jadi salah satu persiapan untuk usia tua adalah kita mulai harus berani merendahkan diri, menerima fakta bahwa kita harus bergantung pada orang lain.Yang bisa kita lakukan untuk mempersiapkan diri menyambut hari tua adalah sejak usia muda kita mulai mengembangkan minat yang berbeda-beda. Yang baik adalah kita mulai mempersiapkan diri, misalkan kita terlibat pelayanan gereja, menjadi majelis, menjadi pengurus, melakukan pelawatan, atau mempunyai hobby-hobby yang lain dan yang sehat, sehingga perlahan-lahan sebetulnya kita mulai mempersiapkan diri. Dalam dunia pekerjaan setelah kita menggelutinya mungkin salama 23 tahun, kita harus mempersiapkan diri dan mengeluarkan diri dari pekerjaan itu.
Phillip Yancey pernah menulis suatu buku tentang usia tua, didalamnya dibicarakan hasil riset dan wawancara terhadap orang-orang tua yang diadakannya. Yang menarik adalah orang-orang yang sudah lanjut usia itu mengatakan bahwa mereka tidak pernah merasa diri tua, dalam pengertian mereka tidak merasakan dirinya yang di dalam itu menjadi tua. Dirinya itu tetap sama, tapi waktu mereka melihat cermin mereka menyadari bahwa secara fisik mereka berubah jadi tua. Tapi diri yang di dalam mereka katakan tetap sama dengan yang dulu. Dan kalau saya pikir-pikir ya betul, sekarang kita usianya sudah 40 ke atas dan kita pikir-pikir, bukankah diri kita itu masih sama dengan waktu kita SMP dan SMA, diri kita masih yang dulu itu. Inilah yang harus disadari oleh orang tua, bahwa yang tua hanyalah fisik dan dirinya tetap sama.
Secara mental akan ada perubahan dalam diri seseorang yang menjadi lanjut usia. Perubahan dalam pengertian kebutuhannya, kematangan berpikirnya, tapi dirinya tidak mengalami ketuaan. Semangat itulah yang perlu kita siapkan sedini mungkin, supaya sejak awal kita tidak memiliki rasa tak berguna, rasa tidak mampu melakukan apa-apa, karena kita lebih banyak/sibuk memikirkan bahwa dirinya tidak berguna.