"Memahami Autisme" bersama Pdt.Dr. Paul Gunadi & Ibu Winny Soenaryo M.A.
Lengkap
Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen, kali ini bersama Bp.Pdt.Dr.Paul Gunadi. Kami akan berbincang-bincang dengan Ibu Winny Soenaryo M.A. Beliau adalah seorang ahli terapis okupasi Perbincangan kami kali ini tentang "Memahami Autisme". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
PG : Selamat bergabung dengan kami Ibu Winny, Ibu Winny bisa datang dan memberikan atau membagikan ilmu kepada kami semua. Topik autisme adalah topik yang sekarang sedang menghangat, dan bai banyak orangtua diagnosis autisme merupakan diagnosis yang sangat menakutkan.
Ibaratnya seperti dokter berkata bahwa anak kita itu menderita kanker, begitu menakutkan. Itu sebabnya kami mengundang Ibu Winny datang untuk memberikan kepada kita semua tentang sebetulnya apa itu autisme. Mungkin Ibu dapat menjelaskannya kepada para pendengar?
WS : Autisme dulunya sebelum ada diagnosa autisme disebut salah diagnosa atau kadang juga disebut schizophrenia karena banyak sekali sifatnya itu mirip dengan schizophrenia. Maka dulu sebelm ada kata autisme, mereka disebut "childhood schizophrenia".
Dan sampai sekarang penyebab autisme belum diketahui, tapi banyak riset membuktikan mungkin ada hubungannya dengan genetik atau mungkin juga ada hubungannya dengan pengaruh lingkungan. Yang sudah diketemukan untuk anak-anak autisme yang paling awal adalah otak mereka. Mungkin waktu kecil, anak autisme berbeda dengan anak-anak lainnya, yaitu otak mereka lebih kecil daripada anak-anak normal.
PG : Jadi memang ada kelainan pada otak itu sendiri, meskipun juga ada pengaruh lingkungan namun yang jelas secara biologis ada perbedaannya. Tadi Ibu Winny mengatakan bahwa sesungguhnya dimasa lampau gangguan autisme itu disangka orang adalah gangguan schizophrenia atau gangguan cacat mental, tapi akhir-akhir ini dengan berkembangnya diagnosis yang lebih tepat akhirnya dipisahkan menjadi diagnosis tersendiri.
Dengan kata lain Ibu ingin mengatakan bahwa mungkin sekali autisme itu sebetulnya dari dulu sudah ada tapi belum dikenali. Jadi sekaranglah baru dikenali sebagai sebuah gangguan. Ibu bisa jelaskan mengapa begitu menakutkan diagnosis autisme ini, jikalau anak kita itu dikatakan autistik?
WS : Mungkin yang membuat orangtua menakutkan itu karena sampai sekarang belum ada satu penyembuhan yang pasti tentang anak autisme. Kita bisa membantu anak itu semaksimal mungkin, namun beum diketemukan bagaimana cara penyembuhannya atau ada obat yang bisa menyembuhkan penyakit autisme ini.
PG : Bisa Ibu jelaskan ciri-cirinya anak-anak yang terkena autisme?
WS : Diagnosa anak-anak autisme itu kalau di psikologi itu ada DSM 4 dan ada kriterianya untuk disebut autis. Mereka kesulitan untuk interaksi sosial, kesulitan berkomunikasi, dan mereka mepunyai kelakuan sangat kaku dan juga mungkin ada keterlambatan dalam bergaul atau motoriknya, mereka suka berada dalam dunianya sendiri.
Ciri-ciri seperti ini yang biasanya kita lihat pada anak autis.
GS : Ibu Winny, bukankah orangtua ingin mengetahui sedini mungkin anaknya itu terkena autis atau tidak. Kira-kira pada usia berapa kita bisa langsung mengenali bahwa anak saya ini ternyata mengidap autis?
WS : Sekarang ini diketemukan ada dua tipe autis, mungkin yang dari kecil kita sudah bisa lihat mulai usia 3 bulan, 4 bulan, 6 bulan karena waktu kita ajak bermain, mereka tidak bisa bermain Tapi ada juga yang tidak bisa tertawa paling lambat sampai usia lebih dari 2 tahun, jadi baru ketahuan kalau anak itu autis setelah usia 3 tahunan.
GS : Itu kenapa bisa lama tidak ketahuan, apakah karena tingkat autismenya itu tidak terlalu parah atau bagaimana?
WS : Tidak juga. Memang tingkatan autis berbeda-beda, ada yang tinggi dan ada yang rendah. Sekarang ditemukan ada 2 tipe, yang pertama regresif yaitu terlambat diketahui. Pada waktu bayi,mereka normal tapi setelah 2 tahun baru diketahui bahwa anak ini terkena autis.
