Anak, Musibah dan Kejahatan

Versi printer-friendly
Kode Kaset: 
T426B
Nara Sumber: 
Pdt. Dr. Paul Gunadi
Abstrak: 
Banyak keterbatasan yang dimiliki oleh orang tua termasuk juga orang tua tidak bisa melindungi anak dari sisi kehidupan yang kelam. Ada waktu-waktu dimana anak harus menghadapinya sendiri entah itu yang berasal dari musibah atau kejahatan.Di sini orang tua perlu memberikan bekal kepada anak sehingga ketika anak menghadapi hal yang tidak mengenakkan tersebut, mereka siap menghadapinya tanpa kita berada di dekatnya.
Audio
MP3: 
Play Audio: 
Ringkasan
Tidak selalu kita dapat melindungi anak dari sisi kehidupan yang kelam. Adakalanya anak mesti berhadapan secara langsung dengan wajah kehidupan yang menyeramkan, baik itu yang berasal dari musibah maupun dari kejahatan.

Apakah yang dapat kita lakukan untuk menolong anak melalui fase buruk yang menimpanya?

• Hal pertama yang perlu kita ketahui adalah bahwa anak lahir ke dalam dunia membawa keyakinan bahwa dunia adalah tempat yang aman. Anak lahir tidak mengenal bahaya dan memercayai orang secara polos. Itu sebabnya musibah dan kejahatan berpotensi MENGOYAK SISTEM KEPERCAYAAN yang ada pada diri anak. Air yang dianggap tidak berbahaya dapat menenggelamkannya; api yang tidak berbahaya dapat membakarnya. Tanah yang padat dan stabil dapat berguncang dan membuatnya jatuh terjungkal. Orang yang tidak dikenal dapat muncul dan merampas harta miliknya. Atau lebih buruk lagi, orang dapat melukai satu sama lain dengan begitu kejamnya. Begitu sistem kepercayaan bahwa dunia aman terkoyak, anak akan mengembangkan rasa takut.

• Hal kedua yang mesti kita pahami adalah begitu sistem kepercayaan bahwa dunia aman terkoyak, anak terpaksa MEMBANGUN SEBUAH ZONA AMAN untuk menciptakan rasa aman. Kecenderungannya adalah anak membangun zona aman yang sangat ekstrem sehingga perilakunya berubah menjadi perilaku yang penuh was-was dan ketidakpercayaan. Setelah perjumpaannya dengan musibah dan kejahatan, acap kali anak berubah menjadi penakut dan tidak berani mengambil risiko sekecil apa pun. Ada kecenderungan ia akan mencari perlindungan di bawah kepak sayap seseorang--biasanya salah satu dari orang tuanya--dan terus melekat padanya. Jika ini yang terjadi, penting bagi kita orang tua untuk membiarkan anak berlindung dan tidak memaksanya untuk lepas dari kita. Pada akhirnya ia akan memaksa diri untuk kembali mengambil risiko--apalagi bila ia mendapatkan bukti demi bukti bahwa ketakutannya tidak berdasar.

• Hal ketiga yang mesti kita lakukan adalah MENGAKUI KENYATAAN bahwa hidup tidak sepenuhnya berada di dalam kendali, bahwa alam bisa berubah ganas dan bahwa orang tidak semua baik. Singkat kata kita mengajak anak untuk melihat realitas apa adanya dan mengizinkan anak untuk membangun sistem perlindungan. Tidak apa ia menjadi berhati-hati dan tidak apa ia mulai memikirkan kemungkinan terburuk. Ini adalah bagian dari sistem pertahanannya. Namun daripada menutup diri atau menghindar terus menerus dari bahaya, kita mendorongnya untuk juga melihat sisi yang satunya pula--bahwa ada hal dalam hidup yang dapat dikendalikan, sesungguhnya alam tidak sering berubah ganas dan bahwa masih banyak orang yang baik.

• Hal keempat yang kita mesti waspadai adalah menjaga anak agar tidak mengembangkan KARAKTER BURUK sebagai akibat kejahatan yang dideritanya. Kita mungkin sudah tahu bahwa ada sebagian pelaku kejahatan yang sebenarnya merupakan korban kejahatan pada masa kecilnya. Selain dari kemarahan dan balas dendam, sebenarnya faktor kuat yang memicu lahirnya kejahatan adalah ternodanya sistem kebaikan pada diri anak. Kejahatan seakan-akan memberikan contoh bagaimana caranya melakukan kejahatan. Kejahatan juga seolah-olah memberikannya izin untuk berbuat kejahatan.

Kita harus terus mengingatkan anak akan respons tokoh Alkitab terhadap kejahatan. Sewaktu Stefanus dirajam dengan batu, ia berseru (Kisah 7:60), Tuhan, janganlah tanggungkan dosa ini kepada mereka. Ketika Tuhan Yesus disalib, Ia berdoa (Lukas 23:34), Ya, Bapa ampunilah mereka sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat. Dan Yusuf yang menjadi korban kejahatan kakak- kakaknya mengampuni mereka seraya berkata (Kejadian 50:20), Memang kamu telah mereka-rekakan yang jahat terhadap aku, tetapi Allah telah mereka-rekakannya untuk kebaikan, dengan maksud melakukan seperti yang terjadi sekarang ini yakni memelihara hidup suatu bangsa yang besar.

Kita perlu mengajarkan kepada anak bahwa respons terhadap musibah dan kejahatan adalah, sepenuhnya berserah kepada Tuhan sebab Ia memelihara kita dan bahwa Ia memunyai rencana lewat apa yang terjadi. Kita pun perlu terus mengingatkannya untuk tidak membalas, sebaliknya, mengampuni orang yang bersalah kepada kita.