Investasi Orangtua? (II)

Versi printer-friendly
Kode Kaset: 
T552B
Nara Sumber: 
Ev. Sindunata Kurniawan, M.K
Abstrak: 
Anak bukan aset milik orangtua, namun milik Tuhan. Menjaga jarak yang sehat dengan anak yaitu menyadari bahwa “anakku bukan aku”, menjadi poin penting untuk menghindari perasaan kepemilikan ini. Di penghakiman terakhir setiap orangtua akan dimintai pertanggungjawaban: sudahkah mendidik anak seperti kemauan Tuhan?
Audio
MP3: 
Play Audio: 
Ringkasan

Pandangan "Banyak Anak, Banyak Rezeki" kemungkinan lahir dari konteks negeri agraris. Untuk menggarap lahan pertanian, perkebunan dan peternakan, semakin banyak anak, berarti semakin banyak tenaga kerja yang bisa dikaryakan. Tanah garapan luas. Hidup jauh lebih simpel saat itu. Tak perlu pendidikan tinggi. Biaya hidup murah. Sekarang konteksnya jauh berbeda.


Kalaupun masa kecilnya anak belum sempat di-monetize, fakta di lapangan memerlihatkan orangtua lansia yang memiliki beberapa anak yang mampu secara keuangan seperti memiliki kehidupan masa lansia yang cukup makmur karena dukungan keuangan anak. Pertanyaan: Benarkah menjadikan anak sebagai investasi keuangan orangtua di masa tua?


Sekarang mari kita lihat apa kata Firman Tuhan. Di dalam Efesus 6:1-4, Rasul Paulus memberikan nasehat praktis kepada orang percaya untuk melaksanakan panggilan ilahi sebagai orang percaya. Salah satu bentuk panggilan tersebut adalah mewujudkan kasih dalam lingkup keluarga.


Orangtua adalah wakil Tuhan. Menghormati orangtua adalah perintah Allah langsung seperti yang Allah perintahkan sejak jaman Musa. Paulus disini hendak mengulangi kembali perintah kelima dalam 10 Perintah Allah tersebut sebagai tekanan penting bagi jemaat Efesus yang mayoritas bukanlah keturunan Yahudi. Menghormati orangtua memberi berkat bagi orang yang menaatinya. Ketaatan pada orangtua merupakan bagian dari ketaatan kepada Allah.


Kewajiban orangtua:

  1. "Janganlah bangkitkan amarah di dalam hati anak-anakmu."
  2. "Didiklah mereka di dalam ajaran dan nasihat Tuhan."


Tugas Orangtua:
Menjadi wakil Tuhan? mengasuh anak menurut cara Tuhan? setiap anak dihantar untuk mengalami Tuhan secara pribadi dan mengikuti panggilan khusus Tuhan (profesi, pelayanan, domisili)


Orangtua berperan penting mengasuh anak untuk sukses melalui masa transisi remaja dan kemudian melepas sepenuhnya di masa dewasa. Maka ketika di masa kanak-kanak orangtua biasanya hari Sabtu Minggu dengan anak, tapi di masa remaja mungkin sang anak ingin bersama teman sebayanya.


Jika orangtua mengizinkan anak dengan teman sebayanya, maka proses penyapihan emosi dan sosial akan berjalan dengan baik. Dan buahnya, ketika anak sudah berusia 18 tahun ke atas maupun sudah menikah, orangtua sudah benar-benar bisa melepas anak. Anak tidak lagi dihayati sebagai aset yang dimiliki dan diproteksi orangtua.


Jika proses transisi remaja ini diabaikan orangtua, maka tidak heran mudah muncul kasus-kasus "anak mama", "anak papa", "perseteruan kekal mertua-menantu".


Ada boundary atau batasan ketika anak usia 18 tahun ke atas dan memasuki masa dewasa, apalagi ketika anak telah menikah (Kejadian 2:24). Ketika anak telah menikah, maka tanggung jawab terutamanya adalah menghidupi pasangan dan anak-anaknya. Ketika pun tidak atau belum menikah, anak di usia dewasa memiliki tugas perkembangan mewujudkan panggilan khusus Allah yang telah ditanamkan dalam dirinya oleh Allah sendiri lewat proses kehidupan dan pertumbuhan iman. Tugas orangtua adalah memberi restu dan dukungan bagi anak menggenapi panggilan khusus Allah tersebut.


