Anak yang agresif adalah anak yang suka menyerang orang lain. Keagresifan anak ini sebenarnya bisa dikontrol oleh orangtua khususnya, sehingga sifat ini tidak dibawa oleh anak hingga dewasa.
Saudara-saudara pendengar yang kami kasihi dimanapun Anda berada, Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen, akan berbincang-bincang dengan Bp. Heman Elia, M. Psi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Mengapa Anak Menjadi Agresif", kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian, dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
HE : Anak yang agresif yang diartikan di sini adalah anak yang suka menyerang orang lain. Menyerang ini bisa secara fisik misalnya memukul atau mencubit, menggigit tetapi juga bisa secara vrbal maksudnya misalnya dia suka memaki atau memarahi orang lain dengan kasar.
HE : Mungkin usia 1 tahunan dia sudah bisa nampak agresifnya.
HE : Ya dan terutama kalau misalnya dia suka membanting itu untuk menyerang orang. Nah itu bentuk-bentuk agresifitas.
HE : Ya kalau misalnya dia kehilangan kontrol bisa saja dia melakukan itu sebagai suatu agresifitas. Kita kadang-kadang perlu melihat latar belakangnya atau tujuannya. Apa maksudnya dia membnting pintu.
Apakah tujuannya untuk melukai hati orang atau tidak senang dan sebetulnya itu merupakan suatu bentuk penyerangan terhadap orang lain, nah hal-hal yang seperti itu sudah termasuk agresif.HE : Kalau berguling-guling di lantai ini belum tindakan agresif. Maksudnya agresif yang ditujukan kepada orang lain. Tetapi memang sering kali tindakan agresif si anak itu agak susah dibedaan mana yang sungguh-sungguh dia itu melampiaskan kejengkelan, mana yang sebetulnya dia sedang menarik perhatian.
Apapun itu kalau pada saat itu dia bermaksud menyerang orang lain entah itu dengan berusaha menarik perhatian atau sebab lainnya maka kita bisa sebut dia bertindak agresif.HE : Ya, itu adalah tindakan yang agresif.
HE : Tidak. Kadang-kadang bukan karena harus mencontoh, tetapi memang sering kali juga anak-anak mencontoh dan anak tidak harus mencontoh dari orang tuanya. Dia bisa mencontoh dari temannya,dia bisa melihat orang bertengkar dan sebagainya.
Dan mungkin sekalipun orang tuanya tidak merasakan telah memberi contoh, tetapi kadang-kadang orang tua juga memperlihatkan tidak bisa menguasai kemarahan. Kemudian yang penting lagi sering kali anak-anak juga belajar mencontoh dari tontonan. Misalnya televisi, film, dan sebagainya.HE : Ya, betul. Jadi kadang-kadang anak yang masih muda memang tidak selalu bisa menyalurkan kemarahannya dengan baik, kalau dia tidak pernah dilatih dan diajarkan untuk itu. Nah, kalau misanya waktu dia marah membanting barang, memukul, dan sebagainya itu dibiarkan atau tidak dianggap terlalu serius, dimarahipun tidak diikuti dengan tindakan yang serius maka anak akan menjadikan ini kebiasaan dia.
Apalagi kalau kebiasaan ini bisa membuat orang-orang di sekitarnya lebih takut atau lebih tunduk kepada dia. Dengan demikian kebiasaannya terbentuk dan menjadi sulit hilang. Di dalam hal ini Pak Gunawan dengan tepat menyebutkan bahwa anak ini menjadi agresif karena orang tuanya kurang memperhatikan atau mengontrol ketika dia agresif.HE : Salah satunya misalnya orang tua yang sering bertengkar atau orang tua yang tidak bisa menguasai kemarahannya. Nah, kadang-kadang di dalam keluarga yang orang tuanya itu tidak harmonis nak-anak merasa frustrasi.
Dan ketika frustrasi dia pernah melihat misalnya orang tuanya memukul meja atau membanting barang. Nah, ini akan membuat anak itu kalau di dalam keadaan frustrasi dia akan melakukan seperti itu secara otomatis. Dan kemudian juga misalnya orang tua yang mendorong anaknya untuk membalas tingkah laku atau perlakuan dari teman-temannya. Kemudian ada anak laki-laki yang dipuji kalau dia berkelahi dibilang jago dan sebagainya oleh orang tuanya sendiri. Nah, ini akan menyebabkan anak semakin agresif.HE : Ya itu pujian yang justru akan memperkuat keagresifitas dia.
HE : Kalau dibanding-bandingkan persentasenya, kemungkinan memang bisa ada pengaruh seperti ini. Tapi masalah agresif itu bukan saja masalah fisik, tetapi juga agresif verbal. Nah, di sini sya melihat bahwa laki-laki umumnya lebih agresif secara fisik.
Kalau wanita secara verbal. Kita tahu juga waktu Kain membunuh Habel. Nah Kain itu laki-laki, jadi di dalam Alkitab Perjanjian Lama itu banyak sekali laki-laki yang melakukan kekerasan.HE : Ya, betul. Jadi memaki-maki, marah-marah, mengomel-ngomel seperti itu.
