Saudara-saudara pendengar yang kami kasihi dimanapun Anda berada, Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso bersama Ibu Idajanti Raharjo dari LBKK (Lembaga Bina Keluarga Kristen), telah siap menemani Anda dalam sebuah perbincangan kali ini dengan Ibu Dr. Vivian Andriani Soesilo. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling dan dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Dan kali ini kami berbahagia sekali didampingi juga oleh Dr. Yanti yang juga akan menjadi nara sumber. Di dalam perbincangan kami yang kali ini akan mengambil tema bagaimana merawat orang yang sakit. Kami percaya acara ini akan bermanfaat bagi kita sekalian. Dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
Lengkap
GS : Bu Yanti, kami senang sekali Ibu bersama-sama dengan kami pada acara TELAGA pada kali ini, dan kami mendengar bahwa Ibu walaupun secara tidak langsung, tetapi pernah mengalami bagaimana suka dukanya, mungkin banyak dukanya di dalam merawat orang tua yang sedang sakit, dalam hal ini ayah dari Ibu Yanti sendiri. Mungkin Bu Yanti bisa secara umum terlebih dahulu menjelaskan kepada kami tentang hal ini.
YT : Ya pengalaman saya pada waktu itu, saya masih belum menjadi dokter, masih SMA. Ayah saya sakit stroke. Mula-mula strokenya itu cuma lumpuh separuh, masih bisa bicara, merawat dirinya sediri.
Tapi waktu terus berlanjut sampai bertahun-tahun kira-kira 12 tahun. Jadi penyakitnya makin progresif, mula-mula cuma lumpuh sebelah, masih bisa makan sendiri, jalan, masih bisa semuanya. Tapi lama-lama kena serangan ulang akhirnya lumpuh kiri kanan, jadi dia makan susah ya seperti dipaksa masuk, karena otot lidahnya itu sudah kaku. Itu pseudobulber, jadi kiri kanan lumpuhnya. Jalan harus dipapah, mula-mula mungkin bisa, lama-lama lumpuhnya itu bukan lemas tapi kaku. Itu berat sekali, harus yang sudah mengerti betul.
GS : Sehari-hari siapa yang merawat?
GS : Ada perawat yang mendampingi?
YT : Papa saya tidak mau dengan orang lain kecuali dengan mama saya. Mula-mula makan masih bisa, lama-lama tidak bisa makan sendiri. Buang air besar harus dikorek, karena sudah lumpuh saraf semakin hari semakin begitu.
Jadi mungkin mama saya itu sulit sekali, belum lagi ditambah emosinya, orang yang sakit stroke itu terganggu keseimbangan emosinya lalu otaknya. Pikirannya tidak logis seperti orang yang normal, jadi waktu mengalaminya berat sekali.
GS : Dan mungkin dalam hal ini apakah Bu Yanti pernah mendengar keluhan dari mama yang terus-menerus mendampingi itu?
YT : Pasti, kalau setiap datang ke sana terus mama mengeluh, sudah dirawat sekian lama tapi marah-marah, membanting-banting, sepertinya tidak berterimakasih. Jadi pengorbanannya itu sia-sia egitu kata mama.
Padahal saya juga mengerti, karena papa saya itu tidak bisa seperti orang normal karena dia sudah terganggu otaknya, secara emosinya dia juga merasa terbatas. Kalau misalnya mau sesuatu, dalam 1, 2 menit harus sudah ada. Sedangkan mama masih mengerjakan hal yang lain, jadi itulah yang menjadi pertentangan.
(1) VS : Kalau menurut pengalaman Bu Yanti melihat mama, apa yang membuat mama bisa bertahan, kalau tidak salah papa 12 tahun sakitnya?
YT : Ya dia bilang katanya kalau bukan Tuhan yang menguatkan, saya mungkin tidak sanggup. Apalagi mungkin dulu dilatarbelakangi keluarga mama yang mungkin sedikit kurang harmonis, jadi kadan-kadang suka muncul kenapa saya harus menanggungnya begitu.
Ya saya memberikan kekuatan, mungkin Tuhan mempunyai suatu rencana untuk dia, supaya dia belajar lebih banyak, jadi itu yang menguatkan dia. Kalau bukan itu mungkin dia sudah putus asa, menggunakan suster saja, padahal papa saya tidak mau sama sekali sama suster. Jadi walaupun sudah marah-marah begitu, misalnya lempar-lempar, saya yang menenangkan lagi, agar dia mau kembali merawat papa.
