Saudara-saudara pendengar yang kami kasihi dimanapun Anda berada, Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso bersama Ibu Idayanti Raharjo dari Lembaga Bina Keluarga Kristen, telah siap menemani Anda dalam sebuah perbincangan yang kali ini dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dan juga Ibu Dr. Andrian Soesilo dalam sebuah perbincangan tentang bagaimana mengatasi anak yang sering memberontak atau tidak menurut kepada orang tua. Mereka berdua adalah pakar dalam bidang konseling dan dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Dan kami percaya acara ini pasti akan sangat bermanfaat bagi kita sekalian, selanjutnya dari studio kami ucapkan selamat mengikuti.
Lengkap
GS : Pertama-tama Ibu Vivian, kami senang sekali Ibu Vivian bisa kembali berbincang-bincang pada kesempatan acara Telaga kali ini. Sering kali dikeluhkan oleh banyak orang tua khususnya orang tua yang baru menikah yang terkejut menghadapi anak yang membangkang. Jadi disuruh tidak mau dan suka melawan, apakah itu gejala umum pada setiap anak, Bu Vivian?
VS : Ini tergantung umurnya Pak, kalau umur 2 tahun itu memang ada istilah namanya 'teribotu' segalanya 'no, no, no' istilah bahasa Inggrisnya yang artinya tidak. Meskipun kadang-kadang dia idak bermaksud tidak, jadi memang tergantung umurnya.
Nanti kalau usia remaja, dia akan mencari identitas sendiri maka semuanya tidak menurut.
GS : Sebenarnya hanya sekadar sepatah kata yang mudah diucapkan oleh anak untuk mengatakan 'tidak' atau memang ada suatu alasan lain di dalam diri anak itu?
VS : Kalau anak tidak mau menurut orang tua, saya kira orang tua perlu menyelidiki diri sendiri dulu mengapa anak saya tidak mau menurut, seandainya itu memang yang terjadi setiap hari. Jadiapakah ada sesuatu di dalam diri orang tua yang membuat anak ini tidak mau menurut, mungkin cara memberikan perintah, cara dia berbicara, sikap orang tuanya, mungkin bukan dari anak itu sendiri tapi orang tuanya.
Jadi kalau memang anak itu selalu memberontak, orang tua mungkin bisa mencoba untuk melihat diri sendiri terlebih dahulu.
(1) GS : Orang tua mungkin berkata saya sudah mengajari anak saya dengan baik bahkan dipanggilkan baby sitter yang baik, yang bisa mengasuh dan sebagainya. Tapi kenyataannya anak memang bandel, itu suatu sifat dasar atau pengaruh lingkungan atau apa?
VS : Memang manusia ada sifat dasar, ada kebaikan dan kejahatan, tapi saya kira kalau anak ini membangkang terus, pasti ada sesuatu yang membuat dia memberontak. Kalau memang disediakan babysitter tentunya anak akan memberontak karena baby-sitter bukanlah orang yang sungguh-sungguh mencintai dia.
Yang dia inginkan adalah perhatian orang tuanya, jadi mungkin dikarenakan kasih orang tua yang digantikan oleh baby-sitter.
IR : Jadi tetap orang tua harus menyelidiki diri sendiri, mungkin ada kaitannya dengan orang tua.
PG : Atau kita juga bisa mencoba memahami masalah ini dari segi genetik. Dalam pengertian tidak semua anak dilahirkan sama. Jadi ada anak yang memang bawaannya penurut dan ada anak yang memag bawaannya keras.
Anak-anak yang memang bawaannya keras, cenderung tidak mudah menurut, jadi bawaannya adalah justru untuk membangkang. Istilah yang kita gunakan adalah anak-anak yang senantiasa mengetes atau menguji otoritas kita. Memang kalau ditanya kenapa ada anak yang seperti begini, karena memang kepribadiannya berbeda. Kalau anak yang kepribadiannya lebih penurut, kita tidak perlu berbicara keras dia sudah akan melakukan yang kita minta, tapi untuk anak-anak yang berkemauan keras 'strong willed' maka kita tidak cukup misalnya meminta dia melakukan sesuatu, adakalanya harus menaikkan suara atau mengancamnya dengan hukuman, baru dia mengerjakan yang kita minta. Jadi senantiasa pengujian otoritas itu akan mewarnai rumah tangga kita dengan anak tersebut. Kita juga harus menyadari ini adalah bagian yang alamiah.
