Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Membedakan Dosa". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
GS : Judul ini akan membuat orang menjadi bertanya-tanya, karena yang namanya dosa itu tetap dosa. Tapi apa yang Pak Paul maksudkan dengan mengangkat judul ini ?
PG : Ada kecenderungan, kita sebagai orang tua tidak jelas dengan dosa sehingga kadang-kadang menyamaratakan semua tindakan sebagai dosa. Sehingga sedikit-sedikit anak ditegur, "Ini tidak boleh dosa" semua dianggap dosa.
Tapi ada juga orang tua yang terlalu longgar, sehingga tidak ada yang namanya dosa, semuanya boleh. Jadi kita perlu sebagai orang tua belajar mengerti apa yang namanya dosa sehingga kita nanti juga bisa mendidik anak kita, untuk juga mengenal dan membedakan ini dosa atau tidak dosa, begitu maksud saya.
GS : Dan bagaimana mengindikasikan bahwa ini dosa dan ini bukan dosa ?
PG : Sebetulnya kita harus jelas dulu, apa definisi hakiki dari dosa itu sendiri. Kita tahu dosa adalah sebuah sikap atau tindakan melawan perintah Allah. Jadi apa yang sudah tersurat di dalam irman Tuhan, itu yang tidak boleh kita langgar karena waktu kita melanggarnya itu adalah sebuah tindakan dosa.
Itu sebabnya sebagai langkah awal, kita sebagai orang tua mesti mengetahui perintah Allah seperti yang tersurat di Firman-Nya. Jangan sampai kita cepat-cepat melabelkan ini dosa dan itu dosa. Padahal kita tidak tahu sebetulnya apa yang Tuhan perintahkan di dalam Firman-Nya. Jadi langkah pertama adalah orang tua sendiri perlu tahu Firman Tuhan sehingga tahu apa yang Tuhan perintahkan untuk kita semuanya. Selain dari itu kita akan mencoba bahas, Pak Gunawan, langkah-langkah praktis untuk bisa menolong orang tua mengajar anak-anak, "Apa itu dosa" sehingga tidak cepat-cepat melabelkan dosa atau terlalu longgar mengatakan, "Semua hal tidak dosa".
GS : Mungkin para pendengar kita juga ingin segera mengetahui langkah-langkah apa yang harus diambil, Pak Paul.
PG : Yang pertama adalah orang tua perlu memisahkan antara perbuatan membangkang perintah orang tua dan melawan perintah Tuhan. Saya kira kita sebagai orang tua mesti hati-hati, kadang-kadang kta terlalu cepat mengidentikkan perintah Tuhan dan perintah kita, seolah-olah apa yang kita perintahkan adalah perintah Tuhan sehingga sewaktu anak tidak mengikuti perintah kita, kita langsung panggil itu sebagai dosa terhadap Tuhan, jadi kita mesti berhati-hati.
Belum tentu anak berdosa sewaktu ia misalnya menolak mengerjakan PR, bermain-main saja atau menunda-nunda makan atau mandi, atau tidak mau membersihkan kamarnya. Jangan sampai kita itu langsung dengan cepat menuduh, "kamu telah berdosa", itu belum tentu ! Karena memang hal-hal itu belum tentu dosa. Adakalanya orang tua karena ingin mendapatkan hasil dengan segera maka mengancam dengan cara menakut-nakuti anak dan menyebut-nyebut dosa. Dampaknya tidak sehat, Pak Gunawan, karena lama-lama anak menjadi terlalu takut, cemas karena merasa larangan yang telah dia langgar sangat besar. Dia melihat dirinya sebagai anak yang buruk, sebagai anak yang dikutuk Tuhan, karena telah banyak berbuat dosa, anak kita ini sangat kasihan. Atau ada reaksi yang kebalikannya, Pak Gunawan, ada anak-anak yang karena terlalu di"bombardir" oleh orang tua, "Ini dosa, ini dosa, ini dosa" akhirnya bereaksi keras, justru menolak, tidak mau menerima orang tua "Ini dosa" meskipun sebenarnya itu sungguh-sungguh dosa, akhirnya dia tidak peduli ! Justru dia melawan dan dia tidak pusing lagi ini dosa atau tidak dosa. Jadi kita mau menghindari dua reaksi yang ekstrem ini dari anak. Maka pertama-tama kita harus berhati-hati jangan mengidentikkan perintah kita sebagai orang tua, sebagai perintah Tuhan, karena belum tentu sama.