PG : Saya pernah membaca satu kasus, ternyata autis itu bisa muncul agak terlambat. Jadi rupanya tidak selalu perkembangannya sama, dari kecil akhirnya makin hari makin terlihat nyata. Perah saya membaca satu kasus dimana anak itu relatif sehat, bertumbuh sama seperti anak-anak lain, sampai usia sekitar 3, 4 tahun tiba-tiba mengalami kemunduran.
Tidak lagi mau bermain, mengurung diri, main sendiri, apakah hal-hal seperti itu juga memang cukup umum?
WS : Ya, ada yang seperti itu juga. Tadi saya sudah katakan ada tipe regresif yaitu baru usia 3, 4 tahun baru ketahuan kalau anak menderita autis, tapi sebelumnya mereka normal.
PG : Jadi ini mungkin akan sangat menakutkan orangtua, sebab awalnya orangtua beranggapan anaknya sehat, tidak ada apa-apa, tahu-tahu sudah umur 3,4 tahun mengalami kemunduran, tidak mau beraul, mereka pasti akan sangat shock.
Bu Winny bisa jelaskan dengan lebih mendetail, tadi Ibu Winny berkata ada kesulitan anak autisme ini dalam bergaul atau bersosialisasi, separah apakah kesulitan mereka itu?
WS : Kesulitan dalam bersosialisasi ini adalah salah satu yang paling problematik bagi anak autis. Spektrum autisme bermacam-macam, tapi yang sulit untuk bersosialisasi atau berinteraksi saah satu "major distinct"nya membuat mereka menjadi autis.
Jadi kesulitan mereka itu bukan hanya masalah berteman, tapi juga sulit komunikasi dengan teman sebayanya atau mungkin dengan orangtuanya. Dengan orangtua kadang-kadang lebih mudah tapi buat mereka susah. Juga kesulitan untuk bertatapan mata dengan mata; biasanya pada waktu mereka diajak ngobrol, mereka biasanya hanya melihat mulutnya atau melihat ke kanan dan ke kiri. Buat mereka sangat sulit untuk memandang waktu diajak ngobrol, dan mereka lebih merasa nyaman kalau mereka itu sendirian, bermain sendiri.
GS : Sejauh mana pengaruhnya terhadap intelektual anak?
WS : Memang sebagian anak autis mempunyai intelektual yang terganggu, dengan IQ-nya juga bermacam-macam. Seperti asperger itu intelektualnya sangat tinggi atau IQ-nya sangat tinggi tapi merka kesulitan untuk berinteraksi.
Ada juga anak autis yang intelektualnya di tengah-tengah atau yang di bawah tapi mereka mempunyai kesamaan yaitu sulit bersosialisasi.
GS : Sebenarnya dari segi kecerdasan tidak terlalu berpengaruh, artinya dia bisa mengikuti di sekolah-sekolah yang normal?
WS : Sebagian bisa, tapi ada juga yang tidak bisa.
GS : Kalau seandainya dia tidak bisa mengikuti di sekolah yang normal, apa yang orangtua harus lakukan?
WS : Orangtua bisa memasukkan ke sekolah yang khusus, yang mungkin juga ada penanganan yang khusus dari sekolah tersebut, dimana gurunya bisa lebih fokus ke anak itu. Karena perhatiannya yag lebih terfokus, anak lebih bisa diarahkan.
Atau orangtua juga bisa mendapatkan terapi-terapi yang bisa membantu anaknya lebih berkembang. Yang bisa membantu anak tersebut untuk sekarang ini adalah terapi okupasi atau terapi bicara, terapi tingkah laku yang juga sedang populer untuk anak autis.
GS : Terapi okupasi itu kira-kira seperti apa?
WS : Kalau kita menangani autis bisa bermacam-macam, kita bisa memulai dengan membantu mereka untuk bersosialisasi; membantu mereka bagaimana pertama-tama kita bersama dengan mereka yang akhrnya pelan-pelan menjadi dua orang.
Kita juga bisa menggunakan terapi sensori integrasi. Mungkin banyak orang telah mendengarnya, karena pada anak autis ditemukan sensor dalam otak mereka tidak seimbang. Jadi kadang-kadang mereka kekurangan suatu sensori sehingga mereka mengeluarkan perilaku yang tidak diinginkan oleh orangtua atau orang-orang disekitarnya.
PG : Maksudnya apa Bu, mereka mengeluarkan perilaku yang tidak diinginkan, seperti apa?