(2) GS : Pak Paul, kalau tadi dikatakan dalam diri anak yang suka membangkang itu ada sesuatu yang positif, tadi Pak Paul katakan 'strong willed', kemauan yang kuat. Saya jadi bingung, sampai sejauh mana kita bisa mentolerir kekerasan anak ini, jadi kebandelannya sampai di mana. Kalau kita melarang dia terus-menerus, bisa mematikan rasa kemauan dia yang baik. Lalu sebaiknya bagaimana, Pak Paul?
PG : Dalam membesarkan anak yang berkemauan keras ('strong willed') ini prinsipnya adalah bagaimana kita mengarahkan tanpa menghancurkannya. Jadi perlu suatu keseimbangan antara dua kubu, du sikap yang mengarahkan tapi tidak menghancurkan.
Saya kira yang sering terjadi adalah kita menghancurkan anak yang keras karena kita merasa ditantang olehnya jadi kita rasanya marah, terpancing emosi kita. Lalu kita keraskan sikap kita, kita marahi, kita pukul dia. Respons dari si anak biasanya bukannya tunduk tapi dia akan mencoba membangkang lagi dalam hal lain dan kesempatan yang lain. Jadi dia akan selalu mencari-cari kesempatan untuk bisa melawan kita lagi. Anak-anak yang berkemauan keras ini sulit sekali ditundukkan, jadi tujuan kita sebagai orang tua bukannya mau menundukkan dia tapi mau mengarahkan dia, caranya adalah dengan memberikan penjelasan kepada anak itu. Biasanya penjelasan yang masuk akal, yang logis dan konsisten lebih efektif untuk mengarahkan anak-anak yang keras kepala ini.
VS : Kalau menurut saya, anak yang membangkang memang harus dengan cara yang seperti Pak Paul katakan tadi. Ada anak yang memang keras seperti tembok, kalau kita keras maka akan terjadi sepeti kita melempar bola dia akan memantul, tidak bisa dengan cara yang seperti itu.
Jadi mungkin cara yang bisa kita lakukan adalah berbicara lembut dengan dia, itu mungkin yang bisa kita lakukan.
IR : Mungkinkah, ini ada kesaksian seseorang yang mengatakan bahwa cara mendidik anak itu memang berbeda satu dengan yang lain, tapi ada yang memang harus dikeras baru menurut? Jadi dengan kekerasan itu baru menurut tapi dengan lemah lembut mereka mengabaikannya.
PG : Saya kira kita perlu membereskan juga definisi keras di sini. Menurut saya keras tidak selalu berarti menggunakan pukulan, keras berarti bagi saya ketegasan. Anak-anak saya di rumah serng sekali mengeluh akan suara saya sewaktu saya marah.
Saya jarang sekali memukul mereka, tapi memang suara saya yang bariton waktu saya mulai mengeraskannya mereka tidak suka. Mereka sering berkata: "Kenapa sih papa suaranya begitu keras membuat kami takut." Terus-terang dalam hati saya senang, sebab berarti suara saya sudah cukup untuk membuat mereka takut. Jadi keras adalah tegas, bagaimana menurut Ibu Vivian sendiri?
VS : Saya setuju dengan itu, saya tidak setuju keras dengan pemukulan.
GS : Ya, tapi adakalanya memang juga harus dipukul ya?
VS : Ya kalau memang tidak ada jalan yang lain.
GS : Tapi ada yang pernah kami jumpai, di rumah anak ini kelihatan baik sekali, diberitahu menurut sama ayahnya, ibunya. Tapi gurunya yang di sekolah itu justru sering memberikan masukan, keluhan kepada orang tuanya. Anakmu ini tidak bisa diatur di sekolah, suka mengganggu temannya, kalau diberitahu gurunya melawan dsb. Kenapa anak itu bisa hidup di dalam dua dunia yang berbeda, Bu?
VS : Mungkin di rumah itu karena ada sosok ayah atau ibu yang keras sekali terhadap dia, jadi dia sudah takut sekali dan kalau dia di luar jadi bebas dan bisa berbuat apa saja, karena mungkn di rumah terlalu ditekan, jadi dia keluarkan di sisi yang lain.
GS : Atau mungkin kalau ketemu guru yang sama kerasnya dengan orang tuanya, lalu dia jadi penurut?
VS : Belum tentu, mungkin di rumah ada sanksinya yang lebih besar kalau dia tidak mau menurut sama orang tuanya.
GS : Dalam hal ini untuk mengatasi hal seperti itu bagaimana Bu, apa orang tua perlu konsultasi dengan guru atau anaknya yang dipindahkan ke sekolah lain atau bagaimana?