VS : Waktu Bu Yanti kuliah, apakah satu kota dengan papa?
YT : Tidak, tapi saya sering ke sana.
VS : Sering ke situ, jadi pernahkah mama merasa marah terhadap papa?
YT : Sering, kalau misalnya papa sedang marah-marah, mama juga emosi, sudah dirawat baik-baik kok dia masih marah-marah sama mama. Saya mengatakan, sudah ya jangan dibalas, tinggal pergi duu supaya emosinya agak reda.
Karena biar bagaimanapun dia sakit secara otaknya, emosinya itu sakit, tidak bisa seimbang lagi untuk mengerem. Misalnya untuk mengambil apapun motoriknya, sensoriknya semuanya sudah tidak seimbang. Ya saya mengingatkan mama, kalau sudah begitu, menjauh dulu nanti emosi papa reda bisa kembali diajak bicara lagi.
VS : Jadi kalau mama sadar bahwa ini orang sakit, ia bisa merawat dengan baik, walaupun kadang-kadang emosinya juga terpancing sendiri.
IR : Tapi Ibu dari Ibu Yanti ini juga mungkin mendapat dukungan dari keluarga, anak-anak atau orang yang serumah ?
YT : Ya kebetulan semua ada di luar kota, ada cuma satu kakak saya yang juga sibuk.
IR : Jadi mama merawatnya sendiri?
GS : Sebenarnya dalam hal ini, Bu Yanti sekarang yang sudah bergelar dokter ya, sebenarnya yang paling tepat untuk merawat orang yang sakit dan membutuhkan waktu lama, itu dari pihak keluarga atau kita serahkan pada perawat?
YT : Harus dua-duanya ya, karena biar bagaimanapun yang merawat harus terlibat jauh, sudah lelah fisik, emosi. Jadi mungkin tidak bisa bertahan. Tapi kalau misalnya pekerjaan yang bisa dikerakan oleh perawat, dikerjakan perawat apa salahnya, jadi ada yang membantu.
GS : Tapi ikatan emosional itu masih lebih dekat misalnya dengan istri tadi atau dengan anak-anaknya daripada dengan perawatnya. Atau mungkin ada alasan yang lain kenapa papanya Bu Yanti ini menolak untuk dirawat oleh seorang perawat?
YT : Ya karena, mungkin orang tua saya tinggalnya bukan di kota besar, dan dia mungkin sungkan juga dirawat misalnya dimandikan. Padahal seharusnya tidak harus begitu, perawat bisa membantu al yang lain.
Mungkin lebih baik perawatnya laki-laki. Jadi kalau berdua mungkin lebih enak walaupun tidak sepenuhnya diserahkan ke perawat tetapi tetap didampingi.
GS : Bu Yanti orang yang mendampingi itu harus tahu sedikit banyak apa kebutuhannya, obat-obatannya, makanannya dan sebagainya, mungkin Bu Yanti bisa jelaskan tentang hal itu.
YT : Kalau mama saya sudah lama, sudah belasan tahun jadi sudah tahu. Dokter yang merawat papa itu sudah memberitahu misalnya kalau gejalanya ini obatnya ini, sudah bertahun-tahun obatnya saa, jadi sudah hafal.
GS : Mengenai makanannya bagaimana?
YT : Waktu pertama serangan stroke, oleh dokter diberi selang. Selang yang masuk ke hidung itu sonde tapi dilatih. Papa saya sebetulnya tidak bisa mengunyah, tapi dia bisa menelan. Jadi makaannya harus masuk ke ujung-ujung, mama yang memasukkan, saya juga tidak bisa.
Dia sudah terlatih karena itu dilakukan setiap hari. Seperti orang yang tenggelam begitu tersedak, kalau orang lain mungkin bisa masuk ke saluran pernafasan. Saya tidak tega kalau melihatnya sementara ia makan.
GS : Ya memang saya dengar banyak keluhan seperti itu, keluarga yang tadi ikatan emosionalnya dekat malah tidak tega, makanya diserahkan ke perawat atau bagaimana. Tapi dalam hal makan itu tidak ada pantangan-pantangan tertentu atau menurut petunjuk dokter bagaimana?