GS : Seringkali orang berlindung di dalam hukum Tuhan yang berkata, "Hormatilah orang tuamu" jadi kalau mereka tidak menurut atau membangkang, maka mereka dianggap melanggar hukum kelima itu, Pak Paul.
PG : Dan masalahnya adalah orang tua mesti memahami apa yang Tuhan maksud dengan menghormati orang tua. Sebetulnya kalau kita terjemahkan secara praktis, kata menghormati orang tua adalah janga sampai kita kurangajar kepada orang tua, "disrespectful".
Tuhan melarang itu karena kita tahu, ini adalah perintah yang Tuhan mau teruskan karena anak yang berani kurang ajar kepada orang tua, nantinya tinggal tunggu waktu akan berani kurang ajar kepada Tuhan, karena Tuhan sangat peka dengan kekurangajaran. Waktu Musa disuruh Tuhan berkata kepada batu karang untuk mengeluarkan air, Musa dengan emosi marah malah memukul dengan tongkatnya dua kali pada batu karang itu dan Tuhan marah, sehingga Tuhan berkata, "Engkau telah tidak menghormati kekudusanKu" alias kurang ajar. Anak juga perlu hormat, jangan sampai kurang ajar terhadap orang tua. Dan yang kedua maksudnya menghormati orang tua adalah anak itu bertanggung jawab merawat, jangan sampai mengabaikan orang tua, itulah artinya. Tapi apakah setiap kata dari orang tua itu identik dengan perkataan Tuhan, sudah tentu tidak ! Kita pun sebagai orang tua tidak selalu hidup seturut dengan Firman Tuhan. Jadi tidak semua hal yang keluar dari mulut kita sesuai dengan kehendak Tuhan pula.
GS : Tapi kalau ukurannya adalah kita sendiri sebagai orang tua dan kita tidak melakukan maka kita sendiri juga sulit untuk memberikan disiplin kepada anak. Jadi anak akan berkata, "Papa atau Mama sendiri tidak bisa melakukan itu". Tapi kalau itu yang menjadi alasan untuk memperbolehkan anak melakukan suatu kesalahan, maka kita tidak mendidik anak dengan baik.
PG : Maka kalau kita sendiri menyadari bahwa kita tidak bisa melakukannya, yang pertama kita harus berusaha melakukannya karena sekali lagi, kita menjadi panutan anak, kalau sampai kita hanya bsa mengajarkan tapi tidak melakukannya, itu malahan akan melemahkan otoritas kita.
Namun dalam kasus-kasus tertentu kalau memang kita itu sadar kita belum mampu, tapi kita tahu kalau ini penting untuk anak-anak ketahui, maka kita katakan dan akui dengan jujur, "Saya sendiri belum bisa, tapi tolong kamu coba untuk melakukannya, karena ini yang Tuhan kehendaki." Anak akan melihat bahwa kita bukanlah seorang yang munafik, kita mengakui kelemahan kita sendiri.
GS : Langkah berikutnya apa, Pak Paul ?
PG : Orang tua harus membedakan antara selera pribadi dan kehendak Tuhan, maksudnya begini Pak Gunawan, ada orang tua yang tidak menyukai mode rambut tertentu, anak-anak sekarang banyak modenyaatau perhiasan seperti anting-anting dan sebagainya.