VS : Mungkin kalau keadaan seperti itu orang tua sebetulnya sebelum terjadi, dia tahu siapa teman-teman pergaulannya anak ini, mungkin pengaruh teman-temannya. Bagaimana anak ini di kelas, mngkin dia tidak cocok dengan sekolah itu, jadi orang tua perlu dekat dengan anak, supaya mengerti dan mengenal anak, sehingga ada komunikasi di dalam keluarga itu.
Jadi kalau ada semacam itu tentunya orang tua sudah tahu kalau ada masalah-masalah dan tidak perlu terjadi seperti itu, saya kira bila ada perhatian kepada anak-anak, maka mereka akan terbuka kalau ada masalah.
IR : Bagaimana cara memisahkan anak jika bergaul dengan teman-teman yang nakal. Seringkali kalau kita menghendaki supaya mereka menjauh sulit sekali itu?
PG : Anak-anak cenderung memilih teman yang sesuai dengan seleranya. Jadi anak-anak yang aktif, yang suka bergerak lari dan sebagainya cenderung memilih teman yang sejenis. Atau anak yang pediam, yang halus, cenderung memilih teman yang juga halus dan pendiam.
Anak yang suka berpikir dan suka main video game cenderung memilih teman yang juga menyenangi video game. Jadi sebetulnya pertimbangan yang sehat dalam diri anak, dia mulai menunjukkan kesukaannya dan ini yang menjadikan ciri khasnya sebagai suatu pribadi yang unik. Tapi masalahnya adalah seperti tadi Ibu Ida katakan, adakalanya teman itu membawa dia ke perilaku yang nakal, yang memberontak, membangkang dan sebagainya. Tidak bisa disangkal pengaruh teman kuat, jadi kalau misalkan teman-temannya itu mulai berani menjawab si guru. Si anak ini akan melihat perilaku tersebut dan terpengaruh sehingga mendapatkan keberanian untuk melakukan hal yang sama. Temannya cerita kepada dia bahwa mereka berhasil melawan ibu mereka sewaktu ibu mereka meminta mereka pulang dan mereka masih mau main. Hal-hal seperti itu kadang kala diceritakan di antara teman dan menjadi amunisi buat si anak yang akhirnya ikut berperilaku seperti itu. Sekarang apa yang harus kita lakukan kalau anak kita relatif masih kecil umur 9-10 tahun dan mulai mencontoh perilaku teman-temannya. Saya kira ada waktu, ada tempatnya untuk kita bertindak keras dalam pengertian tegas dan kita mulai berkata bahwa engkau tidak seperti ini dulu, apakah mungkin engkau dipengaruhi oleh teman-temanmu. Kalau dia bilang tidak dan sebagainya ya kita tanya orang tua teman-temannya. Dan orang tua teman-teman misalkan mengkonfirmasi betul, anak-anaknya di rumah mulai membangkang dan sebagainya. Kita bisa menyimpulkan kemungkinan anak kita tertular, saya kira ada baiknya agar kita menegaskan kepada dia, "Engkau boleh main dengan teman-temanmu tapi saya tidak akan menoleransi tindakanmu yang seperti ini." Jadi kita akan tegaskan begitu. Sulit untuk melarangnya bermain, karena di sekolah dia akan bertemu dan dia akan tetap memilih teman yang ini sebab dia sudah cocok dengan yang pendiam dan halus misalnya. Jadi saya kira dia tetap akan bermain dengan teman-temannya, tapi kita bisa mengurangi tindakan membangkangnya itu di rumah dengan sikap yang lebih tegas. Dan adakalanya seperti tadi kata Pak Gunawan kita perlu untuk memukulnya, tapi memukul yang baik adalah hanya di bagian pantat saja, tidak boleh menjambak atau menggampar anak seperti itu.
IR : Pemukulan itu hanya dilakukan bagi anak-anak yang umurnya masih di bawah remaja ya, Pak Paul?
PG : Mungkin saya mau tanya Ibu Vivian, anak saya memasuki masa remaja, belum remaja benar-benar, kalau Ibu Vivian apa yang dilakukan?
VS : Untuk anak saya memang tidak bisa dipukul, apalagi anak saya dua-duanya laki-laki, jadi yang saya lakukan ialah mengurangi, dalam bahasa Inggrisnya 'privilege'. Mereka itu kalau seandaiya bisa bermain video game, biasanya berapa jam sehari, mereka tidak bisa pergi ke rumah temannya bermain tiap hari; mengurangi jam nonton TV itulah yang bisa saya lakukan, jadi membatasi.
