Saudara-saudara pendengar yang kami kasihi dimanapun Anda berada, Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen, bersama Ibu Esther Tjahja, S.Psi. dan juga Bapak Heman Elia, M.Psi. dan beliau berdua adalah pakar konseling di bidang keluarga dan dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Kami akan menemani Anda dalam sebuah perbincangan yang pasti sangat menarik dan bermanfaat. Perbincangan kami kali ini merupakan kelanjutan dari perbincangan kami beberapa waktu yang lalu yaitu bagaimana menghadapi stres, tetapi kali ini kami akan lebih memusatkan perhatian kami pada masalah bagaimana "Membantu Anak Menghadapi Stres". Jadi kami sangat percaya bahwa Anda bisa mengikuti acara ini dengan baik, maka dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
Lengkap
(1) GS : Pak Heman, beberapa waktu yang lalu kita bicara tentang bagaimana menghadapi stres dan sekarang kita akan membicarakan bagaimana membantu anak menghadapi stres. Tapi sebelum kita bisa membantu anak menghadapi stres, saya rasa Pak Heman kalau boleh menjelaskan bagaimana kita itu bisa meningkatkan daya tahan diri kita sendiri sebagai orang tua agar kita tidak stres menghadapi anak yang stres itu, Pak?
HE : Saya kira ada 3 hal yang bisa kita lakukan untuk memperbesar daya tahan kita sendiri terhadap stres. Yang pertama yaitu kita perlu memperbaiki cara kita memandang lingkungan sekitar kit, cara memandang realita di sekitar kita secara lebih utuh dan realistis.
Misalnya kita tidak membesar-besarkan ancaman, tidak menghantui atau menakut-nakuti diri kita sendiri. Kita menyaksikan sesuatu lalu menganggap sesuatu itu pasti akan menimpa diri kita setiap saat. Saya ambil contoh misalnya kita mendengar ada kenalan kita yang mengalami kecelakaan lalu lintas, lalu setelah itu kita benar-benar tidak berani keluar rumah, karena merasa tidak lama lagi saya pasti juga akan mengalami kecelakaan serupa. Tampaknya ini kurang realistis, kalau misalnya kita sudah melakukan pencegahan supaya kecelakaan tidak kita alami, kita tidak perlu takut secara berlebihan untuk keluar rumah. Ketakutan yang tidak realistis seperti ini sering kali merupakan beban stres bagi kita. Ada banyak contoh yang lain seperti kalau kita menghadapi atau pernah mengalami kejahatan tertentu misalnya ditodong dan sebagainya, lalu kita selamat dari penodongan itu, biasanya kita akan merasa gentar untuk keluar rumah karena merasa bahwa seolah-olah setiap kali saya keluar rumah pasti saya diincar, padahal belum tentu seperti itu. Tentu saja penjahatpun tidak setiap kali akan menghadang kita di jalan yang sama dan pada situasi yang sama. Kemudian hal lain yang juga kita perlu perbaiki adalah cara kita berpikir secara rasional dan lebih sehat di dalam menghadapi baik itu kegagalan, baik itu peristiwa yang kurang menyenangkan yang kita alami dan sebagainya. Sering kali apa yang kita alami itu tidak selalu harus membuat kita terpuruk atau merasa gagal dan sebagainya. Tetapi kita harus membisikkan ke dalam diri kita sendiri bahwa kita harus bangkit dari hal-hal seperti itu. Cara berpikir yang rasional berarti kita tidak mengalahkan diri kita dengan menambahkan pikiran-pikiran yang negatif di dalam diri kita. Dan untuk itu semua baik yang pertama maupun yang kedua yang lebih penting lagi adalah yang ketiga bagaimana kita bisa mempunyai cara berpikir yang rasional, sehat dan juga bisa memandang situasi lingkungan dengan cukup realistis, itu kalau kita mempunyai kehidupan yang baik di dalam kehidupan rohani kita. Dalam hal ini kita perlu sering kali membaca, merenungkan firman Tuhan, karena di dalam firman Tuhan banyak memberikan kepada kita suatu pandangan yang sehat, cara-cara yang baik di dalam menghadapi situasi di sekitar kita yang tidak selalu baik. Sering kali apa yang kita alami adalah sesuatu yang kurang menyenangkan, tetapi Alkitab memberikan suatu dasar bagi kita untuk menghadapinya. Terutama di dalam kehidupan iman, saya memberikan contoh misalnya di I Raja-raja. Di situ dicantumkan nabi Elisa dikepung oleh tentara Aram. Dan Gehazi sebagai pelayan dari Elisa itu merasa sangat ketakutan. Waktu itu terjadi Elisa berdoa meminta supaya Tuhan membuka mata Gehazi dan saat itu juga Gehazi melihat di sekitar bukit itu banyak sekali tentara sorga bersama dengan kereta yang berapi. Nah hal-hal seperti ini perlu kita yakini, bahwa apapun yang kita alami itu ada dalam tangan kuat kuasa Tuhan yang menjadi Tuhan dan Allah Bapa kita. Dengan adanya rasa aman, rasa tenang karena kepercayaan kita, keyakinan kita yang teguh kepada Tuhan bahwa apapun tidak akan menimpa kita kalau tidak seizin Tuhan, kita juga akan lebih tenang di dalam menjalani hidup ini dan lebih wajar di dalam menjalani hidup ini.