YT : Dulu waktu masih serangan pertama dipantang ini tidak boleh, tapi sesudah lanjut terus dokter memberi saran, menurut prognosa dokter. Dokter memberikan prognosa akhirnya prognosanya berpa lama dia hidup ya sudah biasa saja, boleh makan apa saja.
Tapi waktu pertama-tama dia diet, dia marah-marah karena menginginkan yang dia mau sehingga tekanan darahnya naik. Jadi harus kita beri sedikit, asal mencoba saja.
GS : Tadi Bu Yanti katakan bahwa saudara-saudaranya Bu Yanti banyak di luar kota dan sibuk. Kalau mereka datang, biasanya apa yang mereka lakukan?
YT : Ya berbincang-bincang juga sama mama, memberi kekuatan. Papa juga cerita, mengaduh tentang keluh kesahnya. Ya papa cerita macam-macam.
GS : Papa masih bisa cerita ?
YT : Waktu pertama-tama dia bisa, lama-lama dia lumpuh, saya pikir bagaimana cara komunikasinya. Saya membuatkan abjad a, b, c, d, biar tangan yang satu masih bisa bergerak, jadi bisa komuniasi.
Kalau tidak bisa komunikasi membingungkan juga.
GS : Jadi bisa menunjuk huruf-huruf itu lalu yang mendengarkan itu mengeja dari situ ya. Dan mungkin komunikasi seperti itu, bisa menolong untuk si sakit itu, Bu Vivian?
VS : Saya kira menolong sekali.
GS : Menolong sekali, dia bisa menyampaikan keluhan, biasanya apa yang disampaikan, Bu Yanti?
YT : Ya karena dia usianya sudah makin lanjut, untuk miring saja harus dimiringkan, mama tidak bisa berada terlalu jauh. Sebentar jauh dipanggil lagi. "Thek, thek" itu cara memanggilnya.
(2) GS : Mengenai pasien yang stroke dan sebagainya ya Bu Yanti, itu memang membutuhkan waktu yang lama untuk dia, walaupun tidak sembuh total, tapi agak membaik itu bagaimana?
YT : Ya kalau itu stroke waktu awalnya cuma ringan, misalkan tekanan darahnya dijaga kemudian makannya diet, dia tidak stress, seharusnya bisa. Itu tergantung si pasien sendiri punya kedisilinan, kalau dia tidak disiplin sulit atau pola hidupnya yang sibuk, seperti papa saya sibuk, susah apalagi karakternya keras.
(3) GS : Biasanya aktif lalu tiba-tiba dia harus meninggalkan aktifitasnya itu. Kalau saya tidak keliru orang tua Bu Yanti juga seorang beriman kepada Tuhan Yesus ya. Pengaruhnya terhadap imannya bagaimana sementara dia sakit?
YT : Sebetulnya sebelum dia kena stroke, orang tua saya sama sekali bukan Kristen, dia tidak suka kalau anak-anaknya ke gereja. Saya dulu waktu kecil tidak boleh ke gereja tapi kita sembuny-sembunyi ke gereja.
Dengan pengalaman sakitnya membawa orang tua saya ini justru lebih dekat dengan Tuhan, dia bisa kenal Tuhan Yesus waktu mengalami sakit, mengalami kesulitan dalam keluarga.
GS : Ya, tentu ada orang yang memberitakan.
YT : Dulu saya waktu kecil polos, saya beritakan Injil, malah dimarahi, diusir-usir. Tapi keluarga dari pihak papa saya sebetulnya yang lain sudah Kristen, diulang-ulang tapi keputusannya teap dia pribadi, karena itu diberitakan Injil, sudah lama waktu dia belum stroke.
Tapi waktu dia mengalami bagaimana dia membutuhkan Tuhan, bagaimana dia cuma butuh pertolongan yang satu-satunya itu dari Tuhan, itu yang membawa dia kenal Kristus sampai meninggalnya.
VS : Ya, orang yang sakit kalau saya ingat sendiri mama saya sendiri sakit kanker lama sekali, akhirnya meninggal setelah 13 tahun menderita sakit kanker. Jadi saya melihat sendiri bagaimanaperjuangan mama saya, saya sempat merawatnya.