WS : Seperti loncat-loncat, memukul diri mereka sendiri atau kepalanya dibenturkan ke tembok atau mereka mencubit atau memukul orang. Karena mereka memerlukan input-input tertentu; misalnyamereka menabrakkan kepala ke tembok, mereka mungkin memerlukan satu sensor yang membuat mereka bisa tenang.
Jadi dengan mereka menabrakkan kepalanya, mereka merasakan ada satu input yang sangat kuat.
PG : Dengan kata lain, kalau istilah awamnya memang sistem indra mereka itu "kortsluit" atau tidak berfungsi dengan semestinya, sehingga kalau orang lain sedang merasa stres, dia hanya memerukan duduk menenangkan diri atau dia curhat; anak-anak yang autistik tidak bisa melakukan hal seperti itu, malah harus membenturkan kepalanya ke tembok, sebab dengan dia membenturkan kepalanya ke tembok buat dia itu adalah salah satu cara untuk menenangkan diri.
Apakah seperti itu Ibu Winny?
WS : Jadi ada kompensasinya, mereka tidak tahu cara yang amannya bagaimana akhirnya mereka melakukan sesuatu yang buat kita itu tidak aman, tapi sebetulnya mereka sedang kompensasi bagaimanacaranya.
Maka itu bagaimana kita sebagai terapis okupasi membantu mereka untuk menyalurkan sensori-sensori itu secara aman.
PG : Kalau tidak, memang bisa juga membahayakan jiwa mereka. Saya mendengar anak-anak yang autistik sering kali melakukan perilaku-perilaku yang berulang atau yang kaku, bisa berikan contoh seperti apakah itu?
WS : Misalnya seperti mau membariskan sesuatu, misalnya mereka melihat sepatu berserakan di mana-mana, mereka akan bariskan sepatu itu dengan rapi. Misalnya mereka menyukai makanan tertentu kalau diberikan makanan yang lain mereka tidak mau.
Atau makanan yang sama dengan paket yang lain pun mereka juga tidak mau, pokoknya mereka hanya mau makanan-makanan seperti itu dan dengan paket seperti itu. Kekakuan itu disebabkan ada masalah di dalam otaknya yaitu ketidakadanya sinkronisasi, jadi di dalam otak mereka kerja masing-masing.
GS : Kalau orangtua memiliki anak yang mengalami autis, apa yang Ibu bisa sarankan kepada orangtua tentang hal-hal apa yang bisa dilakukan?
WS : Kepada orangtua, saya akan sarankan sayangilah mereka dengan memberikan perhatian kepada anaknya. Memang kadang-kadang sulit untuk orangtua menyayangi anak yang seperti itu. "kok anaksaya berbeda dengan anak yang lain."
Tapi sebetulnya anak autis itu mempunyai perasaan juga, jadi perasaan mereka sangat kuat. Jadi mereka akan tahu kalau orangtuanya ingin menyayangi. Saya kadang melihat, dengan perhatian yang orangtua berikan kepada anak itu biasanya baiknya juga akan lebih cepat. Dengan dibantu juga di rumah, mungkin bisa dengan dikasih PR untuk apa yang mereka harus lakukan sesuai dengan kebutuhan anak itu.
GS : Dan itu biasanya di bawah bimbingan terapisnya?
WS : Ya, dibawah pengawasan terapisnya juga.
GS : Sekarang kalau dengan saudara-saudaranya, bagaimana orangtua harus bersikap supaya saudara-saudaranya juga tidak canggung menghadapi kakaknya atau adiknya yang autis?
WS : Sebagai orangtua memang sulit kalau mempunyai anak yang autis, karena itu akan menjadi salah satu dinamika dalam keluarga. Ada baiknya kalau misalnya kakak atau adiknya yang bisa mengeti tentang kondisi saudaranya, orangtuanya bisa memberitahukan, bisa juga diajak main sambil kita menjelaskannya bahwa kita harus bermain bersama-sama; itu satu peran dalam terapi okupasi yaitu kita mengajak kakak atau adiknya untuk bermain bersama.
Kita temukan kalau kakaknya sendiri bisa membantu dalam bermain itu adalah 'the best teacher' (guru yang paling baik) bagi saudaranya ini. Sementara orangtua bermain dengan anak-anaknya, kakaknya juga bisa mengerti bagaimana kondisi adiknya.
PG : Jadi sebagai orangtua kita harus justru mendorong anak-anak yang lain untuk bermain dengan anak yang autis. Meskipun mungkin sekali ada kecenderungan kakak-adiknya mau menghindar dari ia.
WS : Mungkin merasa aneh mempunyai adik seperti itu, "Saya tidak mau main dengan dia." Tapi orangtua harus menjelaskan, bahwa kita dilahirkan unik.