GS : Masalahnya kita mungkin lebih cenderung mendengar suara orang di sekitar kita daripada suara Tuhan melalui Alkitab, Pak. Karena dalam hubungannya dengan anak itu sering kali pasangan-pasangan muda itu semacam ditakut-takuti. Seharusnya tujuannya bukan menakut-nakuti tetapi ibu-ibu yang lebih senior itu sering kali menceritakan tentang waduh anak ini nakal, bagaimana sulitnya mendidik anak dan sebagainya sehingga ibu muda ini belum-belum sudah stres duluan. Bisa terjadi seperti itu ya, Pak Heman?
HE : Ya bisa terjadi seperti itu, karena itu menjadi orang tua juga harus memahami bahwa adakalanya apa yang kita katakan, apa yang kita lakukan itu akan memberikan dampak kepada orang lain.Dalam hal ini perkataan tertentu akan membuat anak-anak itu bertambah stres, bukannya memperbesar daya tahan dia terhadap stres tetapi memperbesar stres dari anak.
Demikian juga apa yang kita lakukan dan kita katakan itu juga bisa merupakan suatu stres bagi diri kita sendiri.
(2) GS : Jadi kalau kita sekarang ke topik yang tadi kita sudah sampaikan yaitu bagaimana membantu anak menghadapi stres. Sebenarnya di usia berapa anak-anak mulai bisa mengalami stres di dalam kehidupannya?
HE : Bahkan kalau saya berpikir dari sejak dalam kandungan anak itu sudah bisa mengalami stres. Biasanya kalau ibu yang mengandung itu mengalami tekanan berat, lalu menghadapi misalnya suasaa keluarga yang kurang menyenangkan dan tidak harmonis itu akan berdampak kepada janin.
Dan menurut penelitian janin-janin yang dikandung oleh ibu yang mengalami stres cukup berat, pada masa kelahirannya anak ini akan cenderung lebih banyak mengalami kegelisahan dan ini akan terbawa sampai remaja. Waktu remaja mereka akan cenderung lebih banyak mengalami kecemasan dan lebih cengeng dan sebagainya.
(3) ET : Kalau yang waktu di dalam kandungan ibunya tidak mengalami stres, tapi tetap anak mempunyai potensi untuk stres ya Pak Heman, biasanya apa yang menyebabkan mereka terserang stres atau mengalami stres?
HE : Banyak sekali faktor yang menyebabkan anak itu stres, jadi kalau sekalian saya golongkan menurut tingkatannya secara umum apa yang bisa menyebabkan anak stres pada tingkatan sedang itu isalnya kalau anak harus ikut pindah rumah.
Jadi pindah rumah pun bagi anak itu stres, bagi orang dewasa mungkin pindah rumah tidak terlalu meskipun ada tetapi pada anak ini sudah tingkatan sedang, kemudian pada anak juga kalau dia pindah sekolah. Karena itu tidak diharapkan orang tua mengancam anaknya untuk memindahkan sekolah, tidak begitu saja untuk memindahkan sekolah. Kemudian kalau orang tua bertengkar terus-menerus biasanya juga menimbulkan stres yang cukup berat, tingkatan sedang. Kalau anak menghadapi kelahiran adiknya, kalau orang tua menikah lagi, kalau anak harus bekerja pada usia yang masih muda, kalau orang tua jarang di rumah itu semua menimbulkan stres bagi anak. Sedangkan tingkat yang berat itu misalnya anak harus diopname dan dioperasi di rumah sakit, kemudian kalau misalnya orang tua bercerai itu berat bagi anak dan kalau anak mengalami perkosaan atau pelecehan seksual. Dan stres pada tingkat yang terberat itu adalah kematian beberapa anggota keluarga sekaligus atau kalau ada bencana alam atau kalau ada peperangan misalnya kerusuhan dan sekarang mereka harus hidup di pengungsian, ini sebetulnya stres tingkat yang terberat. Dan tingkatan-tingkatan ini berguna bagi kita untuk kurang lebih memperkirakan begitu, gangguan tingkah laku apa yang akan kita akan hadapi. Semakin berat tentunya semakin besar potensi gangguan tingkah laku yang akan muncul.
