Membedakan Dosa

Versi printer-friendly
Kode Kaset: 
T259B
Nara Sumber: 
Pdt.Dr. Paul Gunadi
Abstrak: 
Ada orangtua yang cepat berkata “Ini dosa!” kepada anak; sebaliknya ada pula orangtua yang dengan ringan berkata “ Ini bukan dosa.” Singkat kata, kita tidak terlalu jelas dengan definisi dan cakupan dosa sehingga adakalanya kita keliru menilai sesuatu. Bagaimanakah kita mengetahui kapan dan dalam hal apa batasan dosa? Prinsip apa yang dapat digunakan untuk membedakan dosa?
Audio
MP3: 
Play Audio: 
Ringkasan

Ada orangtua yang cepat berkata "Ini dosa!" kepada anak; sebaliknya ada pula orangtua yang ringan berkata " Ini bukan dosa." Singkat kata, kita tidak selalu jelas dengan definisi dan cakupan dosa sehingga adakalanya kita keliru menilai sesuatu. Pada dasarnya dosa adalah sikap atau tindakan melawan perintah Allah. Jadi, sebagai langkah awal orangtua mesti mengetahui perintah Allah sebagaimana tersurat di Firman-Nya. Namun di dalam hidup ada sejumlah hal lainnya yang kadang tidak tampak jelas batas dosanya. Berikut adalah beberapa prinsip yang dapat digunakan untuk mengetahui kapan dan dalam hal apa batasan dosa.

  1. Orangtua perlu memisahkan antara perbuatan membangkang perintah orangtua dan melawan perintah Tuhan. Belum tentu anak berdosa sewaktu ia, misalnya, menolak mengerjakan pekerjaan rumah atau menunda makan. Dengan kata lain, orangtua perlu berhati-hati agar tidak cepat menggunakan istilah dosa untuk mengancam atau menakut-nakuti anak.
  2. Orangtua harus membedakan antara selera pribadi dan kehendak Tuhan. Misalnya ada orangtua yang tidak menyukai mode rambut tertentu. Nah, di sini orangtua perlu menahan diri untuk tidak melabelkan mode rambut itu sebagai dosa.
  3. Orangtua perlu membedakan antara sesuatu yang tidak berdosa namun berpotensi menuju kepada dosa dan perbuatan dosa itu sendiri. Misalnya, mengunjungi klub malam. Mengunjungi dan berada di tempat itu sendiri bukanlah dosa namun tempat seperti itu merupakan jembatan menuju dosa. Firman Tuhan berkata, "Berbahagialah orang yang . . . duduk dalam kumpulan pencemooh" (Mazmur 1:1). Sudah tentu duduk bersama orang yang berdosa tidak menjadikan kita berdosa namun Firman Tuhan meminta kita untuk tidak melakukannya oleh karena bergaul dan hidup bersama orang berdosa cenderung berdampak buruk pada diri kita. Kita harus menjelaskan hal ini kepada anak sehingga ia mengerti alasan mengapa kita harus memberinya peringatan.
  4. Orangtua harus membedakan antara nilai budaya yang dipegangnya dan nilai moral Tuhan. Misalnya dalam soal "membuang waktu." Ada orangtua yang tidak nyaman berdiam diri dan menganggap itu sebagai kesalahan. Itu sebabnya orangtua menerapkan nilai yang sama pada anak dan menyamakan itu sebagai kehendak Allah. Pada akhirnya anak dibuat tidak nyaman jika terlihat tidak berbuat apa-apa atau santai. Ingatlah, nilai budaya belum tentu identik dengan kehendak Tuhan.
  5. Orangtua mesti berhati-hati dengan kelemahan pribadi. Ada kecenderungan bagi kita untuk menoleransi kelemahan sendiri dan tidak memanggilnya dosa. Misalnya, kita berkata bahwa berbohong itu tidak salah sebab pada dasarnya kita hanya menyenangkan hati orang dan ingin orang lain melihat kita baik. Pada akhirnya hal ini tertanam pula pada diri anak dan anak pun mencontoh perbuatan kita.
  6. Orangtua harus menyadari bahwa dosa pada hakikinya keluar dari diri yang tidak ingin tunduk kepada Allah. Dosa lahir dari keinginan untuk hidup bebas tanpa Tuhan dan tidak membutuhkan kasih karunia-Nya. Dan sering kali lahan dosa tersubur adalah hati yang keras. Sesungguhnya hati yang keras merupakan bentuk keangkuhan dan ini adalah dosa terselubung yang serius. Sejak anak kecil, ajarlah anak untuk mengembangkan sikap rendah hati misalnya, mengaku salah dan meminta maaf. Sudah tentu kita harus mengajarkannya dengan tepat bukan dengan paksaan sebab paksaan hanyalah akan makin mengeraskan hatinya. Sikap rendah hati akan mempersiapkan dirinya untuk peka dengan suara Tuhan dan taat kepada kehendak-Nya.
  7. Terakhir, resep untuk melawan dosa sesungguhnya satu yakni mengasihi Tuhan, "Kasihilah Tuhan Allahmu dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu" (Matius 22:37). Makin mengasihi Tuhan, makin menjauh dari dosa. Jadi, doronglah anak untuk mengasihi Tuhan dengan cara membicarakan tentang kasih karunia Tuhan. Doronglah anak untuk mulai mengasihi Firman Tuhan dan memikirkan isi hati Allah.