Autisme : Keunikan atau Kelainan

Versi printer-friendly
Kode Kaset: 
T340A
Nara Sumber: 
Pdt. Dr. Paul Gunadi
Abstrak: 
Semua orang tua tentulah mengharapkan agar anak-anak bertumbuh besar “normal,” dalam pengertian serupa dengan anak-anak lain. Masalahnya adalah tidak semua anak bertumbuh besar serupa dengan anak-anak pada umumnya. Dalam hal ini, jika anak kita ternyata anak yang autis, bagaimana kita sebagai orang tua menghadapi masalah ini?
Audio
MP3: 
Play Audio: 
Ringkasan

Sebagai orangtua tentulah kita mengharapkan agar anak-anak bertumbuh besar ônormal,ö dalam pengertian serupa dengan anak-anak lain. Masalahnya adalah tidak semua anak bertumbuh besar serupa dengan anak-anak lain. Ada keunikan tertentu pada anak yang menuntut kita untuk membesarkannya dengan cara yang sesuai dengan keunikannya. Berikut kita akan membahas keunikan anak yang memang dalam kasus ekstrem dapat berubah menjadi gangguan yang perlu penanganan lebih serius. Namun, dalam kadar yang lebih rendah sesungguhnya keunikan ini masih dan seharusnyalah ditangani oleh kita sendiri, orangtuanya.

Pada tahun 2003, Majalah Newsweek memuat sebuah artikel yang menarik tentang pemikiran seorang psikolog dari Universitas Cambridge di Inggris, bernama Simon Baron-Cohen. Ia menuangkan pemikirannya dalam sebuah buku berjudul, ôThe Essential Difference.ö Pada dasarnya pemikiran Baron-Cohen berkaitan dengan gangguan autisme yang tampaknya makin banyak dialami oleh anak dewasa ini. Sudah tentu beliau mengakui keberadaan gangguan ini namun lewat buku ini, beliau ingin mengajak kita untuk memandang masalah autisme dari kerangka pandang keunikanùbukan kelainanùanak. Baron-Cohen mendefinisikan autisme sebagai ôketidakseimbangan antara dua jenis kecerdasan: pertama adalah kecerdasan yang digunakan untuk memahami orang (people) yang disebutnya, emphatizing, atau mengempati, dan kedua, kecerdasan yang digunakan untuk memahami benda (things), yang disebutnya systematizing atau mensistematikkan. Yang menarik adalah ternyata anak perempuan lebih mudah mengempati dibandingkan anak laki-laki dan anak laki-laki lebih mudah mensistematikan ketimbang anak perempuan. Memang, data mengungkapkan bahwa 80% dari penderita autisme adalah laki-laki.

Di dalam artikel itu dimuat tentang beberapa kasus anak yang mengidap autisme. Misalkan, ada seorang anak berusia 19 tahun di India yang dapat menyebutkan 14 stasion kereta secara berurut dan mengingat nada lagu dengan begitu cepatnya namun sulit mengungkapkan isi hatinya secara verbal. Pada umumnya anak-anak ini memiliki kemampuan yang tinggi untuk mengumpulkan fakta, kemudian mengkategorikannya. Namun untuk memulai dan memutar roda percakapan, mereka tidak bisa. Satu hal lagi adalah mereka memiliki kepekaan yang sangat tinggi terhadap bunyi dan cahaya.

Pertanyaannya sekarang adalah, apakah yang dapat atau seharusnya dilakukan oleh orangtua?

Pertama dan terpenting adakah kita harus menerima dan mengerti keunikan anak. Kita mesti menjaga sikap agar tidak menuntutnya untuk melakukan hal-hal yang memang tidak bisa atau teramat sulit dilakukannya. Kita harus menyadari bahwa sukar baginya untuk menjalin persahabatan; itu sebabnya ia cenderung menyendiri. Kita mesti menolongnya untuk bersosialisasi namun kita tidak boleh menyalahkannya kalau ia sulit untuk memulai pertemanan atau berinisiatif untuk berbuat sesuatu yang baik kepada orang lain.

Kedua, kita dapat melatihnya untuk meningkatkan kemampuannya berempati. Misalkan, kita dapat mengajaknya membaca buku bergambar dan menjelaskan emosi yang terkandung di balik wajah atau ungkapan yang terkandung di dalam gerakan atau bahasa tubuh. Sewaktu ia murung atau jengkel, ajaklah dia untuk menyatakan perasaannya. Dan, kita pun mesti mencontohkanya dengan cara memberitahukan kepadanya perasaan yang tengah kita rasakan.

Ketiga, kita harus meneguhkan keunikannya sebagai sesuatu yang baik. Berilah pujian sewaktu ia dapat dengan cepat menyelesaikan hitungannya dan katakanlah bahwa kemampuan itu dapat digunakannya untuk bekerja sebagai seorang ahli teknik atau akutansi. Singkat kata, berilah ia pandangan ke muka untuk melihat apa yang dapat dikerjakannya dengan apa yang dimilikinya. Bukan saja hal ini akan membuatnya melihat dirinya secara positif, ia pun akan mengembangkan kepercayaan diri yang lebih kokoh.

Pada akhirnya kita pun mesti melihat semua ini dari kacamata Tuhan. Mazmur 139:13-14 menyatakan, ôSebab Engkaulah yang membentuk buah pinggangku, menenun aku dalam kandungan ibuku. Aku bersyukur kepada-Mu oleh karena kejadianku dahsyat dan ajaib; ajaib yang Kau buat, dan jiwaku benar-benar menyadarinya.ö Mungkin kita sendiri kurang dapat menerima kondisi anak; mungkin tanpa disadari, kita telah mengkomunikasikan ketidakterimaan kita ini kepada anak. Memang tidak mudah untuk menerima ini sebab bagaimanapun juga kita ingin agar anak kita ôsamaö seperti anak lainnya. Namun kita harus mempercayai bahwa Tuhan tidak membuat kesalahan. Ia menciptakan anak ini sesuai gambar-Nya, sesuai desain yang memang dikehendaki-Nya. Tugas kita adalah membesarkan anak ini sedemikian rupa agar ia dapat menwujudkan rencana Allah dalam hidupnya.