ET : Tapi selain dari tingkah laku sebenarnya ada apa tidak hal-hal lain yang terjadi pada anak, yang membuat kita mulai bisa menduga misalnya jangan-jangan dia sedang mengalami stres, Pak Heman?
HE : Mulai dari perubahan tingkah laku dulu, gangguan tingkah laku yang dialami misalnya adalah adanya perubahan tingkah laku menjadi lebih tegang, lebih rewel, lebih gelisah, lebih cemas, lbih cengeng, mundur ke tingkat perkembangan sebelumnya, misalnya tadinya sudah tidak ngompol sekarang ngompol lagi dan sebagainya.
Nah ini semua adalah gejala-gejala perubahan tingkah laku akibat stres dan sekali lagi sebagai catatan ini adalah perubahan. Jadi bukan keadaan yang wajar dari sehari-harinya, mungkin lebih depresi, lebih pemurung, lebih pendiam dan sebagainya. Selain itu masih ada misalnya gejala-gejala yang berakibat pada fisik misalnya pada anak-anak usia 3 tahun itu bisa sakit lambung, muntah-muntah kemudian demam bahkan begitu. Dan juga sampai usia-usia selanjutnya hal ini bisa saja terjadi, gangguan tidur, mimpi buruk dan sebagainya.
GS : Jadi timbulnya stres pada anak itu lebih banyak diakibatkan karena anak itu merasa tidak aman karena pindah lingkungan, karena orang tua bertengkar, Pak?
HE : Yang jelas pada diri anak, anak itu berbeda dengan orang dewasa. Dia sangat bergantung kepada orang dewasa di sekelilingnya, dalam hal ini juga terutama orang tuanya. Jadi memang orang ua itu bisa menjadi sumber stres bagi anak, tetapi sekaligus orang tua juga berperan menjadi orang yang bisa memperbesar daya tahan anak terhadap stres.
Membuat anak itu merasa aman, membuat anak merasa kuat di dalam menghadapi situasi stres di lingkungannya.
ET : Jadi memang peran orang tua di sini sangat penting karena kadang-kadang bisa jadi perubahan itu tidak diperhatikan. Mungkin tidak terlalu dekat hubungannya, jadi anak mengalami perubaha-perubahan tingkah laku ataupun keluhan-keluhan tertentu yang luput akhirnya memang anak sudah mengalami stres di luar pengaruh orang tua.
Dengan luputnya perhatian itu bisa jadi anak semakin stres lagi karena tidak dipahami ya, Pak Heman?
HE : Betul, memang orang tua mempunyai peran yang besar.
GS : Ya orang tua dan anak lingkup hidupnya itu di dalam rumah, di dalam rumah tangga mereka. Suasana bagaimana yang sebenarnya bisa mendukung seorang anak supaya dia lebih tahan menghadapi stres?
HE : Kalau bisa di rumah itu adalah rumah yang harmonis, yang bisa memberikan rasa aman bagi seluruh anggotanya. Itu yang akan memberikan suatu bekal bagi anak untuk menghadapi lingkungan leih baik.
Selain itu juga misalnya saya akan memberikan beberapa contoh di mana anak akan mengalami stres yang lebih besar adalah kalau misalnya keluarga itu mempunyai anak di bawah usia 3 tahun lebih dari 2 orang. Jadi artinya setiap tahun itu muncul seorang anak begitu, kalau bisa jarak antar anak itu agak diperenggang supaya mengurangi kemungkinan untuk stres pada anak, agak dijauhkan begitu. Kemudian kalau bisa waktu menikah ini ada kepribadian yang lebih baik dulu dari masing-masing pasangan, karena seorang ibu dalam hal ini pengasuh utama bagi anak itu mempunyai peran penting. Kalau misalnya sang ibu itu mudah mengalami gangguan tingkah laku atau rentan terhadap stres, ini akan berpengaruh terhadap anak juga. Di samping itu seorang ibu perlu juga responsif terhadap anak, nah ini akan memperbesar daya tahan anak. Ibu juga perlu mengetahui hal-hal yang umum mengenai perawatan anak dan kemudian kalau bisa orang tua tidak banyak cekcok, kondisi rumah sebaiknya bersih dan teratur. Banyak rumah yang kondisi rumahnya tidak teratur sehingga kadang menimbulkan stres yang lebih berat. Satu hal lagi yang juga penting adalah orang tua perlu hadir secara teratur di dalam kehidupan anak. Banyak sekali yang kita saksikan keluarga sekarang, ayah ibu tidak tahu kapan pulang dan sebagainya, dan ini merupakan stres yang berat bagi anak. Karena anaknya terus menanti kapan orang tua saya pulang, bagaimanapun anak perlu ada orang dewasa yang bisa menampung keluhan-keluhannya juga rasa takutnya dan sebagainya. Nah ini beberapa hal yang akan membantu anak untuk menghadapi stres yang dialaminya.