PG : Dari pihak orangtua, apakah wajar kalau orangtua bereaksi dengan misalnya merasa malu karena anaknya menderita autisme, akhirnya menyembunyikan anaknya. Apakah Ibu melihat itu sebagai tindakan yang wajar atau apakah yang Ibu akan katakan kepada orangtua yang merasa malu seperti itu?
WS : Memang orangtua banyak yang malu kalau anaknya seperti itu, tapi saya akan tekankan bahwa setiap anak itu unik, dan Tuhan mempunyai rencana tersendiri bagi setiap anak yang dilahirkan. Mungkin kita tidak menyadari kalau anak itu dipakai Tuhan untuk pekerjaan tertentu.
Saya juga mempunyai teman yang dulunya autis, dan sekarang dia menjadi seorang hamba Tuhan. Jadi saya melihat Tuhan bisa memakai setiap anak-anakNya yang mungkin orangtua tidak pernah tahu. Jadi saya akan sarankan kepada orangtua untuk tidak menyembunyikan anaknya, biarkan anak itu berkembang sebagaimana anak itu bisa berkembang.
PG : Jadi Ibu cukup optimistik bahwa anak-anak autistik kalau ditangani dengan tepat pada usia yang dini, maka kesempatannya berubah atau sembuh itu cukup besar Bu?
WS : Mungkin sembuh total tidak, tapi akan lebih baik buat mereka. Jadi dari kecil mereka bisa diarahkan ke tempat dimana mereka bisa lebih berkembang, akan lebih baik. Kita sebagai mediatr untuk membantu mereka.
PG : Kalau Ibu bisa berikan satu atau dua langkah pendekatan, yang Ibu akan lakukan kepada anak autistik konkretnya apa Bu yang Ibu akan fokuskan?
WS : Yang saya akan fokuskan yaitu komunikasi.
PG : Itu artinya Ibu mengajarkan untuk berbicara atau apa?
WS : Komunikasi bisa bermacam-macam, karena anak autis sulit sekali untuk verbalnya, tapi saya akan memakai suatu strategi bagaimana anak itu bisa berkomunikasi dengan orangtua. Bisa memaka visual strategi, dengan gambar atau dengan tanda supaya orangtua juga tahu sebenarnya apa yang dikehendaki oleh anak ini.
Jadi relasi itu ditumbuhkan melalui komunikasi.
PG : Dengan kata lain Ibu mau meluaskan cara-cara komunikasi si anak, karena memang Ibu mengakui adanya masalah dalam komunikasi verbal.
GS : Di dalam penanganannya biasanya kepada anak itu diberikan obat-obatan tertentu atau tidak?
WS : Anak autis kadang-kadang diberikan obat, tetapi jarang sekali. Dokter kadang memberikan obat mungkin pada ADHD supaya tidak terlalu aktif. Tapi sekarang ini yang mungkin dikatakan palng berguna bagi anak autis adalah approach (pendekatan), disamping segala macam terapi juga bisa membantu anak itu.
GS : Kalau pengobatannya dilakukan secara intensif, biasanya membutuhkan waktu berapa lama?
WS : Itu tergantung masing-masing anak. Saya juga tidak bisa katakan berapa lama terapi harus dilakukan supaya lebih baik, karena ada beberapa anak yang mungkin cepat tapi ada sebagian anakyang sudah lama melakukan terapi tapi masih kelihatan lambat.
GS : Yang paling lama yang Ibu pernah ketahui sampai berapa lama?
WS : Yang pernah saya tangani umur 12 tahun.
GS : Dan dia mulai membaik setelah umur berapa?
WS : Karena dia mulainya juga terlambat, jadi kira-kira 4 atau 5 tahun kemudian.
GS : Apakah ada olahraga-olahraga tertentu yang harus dihindari oleh anak autis ini?
WS : Sebaliknya saya akan menganjurkan untuk anak-anak ini lebih diijinkan main di luar daripada mereka diam di rumah. Karena mereka mempunyai sensori yang kurang seimbang, jadi ada baiknyamereka ikut hiking (gerak jalan), berenang, naik kuda.
Hal ini baik untuk anak-anak yang menderita autis.
GS : Yang menguras tenaganya ya Bu?
WS : Ya, kalau bisa libatkan mereka pada aktifitas-aktifitas yang ada orang lainnya juga, itu akan bisa membantu mereka belajar berinteraksi dengan orang lain.
GS : Dan selama itu orangtua perlu melakukan pendampingan khusus atau tidak?