Kita harus berhati-hati dan menahan diri, supaya tidak cepat melabelkan mode rambut itu sebagai dosa karena sebetulnya itu adalah masalah selera. Sama dengan musik, kita mempunyai selera musik tertentu, kemudian anak-anak kita sering mendengarkan lagu-lagu rap. Kita memang harus hati-hati melihat liriknya sebab lagu-lagu rap banyak mempunyai lirik-lirik yang kotor yang memang benar-benar suatu sampah. Jadi kita mesti melihat liriknya baik-baik. Tapi kalau anak kita untuk bahasa Inggris saja tidak bisa dan tidak mengerti, jadi hanya suka dengan dentuman nada-nada itu saja, mungkin kita harus toleransi dan kita tidak cepat-cepat melabelkan itu sebuah dosa. Jadi apa yang berbeda dari selera pribadi kita, kita mesti menjaga jangan sampai kita terlalu cepat melabelkannya sebagai dosa.
GS : Juga dalam hal berpakaian atau hal yang lain-lainnya. Banyak hal yang memang tidak cocok dengan selera kita dan selera anak. Dan memang kalau dilabelkan sebagai dosa, maka anak akan bingung karena dia menjadi bertanya-tanya, "Sebetulnya apa yang menjadi dosanya ?"
PG : Tepat sekali dan waktu anak-anak menginjak usia remaja, kita sudah harus mulai menjelaskan kepada anak-anak. Semakin sering tercetus kata-kata, "Pokoknya tidak boleh" maka anak-anak akan mlai mempunyai anggapan bahwa percuma berdialog dengan orang tua sebab pintu telah tertutup, karena orang tua kalau sudah berpikir, tidak akan berubah lagi.
Jadi tidak perlu lagi bicara. Akhirnya anak-anak mulai mengembangkan kehidupan ganda, di depan orang tua dia memberikan tampilan yang sesuai dengan keinginan orang tua tapi di luar orang tua ternyata berkebalikan dan hal ini yang mesti kita hindari. Jadi sebagai orang tua kita mesti menjaga dan berhati-hati, jangan sampai menyamakan selera pribadi dengan kehendak Tuhan, jangan sampai itu terjadi.
GS : Tapi ada kekhawatiran di dalam diri orang tua dan termasuk saya, Pak Paul, kalau anak sudah berpenampilan yang tidak sesuai dengan selera kita atau mengikuti suatu aliran musik tertentu, dan kita tahu itu sebagian besar dilakukan oleh orang-orang yang bukan mengasihi Tuhan, kita menjadi khawatir, apakah anak ini tidak terseret ke dalam pergaulan yang keliru ?
PG : Dan ini yang membawa kita ke point yang berikutnya, Pak Gunawan, yaitu kita sebagai orang tua perlu membedakan antara sesuatu yang tidak berdosa namun berpotensi menuju kepada dosa dan peruatan dosa itu sendiri.
Tadi Pak Gunawan memberikan contoh tentang cara berpakaian, misalkan anak kita anak gadis yang sudah remaja dan memakai pakaian yang terlalu terbuka. Memang kita bisa bicara dengan anak dan anak bisa menjawab, "Kenapa ? Tidak ada salahnya! Ini hanya pakaian dan orang juga memakai seperti ini dan sebagainya." Kita bisa menjelaskan kepada anak bahwa, "Memang kalau kamu berpakaian seperti ini tidak ada dosanya tapi ini berpotensi menuju kepada dosa sebab nanti kamu pergi dengan teman-teman priamu, teman-teman priamu melihat tubuh kamu seperti itu dan nanti teman pria kamu bisa tergoda sehingga akhirnya kamu pun juga bisa tergoda dan masuk ke dalam dosa." Atau contoh lain lagi yaitu mengunjungi club malam, anak-anak biasanya akan berkata, "Kenapa salah ? Apa salahnya ? Saya di sana hanya ramai-ramai, senang-senang, saya hanya dansa-dansa, kenapa tidak boleh ? Apa dosanya ?" Kita mesti menjelaskan kepada anak, "Memang tempat itu sendiri, dansa itu sendiri, bercengkerama dengan teman-teman itu sendiri bukanlah dosa, tapi ini adalah sebuah tindakan yang berpotensi menuju kepada dosa. Karena di tempat itu kita bisa terlalu lupa daratan dan akhirnya mulai mengkonsumsi minuman-minuman beralkohol, nanti mulailah kita mabuk atau nanti akan ada yang memberikan kita obat-obatan terlarang karena kita tahu di tempat-tempat itulah obat terlarang mudah dijual. Atau kita juga bertemu dengan orang-orang yang memang berakhlak buruk dan kita menjadi mangsanya. Atau mereka yang berakhlak buruk dan kita mengenal orang-orang yang berakhlak buruk, nanti kita pun akan dipengaruhi oleh mereka." Nah ini adalah yang Firman Tuhan katakan di Mazmur 1:1, "Berbahagialah orang yang tidak duduk dalam kumpulan pencemooh". Sudah tentu duduk dengan orang yang berdosa tidak menjadikan kita berdosa dan itu betul. Namun Firman Tuhan mengatakan untuk tidak melakukannya oleh karena bergaul bersama dengan orang berdosa cenderung berdampak buruk pada diri kita dan kita harus menjelaskan hal ini kepada anak, agar dia mengerti alasannya mengapa kita harus memberinya peringatan.