(5) GS : Ya itu tadi sifatnya preventif, jadi untuk mencegah saja. Tapi kalau seandainya ada anak di dalam rumah tangga kita yang mengalami tekanan, mengalami stres, lalu apa yang bisa lakukan terhadap anak ini sebagai orang tuanya?
HE : Prinsip yang utama adalah kita perlu memberikan suasana yang menerima, bisa memahami anak itu dan bisa melihat masalah dari sudut anak itu. Kalau anak itu mengaku sesuatu ketakutan dan ebagainya, janganlah anak itu ditolak atau direndahkan atau diejek apa lagi, nah itu akan memperbesar stres dia.
Kemudian juga hal yang tidak kurang pentingnya, orang tua harus memberikan satu lingkungan di mana anak itu merasa terlindung dan merasa aman. Nah sering kali orang tua kurang bisa memberikan suasana seperti itu, suasana bagi anak merasa terlindung. Kalau anak misalnya pulang mempunyai masalah di sekolah dan sebagainya, adakalanya kita sebagai orang tua cenderung tidak sabar, cenderung cepat marah dan itu akan berakibat anak stresnya tidak terselesaikan. Itu beberapa hal yang saya kira penting dan juga satu hal yang juga saya pikir sangat penting adalah bagaimana kita harus menciptakan suasana ibadah di rumah. Jadi kalau anak pada saat itu tidak di dalam pengawasan kita dan sedang menghadapi suatu masalah, dia sudah terbiasa untuk berdoa, minta perlindungan Tuhan dan selalu bersandar kepada Tuhan, saya kira itu yang penting.
ET : Saya pernah bertemu dengan anak-anak yang mungkin kalau dikatakan keluarganya disiplin, maksudnya kalau tadi Pak Heman katakan kriterianya tentang kehadiran orang tua hadir, tapi juga mnerapkan disiplin itu dengan keras sekali.
Jadi tidak boleh salah ya, semuanya harus benar, segala sesuatu diletakkan di tempat yang tepat, harus melakukan kegiatan tertentu pada waktu yang pas. Kalau memang kita katakan kepada orang tua, orang tua mengatakan itu hal yang baik untuk menciptakan keteraturan di rumah ya. Tapi saya lihat dampaknya juga ke anak, anaknya jadi stres begitu. Jadi dalam hal ini saya melihat banyak orang tua juga sebenarnya kebingungan, di satu sisi mereka ingin melakukan yang terbaik tapi di sisi lain tanpa disadari yang mereka anggap baik itu ternyata menimbulkan tekanan-tekanan tertentu buat anak. Mungkin kalau dalam hal ini, apakah Pak Heman punya masukan atau saran jalan tengahnya bagaimana supaya yang orang tua anggap baik juga tertangkap baik oleh anaknya, anak yang diharapkan baik juga dipahami begitu oleh orang tua?
HE : Yang pertama orang tua perlu memandang atau belajar memandang apa yang dipandang dari sudut anak, jadi sering kali orang dewasa beranggapan anak itu adalah orang dewasa juga cuma dalam entuk mini.
Nah itu yang sering kali secara tidak sadar kita lakukan. Dan akibatnya adalah anak-anak tidak berkembang menurut perkembangannya yang wajar. Saya ambil contoh misalnya soal disiplin, anak usia 3 tahun itu tidak bisa disuruh duduk lebih dari 15 menit, untuk 10 menit duduk diam saja itu sudah bagus sekali. Nah anak usia 3-5 tahun misalnya dia membutuhkan banyak sekali gerakan, harus lari ke sana ke sini jadi kalau dia harus belajar kemudian menulis masih dimarahin lagi otomatis dia tidak suka untuk belajar. Dan kita harus terus berusaha melihat begitu dari sudut anak ini dan yang kedua adalah orang tua perlu belajar untuk memahami perkembangan anak atau psikologi perkembangan anak dengan orang tua mengetahui pada tahap-tahap atau usia berapa saja anak mengalami hal-hal tertentu, maka orang tua akan lebih banyak menghargai anak. Dalam hal disiplin mungkin kita perlu satu topik khusus untuk membicarakan ini, tetapi prinsipnya adalah orang tua harus membedakan antara ketidakbisabertanggungjawaban anak dengan ketidakmampuan anak bertanggung jawab. Apakah anak tidak mengikuti perintah kita itu karena dia belum bisa karena belum matang, belum cukup matang ataukah karena anak itu memang sengaja tidak mau dan menentang begitu, itu harus dibedakan. Jadi kalau kita tahu bahwa dia memang belum bisa bertanggung jawab kita tidak boleh menerapkan disiplin dengan ketat, kita harus melatih dia, setahap demi setahap, itu kira-kira prinsipnya.