Waktu itu kalau Bu Yanti mengatakan bagaimana untuk merawat orang sakit, bagaimana kita yang merawat ini bisa mempunyai kesabaran yang luar biasa, bagaimana kita bisa menumbuhkan kesabaran dalam merawat orang sakit. Saya kira waktu saya bayangkan sendiri ketika mama saya sakit, kesabaran itu berperan sangat penting.
GS : Kesabaran yang betul-betul teruji, bagaimana Bu Yanti?
YT : Ya menurut saya sebetulnya kalau si sakit itu emosi, harusnya kita tidak boleh emosi kita harus di atas dia. Kalau kita memikirkan apa yang dia lakukan pasti perang ya. Emosi sama, kenaa dia tidak tahu berterima kasih, marah-marah.
Tapi kalau kita melihat dia emosi, kita keluar dulu saja, begitu reda kita baru masuk lagi, tapi kalau kita di situ meladeni terus, akan terjadi gesekan yang keras.
VS : Jadi ada waktunya merawat dengan sungguh-sungguh, tapi ada waktunya istirahat juga. Itu saya melihat waktu saya merawat ibu saya, jadi kita bergantian antara anak, ibu juga dirawat di rmah sakit.
Sering-sering di rumah sakit jadi ada suster, ada anak, jadi kalau kita bersama orang yang sakit itu sungguh-sungguh 100 % untuk merawat. Tapi juga ada waktunya keluar sebentar untuk "bernafas" sedikit misalnya.
GS : Ya memang kalau terus-menerus saya rasa tidak ada orang yang tahan ya Bu Vivian, karena yang saya rasakan dulu itu bukan cuma lelah secara fisik, tapi lebih-lebih ketegangan, batinnya yang tegang, apalagi kalau dirawat di rumah sakit atau tidak serumah dengan kita. Setiap kali ada telepon malam-malam itu pikirannya sudah yang tidak-tidak. Kita memikirkan tambah parah sakitnya atau bahkan mungkin meninggal atau apa begitu. Itu yang membuat kita tegang, bisa bertahun-tahun. Tapi saya tahu seseorang itu bisa beradaptasi dengan kondisi seperti itu, kalau kita sudah menjalanii mungkin satu tahun kita sudah lebih kuat, apa begitu Bu Vivian?
VS : Setelah lebih lama kita melakukan, saya kira itu sebagai suatu rutinitas. Jadi seperti dulu saya rutinitas pulang sekolah, langsung yang saya lakukan makan siang, sepanjang hari di ruma sakit, terus mulai pulang sekolah itu sampai malam.
GS : Pola hidup kita terbentuk seperti itu.
VS : Terpola di situ, saya belajar di situ. Kadang-kadang kita bergantian menginap di rumah sakit untuk menjaga mama. Paginya berangkat dari rumah sakit, jadi rumah sakit itu rumah kedua waku itu.
YT : Masalahnya kalau menunggu saja masih bisa, tapi kalau dia tidak bisa melakukan segalanya sendiri misalnya buang air besar. Itu yang sulit ya, bertahun-tahun orang lain tidak mungkin melkukannya kecuali istrinya sendiri.
Apalagi kalau misalnya, saraf untuk buang air besarnya kurang baik, jadi harus tiap kali bukan di tahun pertama justru tidak apa-apa, justru makin tahun makin terasa beratnya. Kalau orang tua saya pada tahun pertama masih ringan, lama-lama makin berat, makin berat, tambah berat.
VS : Dan biasanya orang sakit minta dirawat orang yang dicintai, seperti ibu saya dulu tidak mau dengan perawat, minta anaknya yang membantu, untuk urusan buang air besar itu segala.
(4) GS : Ya makanya, dalam hal ini kalau ada beberapa orang saudara, saya rasa kekompakan di antara saudara itu penting sekali. Karena kalau tidak, maka akan menjadi beban lagi buat saudara-saudara yang lain. Tapi Bu Yanti bagaimana menghadapi orang luar yang memberikan saran-saran pengobatan, yang menurut kita tidak cocok?
YT : Maksudnya saran-saran yang seperti apa?
GS : Misalnya disuruh pengobatan alternatiflah atau lainnya, yang kita rasa tidak cocok.
YT : Pengobatan alternatif itu boleh-boleh saja, misalnya tusuk jarum, mungkin karena ilmu di RRC lebih maju.