GS : Itu berarti kita harus menunjukkan konsekwensi atau akibat yang harus ditanggung kalau melakukan hal seperti itu.
PG : Betul. Dan kalau satu waktu, anak kita tidak bisa terima dan terus saja, mungkin di saat itulah kita harus mengambil tindakan yang lebih tegas, yaitu benar-benar menghentikannya. Tapi poin saya adalah kita tidak serta merta melarangnya langsung "Tidak boleh" dan langsung melabelkannya dosa, itu yang saya kira kita mesti mencegahnya, sehingga anak-anak tidak melihat kita seperti orang yang membabi buta, membabat semua hal dan mengatakan semua hal adalah dosa dan kita harus hidup terpisah dari semua orang di dunia ini, tidak ! Kita mesti hati-hati jangan sampai bertindak sejauh itu.
Namun kalau kita sudah memberikan peringatan demi peringatan, ajak dia berbicara berkali-kali tapi dia terus melakukannya maka kita makin hari makin melihat sikapnya, nilai-nilai hidupnya pun mulai bergeser, di situ kita harus bertindak dengan tegas dan berkata, "Saya melihat perubahan dalam diri kamu, dulu kalau sudah mulai pagi kamu segera siap untuk ke gereja, kamu mengutamakan beribadah kepada Tuhan tapi sekarang tidak lagi karena kamu pulang sudah jam 2 atau jam 3 pagi dan pagi-pagi kamu tidak bisa bangun, kamu tidak merasa ada yang terhilang di dalam hidup kamu, berarti ini sudah salah. Dan sebagai orang tua saya tidak mau kamu hidup terus-menerus di dalam kesalahan ini", maka kita berikan dia sangsi, "Kalau minggu depan kamu tetap seperti ini berarti saya akan melarang kamu untuk keluar malam." Jadi kita harus mengambil tindakan yang tegas, jangan sampai anak kita tenggelam di dalam lumpur.
GS : Karena kita sebagai orang dewasa tentu tahu akibatnya, Pak Paul.
GS : Dibandingkan dengan anak-anak yang kurang berpengalaman dalam hal ini, tapi seringkali mereka bersikeras, Pak Paul.
PG : Betul, dan sampai titik terakhir kita harus bersikap tegas.
GS : Pak Paul, mungkin masih ada sisi lain yang seringkali kita menganggap sebagai dosa padahal bukan.
PG : Orang tua harus membedakan antara nilai budaya yang dipegangnya dan nilai moral Tuhan. Misalnya dalam soal membuang waktu, ini seringkali keluar dari mulut kita sebagai orang tua, "Jangan uang waktu" ada orang tua yang tidak nyaman berdiam diri dan menganggap itu sebagai kesalahan dan kita katakan "Kurang bertanggung jawab, malas" dan jatuh-jatuhnya kita mengatakan ini adalah sebuah dosa.