ET : Saya punya satu pertanyaan lagi mungkin kalau misalnya memang kita tahu anak itu sedang mengalami stres, memang katakanlah orang tua sudah berusaha untuk melihat dengan cara pandang ana, lalu dia sudah mulai lebih memahami yang dari sisi yang lain lalu para orang tua ini mulai melihat ada saat-saat tertentu anak mengalami stres begitu.
Apakah sebaiknya setiap kali anak mengalami permasalahan, orang tua perlu turun tangan dalam rangka supaya dia tidak sampai stres, tidak sampai stresnya lebih berat atau jangan sampai dia mengalami stres, sebaiknya apa yang harus dilakukan oleh orang tua, Pak Heman?
HE : Saya lebih suka bagi kita orang tua untuk pencegahan, melakukan tindakan preventif dalam arti begini, lebih baik kita memberikan suasana di dalam keluarga kita supaya satu dengan yang lin bisa berkomunikasi secara terbuka tanpa rasa takut.
Nah kalau itu sudah terjalin baik, bagaimanapun juga kalau anak menghadapi satu stres tertentu yang dia tidak bisa atasi, dia tidak bisa diam dan dia akan dengan sendirinya meminta kita untuk membantu dia entah bagaimana caranya. Dan kalau itu terjadi maka kita bersama-sama dengan dia mencoba memecahkan masalah tersebut begitu. Jadi kalau memang ada suasana yang baik di dalam satu rumah tangga, maka biasanya kita tidak perlu selalu melihat gejala anak ini stres atau tidak dan selalu kita harus intervensi untuk bercampur tangan begitu. Adakalanya dengan diskusi atau komunikasi seperti itu kita bisa memperbaiki cara anak memandang dan memperkuat daya juangnya, sehingga dia mau berlatih mengatasi masalahnya sendiri. Misalnya anak yang baru belajar bersepeda dan dia mau kita latih untuk ke sekolah sendiri dengan sepedanya. Pada saat permulaan tentu ada stres yang cukup besar begitu, pada saat itu kalau komunikasi berjalan baik maka kita bisa menghibur anak itu misalnya dengan memberikan contoh bahwa dulu papa atau mama juga seperti ini tegang dan sebagainya tapi lama-lama kalau sudah terbiasa tentu akan lebih baik dan bisa mengatasi ketegangan ini.
GS : Jadi rupanya stres itu memang bisa dialami oleh siapa saja dan tidak selamanya itu jelek karena ada juga yang positif tinggal bagaimana kita me-managenya, mengaturnya, mengelolanya supaya menjadi baik, baik bagi diri kita terutama juga untuk anak-anak kita yang masih butuh banyak pengalaman untuk bagaimana mengelola stres yang mereka alami. Tetapi saya sangat yakin bahwa firman Tuhanlah yang akan memberikan pedoman yang paling tepat untuk hal-hal seperti ini. Pak Heman bisa bagikan sebagian dari firman Tuhan yang cocok untuk ini.
HE : Daud semasa hidupnya banyak mengalami stres dan juga dikejar-kejar oleh Saul yang dihormatinya tetapi dia memberikan banyak ayat-ayat yang indah salah satunya dari Mazmur 23 :4 "Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya sebab Engkau besertaku.
GadaMu dan tongkatMu itulah yang menghibur aku."
GS : Jadi demikianlah tadi saudara-saudara pendengar Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bapak Heman Elia, M.Psi. dan juga Ibu Esther Tjahja, S.Psi. Kami baru saja berbincang-bincang tentang bagaimana membantu anak menghadapi stres. Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini, kami persilakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen atau LBKK Jl. Cimanuk 58 Malang. Saran-saran serta pertanyaan Anda sangat kami nantikan dan akhirnya dari studio kami ucapkan terima kasih dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.