WS : Tergantung situasi anaknya, mungkin pertama-tama perlu didampingi tapi lama-kelamaan kalau anak sudah terbiasa kita bisa lepaskan pelan-pelan.
GS : Apakah ada anak autis yang suka merusak?
GS : Apa biasanya yang dirusak, barang-barang di rumah begitu?
WS : Ya, mereka bisa melempar barang atau memecahkan sesuatu. Maka dibutuhkan suatu terapi tingkah laku, dimana kita perlu membuat struktur untuk anak itu supaya dia bisa belajar dengan perlaku-perilaku yang baik untuk mereka.
PG : Kalau makanan bagaimana Bu, perlu tidak ada diet tertentu?
WS : Memang sekarang banyak sekali dibicarakan tentang diet, khususnya diet gluten. Tapi sekarang belum ada bukti yang pasti kalau dengan diet itu anak akan sembuh. Memang kita harus perhaikan sekali dengan alergi mereka; kalau memang mereka alergi dengan susu khususnya dengan pencernaan mereka kita harus perhatikan.
Kita juga harus berhati-hati mengikutkan mereka dalam program diet seperti itu karena banyak sekali anak yang sudah diikutkan diet seperti itu, ditemukan kurang gizi. Kalau di Amerika mereka tidak terlalu menganjurkan, diet itu terlalu lama, boleh dicoba tapi mungkin selama dua minggu kalau ada efeknya jangan diteruskan. Karena anak juga memerlukan nutrisi-nutrisi tertentu dari susu atau makanan-makanan lainnya.
GS : Apakah memang Ibu lihat akhir-akhir ini banyak anak yang menderita autis dibandingkan dahulu atau sama saja; hanya kita yang baru tahu sekarang atau bagaimana?
WS : Mungkin dulu kita tidak tahu kalau anak itu menderita autis, karena diagnosanya salah atau orangtua pikir anaknya terlambat, jadi tidak terlalu diperhatikan. Tapi sekarang orang lebih emperhatikan gejala-gejalanya dan orang lebih banyak belajar, orang lebih tahu banyak jadi diagnosanya pun banyak yang autis.
GS : Ada orangtua yang menggabungkan diri dengan sesama orangtua yang mempunyai anak menderita autis, nah ini seberapa jauh efektifitasnya?
WS : Itu sangat efektif, saya akan menganjurkan kalau bisa ada "parent support group", dimana orangtua bisa saling membangun satu dengan yang lain. Kadang mereka mempunyai satu kesamaan memunyai anak seperti itu sehingga mereka merasa ada temannya.
GS : Dan mereka bisa berbagi pengalaman menghadapi anak-anak mereka.
GS : Pak Paul, mengenai anak autis apakah Pak Paul ingin menyampaikan sesuatu?
PG : Saya ingin menyampaikan sesuatu kepada orangtua. Saya mencoba memahami perasaan orangtua kalau anak didiagnosis dengan autisme. Mungkin orangtua selain yang tadi Ibu Winny sudah singgng merasa malu, akan juga merasa bersalah.
Mungkin bertanya-tanya, "apakah dosa kami, apakah yang kami lakukan, Tuhan kok memberikan ini kepada kami." Ini yang ingin saya bagikan, firman Tuhan di Mazmur 100 berkata, "Beribadahlah kepada Tuhan dengan sukacita, datanglah kepada-Nya dengan sorak-sorai! Ketahuilah, bahwa Tuhanlah Allah; Dialah yang menjadikan kita dan punya Dialah kita, umat-Nya dan kawanan domba gembalaan-Nya." Saya ingin menggarisbawahi firman Tuhan yang berkata DIALAH YANG MENJADIKAN KITA, DAN PUNYA DIALAH KITA. Anak autis adalah ciptaan Tuhan, dan anak autis adalah kepunyaan Tuhan, kita hanyalah orangtua yang dititipkan oleh Tuhan untuk membesarkannya. Jadi pandanglah anak itu sebagai kepunyaan Tuhan, Tuhan yang menciptakan, Tuhan yang memiliki; kita diminta Tuhan membesarkannya sebaik mungkin. Dengan sikap seperti inilah kita bisa terus bersyukur kepada Tuhan dan tidak menyesali atau bahkan menyalahkan diri, kita masih bisa memuji Tuhan yang telah mempercayakan kita dengan ciptaan-Nya yang mulia ini.
GS : Terima kasih Pak Paul untuk perbincangan ini. Ibu Winny kami mengucapkan banyak terima kasih Ibu mau bersama kami. Para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Ibu Winny Soenaryo, M.A. dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Memahami Autisme". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat
telaga@indo.net.id kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di
www.telaga.org Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.