GS : Karena itu ada sanksi yang Ibu terapkan di sana. Tapi kalau dari pembicaraan kita tadi, kita tahu bahwa pembangkangan anak itu tidak 100% kesalahan anak ya Bu, jadi kita orang tua ini harus jujur mengakui bahwa kita punya andil sehingga anak kita membangkang. Menurut pengalaman Ibu Vivian di dalam konseling dan terapi, Ibu lakukan kepada dua belah pihak atau hanya kepada salah satu pihak?
VS : Biasanya saya lakukan pada orang tua dulu, karena orang tua harus berubah sebelum anaknya. Bagaimanapun juga anak itu dipengaruhi oleh orang tuanya.
GS : Dan mungkin membutuhkan waktu lebih lama untuk memperbaiki orang tua ini ?
VS : Ya tergantung dia terbuka atau tidak.
(3) GS : Menurut Bu Vivian bentuk-bentuk pembangkangan itu seperti apa yang seringkali Ibu amati?
VS : Yang tidak mau menurut orang tua ya, kalau diperintah tidak mau menurut, tidak boleh pergi tetap pergi. Mungkin untuk anak yang remaja, satu kegiatan yang tidak boleh tetap dia lakukan,atau mungkin kalau tetap tidak boleh, dia berani melarikan diri dari rumah.
Saya pernah mengenal satu teman yang membangkang berani melarikan diri. (GS : Cuma mengancam atau memang betul-betul dia lakukan?) betul-betul keluar beberapa hari dan dia tidur di rumah temannya yang mau menerima dia, jadi itu bentuk pembangkangan. Mungkin Pak Paul ada contoh yang lain?
PG : Saya sendiri bisa mengingat diri saya waktu masih SMP, orang tua saya melarang saya pergi keluar karena siang hari itu saya harus belajar, bukan hari Sabtu atau Minggu, tapi saya sudah erlanjur berjanji dengan teman saya untuk keluar kami nonton.
Mama saya mengunci pintu dengan gembok dan saya tidak bisa keluar lagi. Dan saya masih ingat pintu pagar kami itu mungkin dua kali tingginya saya waktu saya masih SMP dan diatasnya ada kawat berduri. Saya memanjat dari bawah sampai ke atas, sampai keluar dari pagar kaki saya lecet-lecet. Padahal waktu itu saya sudah tidak bisa nonton lagi karena sudah terlambat, jadi saya hanya tunggu di depan gang seolah-olah saya nonton, saya baru kembali pulang. Tujuan saya hanya satu, membuktikan kepada mama saya bahwa mama tidak bisa menguasai saya, jadi itulah yang saya lakukan. Jadi kalau saya pikir-pikir kenapa saya begitu dulu, sekali lagi waktu itu saya sudah remaja, ini tema yang umum bagi remaja yaitu kami merasa bahwa orang tua tidak mengerti kami. Saya sebetulnya rela saja untuk tidak menonton tapi saya sudah terlanjur berjanji. Mungkin saat itu kalau misalkan mama saya bisa berkomunikasi dengan saya dan berkata: "Ya, ya kamu sudah janji nanti malu tidak menepatinya. Mama mengerti perasaanmu, tapi bagaimana ini hari biasa, lebih baik kamu jangan nonton." Mungkin kalau saya mendengar tanggapan seperti itu dari mama, saya akan menurut. Tapi begitu saya diberi instruksi tanpa meminta penjelasan, saya berkata saya mau nonton mama langsung mengatakan: "Tidak! Ini hari biasa kamu harus belajar di rumah." Wah saya tidak bisa mendengar kata tidak, jadi saya tidak peduli saya salah atau saya benar. Siapa salah, saya tidak peduli. Begitu dengar kata tidak, saya harus melawan. Jadi saya kira pendekatannya memang akan berbeda-beda pada anak-anak ya. Untuk anak-anak yang mirip dengan saya itu memang sulit sekali mendengar kata tidak, tidak itu adalah suatu tantangan yang harus ditaklukkan; jadi memang lebih baik diberikan penjelasan yang seperti itu maka kami akan lebih tanggap.
GS : Saya pernah melihat suatu bentuk pembangkangan Bu Vivian, saya tidak tahu apakah itu bentuk pembangkangan juga, di mana kelihatannya anak itu pasif. Jadi misalnya saja tadi tidak boleh keluar ya, dia tidak keluar terus, disuruh keluar pun dia tidak keluar tetap di rumah saja, 'kan sudah diberitahu tidak keluar begitu. Tapi dia menginterpretasikan seperti itu, kelihatannya menurut, tetapi saya melihatnya itu suatu pembangkangan, bagaimana Bu Vivian?