GS : Tidak berbau mistik misalnya.
YT : Itu kembali ke imannya, saya memberikan pengertian pada orang tua saya bahwa, kalau misalnya sakit, kadang-kadang bukan semua sakit. Ya kalau yang kharismatik dengan mujizatnya bisa semuh.
Kadang-kadang Tuhan mengizinkan ini terjadi, walaupun tidak harus sembuh sempurna, jadi diingatkan pada iman saja. Untuk apa kesembuhan kalau menggadaikan iman.
(5) VS : Bagaimana Bu Yanti bisa menumbuhkan kasih dalam merawat, merawat bukan sekedar melakukan tugas tapi dalam merawat itu ada kasihnya. Orang sakit butuh dikasihi, kita bisa mengsihi dalam melakukan, dan dengan kasih kita dia tentu bisa meringankan beban sakitnya.
YT : Ya itu kembali persekutuan kita dengan Tuhan, kalau kita sendiri kosong, kita tidak bisa mengasihi orang lain. Kalau kita senantiasa diisi kasih, kita bisa mengasihi, jadi dukungan dariorang luar mungkin yang penting karena iman memberikan kekuatan supaya senantiasa penuh.
Kalau sendiri mungkin tidak akan bisa, jadi didukung orang-orang luar. Di lingkungan orang tua saya juga ada yang mendoakan setiap berapa hari sekali, belajar Alkitab supaya imannya tumbuh.
GS : Tanggapan papanya Bu Yanti bagaimana kalau dikunjungi?
YT : Ya dia senang, kadang-kadang kita berikan kaset-kaset rohani yang menghibur, yang memberi kekuatan. Jadi papa ada kegiatan, mendengarkan kaset itu.
GS : Karena ada beberapa orang yang sakit, yang saya tahu Bu Vivian tidak senang kalau dikunjungi, kenapa itu Ibu Vivian?
VS : Ya mungkin dia dalam taraf marah waktu itu, mungkin tidak bisa menerima keadaannya yang sakit.
GS : Jadi dia malah merasa terganggu kalau orang-orang menjenguknya. Ya tapi pada umumnya orang sakit senang dikunjungi.
VS : Saya kira biasanya, terutama orang yang mengerti keadaannya dan yang mendukung.
GS : Bu Yanti, tadi dikatakan papa sakit selama 12 tahun, tapi akhirnya Tuhan mempunyai kehendak yang lebih baik dengan memanggil pulang papa dari Bu Yanti. Setelah peristiwa itu bagaimana suasana keluarga Ibu?
YT : Sebetulnya sudah lama saya mengingatkan kepada orang tua saya, supaya dipersiapkan karena suatu saat pasti papa dipanggil, jadi kita mempersiapkan papa juga. Kalau Tuhan panggil, jadi dpersiapkan juga, diingatkan mungkin mama yang lebih dekat yang tiap hari selalu mengingatkan.
Jadi waktu dipanggilnya juga waktu tidur, kaget juga padahal kita sudah berdoa, tapi waktu dipanggil ya kaget juga. Tapi sesudah itu, juga ada segi baiknya, mama sudah punya waktu untuk dirinya sendiri, kalau dulu seluruh waktu untuk papa, misalnya waktu untuk pelayanan, untuk apapun harus lihat waktu, harus cepat pulang. Tapi sekarang dia sudah konsentrasi penuh dengan pelayanan; namanya suami ya tetap sedih karena kadang-kadang masih mengingatnya. Karena sudah lama dipersiapkan untuk itu, jadi tidak terlalu berat, kemudian ada kesibukan lain.
VS : Kalau untuk orang yang bisa berkomunikasi, persiapannya bisa dua belah pihak ya, jadi kita mempersiapkan yang akan meninggal, yang akan meninggal juga mempersiapkan yang ditinggal. Jadiitu maksudnya seperti ibu saya yang sakit lama sekali dia mempersiapkan anak-anaknya, satu-satu kamu harus begini, begini.
Karena dia masih bisa berkomunikasi meskipun sakit parah, jadi yang ditinggal juga bisa siap bagaimana kita menghadapi kenyataan ini, jadi ada komunikasi dari dua belah pihak.