Akhirnya orang tua menerapkan tuntutan itu kepada anak-anak, "Tidak boleh diam, tidak boleh relaks" disangka itu adalah tindakan membuang waktu dan dianggapnya itu adalah tindakan yang tidak bertanggung jawab kepada Tuhan dan akhirnya dikatakan ini adalah sebuah dosa. Hati-hati, besar kemungkinan ini adalah nilai budaya kita, nilai-nilai di mana kita dibesarkan. Mungkin dulu orang tua kita seperti itu, tidak bisa melihat kita duduk diam, langsung disuruh kerja. Kalau kita duduk diam dan tidak mau maka kita akan langsung dimarahi, dikatakan "Malas." Atau kita sebagai pelajar, kita tidak lagi belajar, kemudian dimarahi dan langsung dikaitkan, "Kamu ini tidak menjadi juru kunci yang bertanggung jawab, Tuhan telah memberi kamu kesempatan untuk kamu belajar tapi kamu tidak menggunakan kesempatan untuk belajar." Maka kita coba menjelaskan kepada orang tua, "Saya telah mengerjakan PR saya, semua sudah selesai dan saya mau relaks" tapi orang tua tetap mengatakan, "PR sudah selesai, tapi bukankah masih ada buku yang bisa dibaca, kenapa tidak membaca buku yang lain ?" akhirnya kita terus dicekoki dengan konsep seperti ini dan kita terpengaruh, kita menjadi orang tua dan kita menerapkan hal yang sama dan kita harus bedakan antara nilai-nilai budaya di mana kita dibesarkan dan nilai moral yang Tuhan telah tetapkan, belum tentu sama. Jangan cepat-cepat melabelkan itu sebagai sebuah dosa.
GS : Memang agak sulit membedakannya tapi kadang-kadang pengalaman kita yang membuat kita melabelkan ini sebagai dosa, padahal yang sebenarnya bukan, seperti tadi yaitu membuang waktu atau penggunaan uang berlebihan. Kadang-kadang kita mau menerapkan kedisiplinan di dalam diri anak ini, tapi akibatnya anak memiliki persepsi yang keliru tentang dosa yang sebetulnya dosa.
PG : Betul, misalkan membeli barang menggunakan uang, misalnya untuk membeli komputer, memang kita bisa membeli komputer biasa atau kita bisa membeli misalnya komputer "Apple". Kita tahu kompuer "apple" itu komputer yang bagus dan mempunyai banyak kelebihan dan kita juga tahu "apple" itu bisa bertahan lama, jadi "apple" itu adalah komputer dengan kwalitas tinggi seperti IBM, bisa tahan 10 tahunan dan sebagainya.
Anak kita misalnya berkata "Mengapa tidak beli seperti itu" dan kita tahu dia juga senang dengan multimedia, jadi benar-benar dia bisa memanfaatkan karena pada komputer "apple" banyak sekali hal-hal yang bisa dia gunakan untuk multimedia itu. Bisa jadi kita itu terlalu cepat berkata, "Kalau kamu keluarkan uang untuk komputer "apple" ini, berarti kamu tidak membelanjakan uang yang Tuhan percayakan kepada kita." Sehingga kita terlalu menekankan kepada anak, bukan saja hidup sederhana tapi susah, kita mesti hati-hati. Sudah tentu jangan memboroskan uang, tapi kalau kita memang mempunyai uang itu dan kita hanya menggunakan sekali-sekali, apa salahnya ? Kalau kita setiap kali membeli yang mahal-mahal dan kita tidak gunakan, itu semua untuk apa, itu salah! Tapi kalau hanya sekali-sekali dia perlu ini dan dia gunakan, itu tidak apa-apa. Namun adakalanya kita dibesarkan tidak seperti itu, akhirnya kita menuntut anak untuk tidak boleh sedikit pun mempunyai barang yang agak mewah, sama sekali tidak boleh.
GS : Seringkali kita mengatakan, "Suatu kelemahan pribadi, itu juga suatu dosa" dan apakah memang kelemahan pribadi itu suatu dosa ?
PG : Kelemahan pribadi tidak mesti sebuah dosa, Pak Gunawan, misalnya ada anak yang susah sekali untuk belajar karena dia mudah sekali belajar lewat interaksi langsung atau pengamatan langsung.Justru untuk duduk dan membaca itu sangat susah dan akibatnya dia tidak bisa mengejar atau mempunyai prestasi belajar yang tinggi seperti orang lain.