Dalam hal ini, bukan berarti anak-anak di usia dewasanya meninggalkan dan mengabaikan orangtuanya di usia lanjut. Tetap rasa hormat pada orangtua dihidupinya sampai orangtua meninggal. Namun, sejalan dengan itu rasa hormat orangtua pada anak-anak dewasanya, juga perlu dihidupi. Timbal balik. Bahwa anak-anak ini milik Allah dan sedang mengemban tugas dari Allah.


Maka, menghormati Allah dan menghormati orangtua bersifat paradoks. Dua-duanya benar dan bukan berkontradiksi. Menghormati orangtua dengan tetap menghormati panggilan khusus Allah. Menghormati panggilan khusus Allah dengan tetap menghormati orangtua. Bukan saling meniadakan atau bersifat pilihan.


Sebagai wujud rasa hormat anak dewasa pada orangtua lansia, maka bisa berupa menyediakan sekian persen penghasilannya untuk pemberian kepada orangtua. Jadi, ada anggaran tetap dan ketika sudah menikah, maka anggaran tetap itu juga diketahui secara transparan oleh pasangan nikahnya. Uang yang telah dianggarkan ini bisa diberikan sekaligus secara teratur atau disimpan dan diberikan ketika ada kebutuhan darurat orangtua. Lewat penganggaran ini, neraca keuangan keluarga dan pos-pos pemberian lainnya tetap terjaga baik.


Anggaran ini bukanlah bersifat kaku. Adakalanya oleh kondisi kedaruratan orangtua, maka iman sang anak dewasa ini ditantang Allah. Apakah berani memberi melampaui batas dalam kondisi insidental ini dengan memandang kepada Allah Bapa Sang Pemelihara yang baik? Untuk langkah iman ini, tetap perlu dibicarakan transparan dengan pasangannya dan dibawa dalam doa bersama agar lahir keputusan iman hasil pergumulan dan kesepakatan bersama yang mendatangkan damai sejahtera dan bukan percekcokan.


Sementara perwujudan rasa hormat orangtua lansia pada anak dewasa adalah dengan tidak memaksakan kehendaknya pada anak tersebut. Terkadang orangtua meminta kepada anak sejumlah uang untuk diberikan kepada anak yang lain, namun ditutup-tutupi oleh orangtua. Dalam beberapa kasus memang ada orangtua yang manipulatif dan menjadikan salah satu anaknya sebagai sapi perahan bagi diri orangtua lansia atau demi menanggung anaknya yang lain.


Dalam hal ini, anak yang telah dewasa berhak menarik batasan tegas. Ketika dalam rasa takut dan hormatnya kepada Allah, dia menyadari bahwa menuruti sepenuhnya kemauan orangtua yang berlebihan ini adalah melawan rancangan Allah atas hidupnya, maka anak berhak menolak orangtua dan mendisiplin orangtua yang sedang tidak menghormati Allah ini.


Kelak di hari penghakiman, masing-masing, baik orangtua lansia dan anak dewasa, akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah tentang tugas dan panggilan masing-masing: apakah telah menjadi hamba yang baik dan setia dari setiap talenta, kesempatan dan kepercayaan yang telah Allah berikan.


Untuk itu, kita yang masih menjadi orangtua muda perlu mengantisipasi dengan: menabung untuk masa pensiun. Bagi yang menjadi pegawai tetap di sebuah perusahaan yang mapan, biasanya ada tabungan masa pensiun dan uang pensiun. Bagi yang tidak demikian maupun yang bekerja mandiri, bisa mulai menabung lewat program tabungan di hari tua, reksadana dan sebagainya.


Bagi orangtua yang sekarang berada di usia lanjut maupun kita yang kelak akan berusia lanjut, mari bersandar pada pemeliharaan Allah sebagai Bapa yang baik dan sempurna.


"Usahakanlah dahulu supaya Allah memerintah atas hidupmu dan lakukanlah kehendak-Nya. Maka semua yang lain (segala yang dikhawatirkan dan dikejar orang-orang yang tidak mengenal Allah) akan diberikan Allah juga kepadamu." (Matius 6:33, BIS)


Biarlah janji Tuhan melalui Nabi Yesaya (46:4) menghantar kita memasuki hari tua dengan iman, "Sampai masa tuamu dan sampai putih rambutmu, Akulah Dia, Akulah Dia yang akan memeliharamu. Akulah yang menciptakanmu dan Aku akan menggendongmu. Aku akan memeliharamu dan Aku akan menyelamatkanmu." Walau beban berdatangan di hari tua, yakinlah bahwa Tuhan sudah datang terlebih dahulu. Ia akan memelihara kita.