(6) GS : Ya memang persiapan-persiapan seperti itu penting sekali Bu. Tapi kadang-kadang orang itu terpaku dengan masalahnya yaitu menghadapi si sakit yang kadang-kadang permintaannya aneh-aneh ya Bu. Di dalam menghadapi orang yang stroke, kalau tadi Ibu katakan pikirannya juga sudah mulai tidak normal seperti ketika dia sehat, bagaimana kita membedakan permintaannya itu normal dan di luar normal?
YT : Misalnya dia baru minta supermi, belum berapa menit dia sudah minta yang lain. Dia kerjanya cuma duduk, berpikir, ingin apa dia menyuruh lagi, itu tidak mungkin. Baru keluar pintu sebetar sudah disuruh lagi.
GS : Mana yang lebih dulu dipenuhi permintaannya?
YT : Diberi pengertian ya walaupun nanti ada gesekan, ini satu dulu dikerjakan. Tetap ada gesekan juga karena itu dikerjakan sendiri, makanya sebetulnya kalau ada perawat mungkin lebih enak.
GS : Dan juga kadang-kadang orang yang sakit itu jam tidurnya tidak teratur, di saat kita mau tidur, dia malah minta dijaga.
YT : Misalnya dia mau buang air kecil atau apa, panggil-panggil, kita harus bangun.
GS : Ya mungkin kalau anak-anak agak sulit untuk mendampingi terus-menerus, karena masing-masing bekerja dan sebagainya, kalau ada istri atau sebaliknya ada suami mungkin masih ada yang merawat. Tapi bagaimana kalau seandainya cuma sendirian, Bu Vivian?
VS : Seperti tadi sudah dikatakan harus ada perawat, itu dilakukan perawat. Juga anak-anak ini harus bergantian, jadi meskipun semua ada kesibukan, seperti saya dulu masih sekolah tiap hari tpi semua anak itu bergantian, jadi termasuk juga suami atau istrinya, jadi semua ikut campur.
Karena ini adalah tanggung jawab seluruh keluarga.
GS : Satu hal yang mungkin bisa kita lihat di sana bahwa menghadapi orang yang sakit seperti ini, kasih yang sering kita bicarakan, yang kita sering alami itu perlu dibagikan kepada orang yang sakit. Dan juga kepada orang-orang yang disekelilingnya karena semua itu pasti peka semua kalau sudah begitu. Anak-anak juga seperti itu, tapi kita harus menyadari bahwa yang sakit ini harus lebih mendapat prioritas untuk merasakan kasih Tuhan itu melalui kita. Dan saya sangat percaya bahwa segala sesuatu akan bekerja bersama-sama mendatangkan kebaikan bagi orang-orang yang percaya kepada Tuhan.
Jadi demikianlah tadi para pendengar yang kami kasihi, kami telah mempersembahkan ke hadapan Anda, sebuah perbincangan tentang bagaimana merawat anggota keluarga yang sedang sakit di dalam sebuah acara yang kami beri nama TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami di studio dengan Ibu Dr. Vivian Andriani Soesilo, Ibu Dr. Yanti dan saya sendiri Gunawan Santoso dan Ibu Idayanti Raharjo mengucapkan banyak terima kasih untuk perhatian Anda sekalian dan apabila Anda mempunyai saran-saran serta pertanyaan-pertanyaan tentang masalah ini kami persilakan Anda menghubungi kami lewat surat. Kami percaya acara ini bisa menjadi berkat bagi kita sekalian. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen atau LBKK Jl. Cimanuk 58 Malang. Saran-saran, pertanyaan dan tanggapan Anda sangat kami nantikan. Dan dari studio kami berempat mengucapkan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.
PERTANYAAN KASET T 35A
- Apakah yang membuat seorang istri bisa bertahan selama 12 tahun dalam menghadapi atau merawat orang yang sedang sakit stroke?
- Bagaimana memungkinkan keadaan yang lebih baik, meski tidak sembuh secara total?
- Dalam menghadapi sakit yang seperti ini, apakah berpengaruh terhadap imannya?
- Bagaimana menyikapi saran pengobatan yang tidak cocok dengan kita misalnya pengobatan alternatif?
- Bagaimana cara agar bisa menumbuhkan kasih ketika merawat orang yang sedang sakit?
- Dengan cara apa kita bisa mengetahui bahwa permintaan seorang yang sakit itu normal atau tidak normal?