Jadi kita mesti hati-hati, tidak melabelkan itu sebuah dosa. Saya juga mau menerapkan hal ini kepada kita sebagai orang tua, ada kecenderungan kalau kita yang mempunyai kelemahan itu sendiri, meskipun itu adalah sebuah dosa, kita cenderung mengatakan dosa. Tapi kalau orang lain yang mempunyai kelemahan itu, maka kita katakan itu adalah dosa, sedangkan kalau kita yang mempunyai kelemahan maka kita katakan itu bukanlah dosa. Misalnya contoh yang sering terjadi adalah ada orang tua yang cepat berbohong, kita tidak memanggilnya berbohong tapi kita memanggilnya asal bicara, dari pada nanti menyakiti hati orang, jadi bicara saja seperti ini, dia nanti akan senang mendengar hal ini maka kita mengatakannya. Tapi intinya sebetulnya kita mengatakan hal yang tidak benar yang tidak sesuai tapi kita tidak mengatakan hal itu dosa, kita tidak memanggil itu sebagai sebuah kesalahan karena itu adalah sebuah kelemahan pribadi kita. Jadi itulah sifat dasar kita sebagai manusia, kalau itu menyangkut diri kita maka kita menyebutnya kelemahan pribadi, tapi kalau menyangkut orang lain maka kita katakan itu pasti dosa. Jadi dengan anak-anak kita mesti berhati-hati, jangan cepat-cepat melabelkan kelemahan pribadi anak itu dosa dan jangan cepat-cepat melabelkan kelemahan pribadi kita sebagai bukan dosa.
GS : Itu memang akan membingungkan anak bahkan anak sendiri juga akan bingung "Ini dosa atau tidak" karena ada yang katanya bohong putih, bohong untuk kebaikan, bohong untuk siasat dan sebagainya. Memang agak sulit Pak Paul, kita sendiri tidak jelas bahwa hal ini dosa atau tidak, memang paling aman kalau yang melakukan orang lain maka kita sebut dosa tapi kalau diri kita maka kita sebut tidak dosa dan memang ini menguntungkan buat kita.
PG : Betul dan seringkali kita melakukannya. Jadi sekali lagi kita mesti hati-hati, maka untuk benar-benar kita tahu bahwa hal ini dosa atau tidak dosa, kita harus kembali kepada Firman Tuhan shingga kita tahu apa isi hati Tuhan.
Kalau masih kurang jelas, nanti kita bisa bertanya kepada hamba Tuhan.
GS : Jadi bagaimana tentang dosa ini sendiri ?
PG : Ada satu lagi yang saya mau paparkan yaitu orang tua mesti menyadari bahwa dosa pada hakikinya keluar dari diri yang tidak ingin tunduk kepada Allah. Dosa itu lahir dari keinginan untuk hiup bebas tanpa Tuhan dan tidak membutuhkan kasih karuniaNya.
Dan seringkali lahan dosa tersubur adalah hati yang keras, sesungguhnya hati yang keras merupakan suatu bentuk keangkuhan dan ini adalah sebuah dosa terselubung yang serius. Sejak anak-anak masih kecil, harus mulai diperhatikan apakah anak kita itu mempunyai kecenderungan untuk berhati keras, kalau dia memang memiliki kecenderungan berhati keras maka kita harus mengamatinya, karena hati yang keras adalah ladang yang subur munculnya dosa sebab tadi saya sudah singgung, dosa sebetulnya keluar dari keinginan untuk hidup bebas atau kalau kita balik, tidak suka diperintah. Jadi anak-anak yang berhati keras itu atau yang berwatak keras, tidak suka diperintah, bahkan oleh Tuhan sendiri. Orang tua mungkin tidak melihat ini dari kacamata dosa, tapi saya mau melihatnya dari kacamata dosa bahwa watak keras seperti ini sebuah ladang subur munculnya dosa dalam kehidupannya kelak. Maka kita mesti mewaspadainya dari kecil, misalnya sejak anak kecil, kalau anak ini berwatak keras maka kita harus mendidik dia untuk berani mengakui salah, untuk berani merendahkan diri dan meminta maaf. Hal ini perlu kita lakukan dan sekali lagi bagaimana kita melakukannya, mungkin kadang-kadang kita harus tegas dengan dia, memaksa dia untuk meminta maaf tapi yang lebih sering yang harus kita lakukan adalah mengajaknya berbicara untuk menjelaskannya bahwa engkau telah melakukan kesalahan ini dan engkau perlu mengakuinya. Karena engkau telah mengakuinya maka engkau telah maju lagi satu langkah yaitu meminta maaf kepada orang, kepada siapa kamu telah berbuat salah itu. Dengan cara itu anak belajar untuk melihat diri mengakui kelemahannya, keterbatasannya dan untuk meminta maaf, sehingga ini menolong anak untuk belajar rendah hati. Waktu dia belajar rendah hati, berarti hatinya itu tidak lagi terlalu keras sehingga nanti waktu Tuhan menegur dia dan sebagainya, maka dia akan cepat mendengar suara Tuhan.