GS : Pemberontakan juga, dia mau menunjukkan juga bentuk perlawanan seperti itu. Jadi saya rasa memang banyak bentuk-bentuk pembangkangan yang bisa dialami oleh keluarga-keluarga, baik keluarga muda maupun yang sudah mempunyai anak-anak remaja. Tetapi yang ingin kembali saya tanyakan, apakah ada batas waktu tertentu di mana anak itu dengan sendirinya menyadari akan sifatnya yang kurang baik, Bu Vivian?
VS : Batas waktunya tidak setiap orang sama, mungkin kalau anak sudah hampir lulus SMA, waktu lulus SMA mungkin lebih bisa mengerti atau usia SMA. Saya kira kalau usia universitas begitu, Pak Paul?
PG : Biasanya ya, kalau sudah meningkat usia yang lebih dewasa saya kira energi kita itu mulai bisa terkontrol dengan lebih baik. Dalam kasus saya, saya melihat saya mulai tidak membangkang ewaktu saya SMA.
Dan alasannya sebetulnya sederhana sekali yaitu saya mulai sibuk di gereja, jadi kesibukan di gereja itu menyerap energi saya. Saya bukan sebetulnya bertobat, sadar saya itu salah, tetap saja sebetulnya hubungan dengan mama saya atau papa saya renggang dan sering berkelahi. Tapi begitu saya menginjak SMA, saya tiba-tiba mendapatkan penyaluran. Saya sering main drama, menyanyi di vokal group dan sebagainya sehingga tiba-tiba energi saya sekarang terserap di luar, ada pengalihan dan itu mengurangi sekali ketegangan antara orang tua dengan saya. Waktu SMP saya belum banyak terlibat di gereja, saya sadar kira-kira waktu saya berumur 20-an tahun ke atas. Jadi kadangkala memang kita tidak bisa mengharapkan anak kita sadar, namun yang bisa kita lakukan adalah mengalihkan energinya itu ke hal-hal yang lebih baik.
GS : Jadi kalau pada dasarnya memang pembangkangan juga ada segi positifnya seperti tadi di awal pembicaraan kita, tentu "strong willed" itu yang kita harus tumbuhkembangkan dalam diri setiap anak ya, Bu Vivian. Pak Paul mungkin ada ayat firman Tuhan yang Pak Paul bisa sampaikan sehubungan dengan perbincangan kita ini?
PG : Saya ingin membacakan Roma 12:4, "Sebab sama seperti pada satu tubuh kita mempunyai banyak anggota, tetapi tidak semua anggota itu mempunyai tugas yang sama, demikian juga ita, walaupun banyak, adalah satu tubuh di dalam Kristus."
Saudara-saudara, saya melihat ayat ini sebagai perefleksian bahwa Tuhan kita adalah Tuhan yang tidak menjemukan, yang kreatif. Jadi Dia menciptakan manusia berdasarkan keunikannya masing-masing dan masing-masing mempunyai tempat dalam tubuh Kristus. Jadi anak yang keras kepala sebetulnya mempunyai tempat dalam tubuh Kristus. Salah satu murid Tuhan Yesus yang keras kepala sebetulnya adalah rasul Paulus, Tuhan memakai dia dengan luar biasa, tapi ada yang berhati lembut juga seperti Yohanes. Jadi masing-masing memang tidak sama, kita jangan merasa sial betul karena saya mempunyai anak yang membangkang, ini adalah pemberian Tuhan dan pasti ada tempatnya nanti dalam pekerjaan Tuhan.
GS : Saya rasa itu memang perlu dihayati betul, Pak Paul, untuk kita bisa bersyukur mempunyai anak yang membangkang, tetapi kita melihat ada sesuatu yang baik yang Tuhan Allah mau berikan kepada kita. Tentu kita bisa saling melengkapi. Jadi baiklah Bu Vivian banyak terima kasih juga Ibu bisa hadir di dalam acara tegur sapa ini sehingga melengkapi perbincangan kita pada saat ini. Demikianlah tadi para pendengar yang kami kasihi, kami telah persembahkan ke hadapan Anda sebuah perbincangan tentang bagaimana menghadapi anak-anak yang membangkang. Perbincangan kali ini juga disertai dengan ibu Dr. Vivian Andriani Soesilo dan juga Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kalau Anda berminat untuk melanjutkan acara tegur sapa ini kami persilakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen atau LBKK Jl. Cimanuk 58 Malang. Melalui kesempatan ini kami juga mengucapkan banyak terima kasih untuk surat-surat yang sudah Anda tujukan kepada kami. Namun saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda masih sangat kami nantikan. Dari studio kami mengucapkan sampai jumpa pada acara Telaga yang akan datang.