GS : Memang anak-anak sering menanyakan baik kepada guru atau kepada orang tuanya, "Ini dosa atau tidak?" dan kadang-kadang kita susah untuk menjawabnya.
PG : Kadang-kadang ada hal-hal yang jelas yang kita bisa langsung katakan, "Ini dosa" tapi ada hal-hal yang memang kurang jelas. Kalau anak-anak itu sudah mulai remaja sebaiknya kita memberinyapenjelasan dan mengajaknya berpikir sehingga nanti yang dia akan serap dari kita sebagai orang tua adalah bukan hanya bentuk akhir dari dosa, tapi kenapa itu akhirnya menjadi sebuah dosa misalkan contoh yang tadi telah kita bahas, waktu Tuhan menyuruh Musa berkata kepada batu karang "Keluarlah air" dan Musa marah kemudian memukul batu itu, Tuhan melarang Musa untuk masuk ke tanah Kanaan sebagai bentuk hukuman kepada Musa yang tidak menghormati kekudusan Tuhan, dan pertanyaannya adalah, "Kenapa ? Sampai-sampai Musa yang sudah bekerja begitu keras buat Tuhan tapi tidak bisa menginjakkan kaki di tanah Kanaan, kenapa ?" Sebab kita bisa katakan yang pertama batu karang itu menyimpulkan Tuhan.
Jadi Musa itu benar-benar seperti memukuli Tuhan, benar-benar tidak ada respek kepada Tuhan, kenapa hal itu begitu besar di mata Tuhan? Sebab Tuhan adalah Tuhan, kalau orang tidak bisa lagi tunduk, tidak bisa respek kepada Tuhan, dia akan terlepas sepenuhnya dari Tuhan pula. Tuhan tidak mau hal itu terjadi, Tuhan mau anak-anakNya tetap tunduk dan hormat kepadaNya. Kita mesti menjelaskan dengan lebih rinci kepada anak-anak, sehingga dia mengerti kenapa hal ini menjadi hal yang lebih serius atau dosa di mata Tuhan, karena ada pertimbangan-pertimbangan ini, sehingga nanti anak-anak akan menyerap proses ini, Pak Gunawan.
GS : Jadi yang berotoritas ini dosa atau tidak, sebenarnya hanya Tuhan sendiri melalui Alkitab.
GS : Apakah ada ayat Firman Tuhan yang ingin Pak Paul sampaikan untuk ini ?
PG : Firman Tuhan di Matius 22:37 berkata, "Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu." Sebetulnya resep untuk melawan dosa hanyalh satu yaitu mengasihi Tuhan, makin mengasihi Tuhan makin menjauh dari dosa.
Jadi doronglah anak untuk mengasihi Tuhan dengan cara membicarakan tentang kasih karunia Tuhan, doronglah anak untuk mengasihi Firman Tuhan, membacanya, merenungkannya serta memikirkan isi hati Tuhan, inilah cara tertepat dan terbaik untuk mendidik anak agar bisa jauh dari dosa.
GS : Terima kasih, Pak Paul untuk penjelasan ini sehingga kita bisa mengerti tentang membedakan dosa. Para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terima Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Membedakan Dosa." Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK), Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.