HE : Oh ya terutama faktor belajar. Jadi faktor belajar ini saya anggap lebih penting daripada faktor bawaan. Meskipun faktor bawaan itu ada tentu ya sehingga dia lebih cepat belajar agresif Ada anak yang juga lebih lambat dalam belajar agresifitas.
Faktor belajar ini seperti yang tadi antara lain juga dilakukan oleh orang tua misalnya anak-anak yang suka berkelahi kemudian menjadi ditakuti oleh teman-temannya atau dipuji oleh kelompoknya. Ini akan membuat dia semakin agresif semakin suka memeras, menindas orang lain dan seterusnya.HE : Ya, tepat sekali jadi ada banyak sekali mainan yang sekarang ini membuat anak itu agresif. Salah satunya misalnya permainan Play Station dan sebagainya, di mana anak ini menokohkan menjdi tokoh yang agresif yang memukul orang lain begitu.
Nah, ini membuat anak lama-lama kehilangan kepekaan perasaan yang lebih halus.HE : Betul, sehingga anak meniru.
HE : Ya, itu menjadi keinginan setiap orang. Makanya kita orang tua di sini harus mewaspadai hal ini.
HE : Nah, di sini orang tua juga harus belajar mengontrol diri mungkin bagian dari pengorbanan orang tua juga supaya apa yang menjadi hobi dia itu tidak sampai merusak anaknya.
HE : Ya, betul bisa dikontrol.
HE : Yang pertama seperti tadi disebutkan bahwa keharmonisan antara orang tua ini penting, maka kita harus sungguh-sungguh memperhatikan keharmonisan hubungan suami-istri. Jadi kita berusahasupaya bisa mengasihi pasangan kita secara lebih baik sehingga keluarga kita lebih harmonis.
Anak yang melihat orang tuanya harmonis dia akan meredakan rasa frustrasinya, kemarahannya sehingga itu berkurang. Dan kalau kemarahan itu berkurang maka dia akan lebih bisa mengontrol tindakan-tindakan agresifnya. Yang kedua tadi kita sudah bicara tentang tontonan. Nah, kita harus mengurangi sebanyak mungkin tontonan yang agresif. Memang anak yang sudah terbiasa menonton itu susah untuk dikontrol tetapi kalau kita mempunyai relasi yang sangat baik dengan anak maka relasi ini menggantikan tontonan-tontonan. Sehingga anak tidak merasa perlu lagi untuk menonton yang dia senangi. Dan kemudian yang ketiga kita juga perlu mempunyai peraturan keluarga tentang bagaimana cara kita untuk menyatakan kemarahan. Dan kalau kita menjalankan peraturan itu secara konsisten, bagaimana marah yang boleh dan marah yang tidak diijinkan dan sebagainya. Ini akan membantu anak mengontrol sifat agresifitasnya.HE : Ya, pengaruhnya cukup besar.
HE : Tidak sekadar hanya itu saja, tetapi anak itu bisa merasa bingung merasa konflik, merasa ditarik ke sana-sini, dan dia tidak tahu apa yang harus dia perbuat. Nah, anak-anak yang begini alaupun dia tidak melakukan agresi di rumah atau mungkin kurang berani dia bisa melakukan tindakan-tindakan agresi di luar.
Jadi karena dia merasa pahit di dalam menyimpan rasa tidak puas kadang-kadang apa yang dia katakan itu menyerang orang lain. Nah, ini akibat dari orang tua yang tidak harmonis.HE : Ini kita katakan sebagai kompensasi, jadi ada orang yang ingin menaikkan tingkat penghargaan dirinya, kepercayaan dirinya dengan cara-cara yang kurang sehat seperti itu. Nah, untuk itu rang tua juga perlu tahu bagaimana mengobati perasaan rendah diri dari anak ini.
HE : Peraturan itu seperti begini sekarang kita bicara dahulu dengan anak tentang rasa marah. Nah, kita perlu mengijinkan perasaan marah ini karena di dalam Alkitabpun kita tahu bahwa kemaraan itu bukan selalu harus berarti dosa.
Masalahnya adalah apakah kemarahan itu dikontrol atau tidak. Kemarahan itu agresif, destruktif, merusak atau tidak. Jadi ada dua macam kemarahan. Nah, kemarahan itu kita perlu terima sebagai perasaan sama seperti perasaan negatif yang lain. Seperti misalnya kesedihan, rasa malu, rasa bersalah, dan rasa takut. Kenapa ini disebutkan karena kita pada umumnya lebih susah menerima perasaan marah dari anak. Tetapi yang perlu kita cegah adalah kalau dia mulai menyerang orang lain. Jadi kita memberikan satu prinsip dulu peraturan kamu boleh marah tetapi kalau marah kamu tidak boleh membanting barang, tidak boleh memukul orang, tidak boleh memaki-maki. Ini peraturannya.HE : Kalau anak itu sudah bisa ngomong kita bisa segera mengajarkan seperti ini saya marah atau saya kesal saya tidak suka kalau papa dan mama, papa atau mama menyuruh saya begini, begini teus.
Nah, itu anak boleh menyampaikan melalui yang namanya NIMESES (18:14). Jadi mulai dengan perkataan saya, mulai dengan perasaan saya, itu berarti bukan menyerang orang lain tetapi mengakui bahwa saya mempunyai perasaan yang seperti itu. Nah, anak juga boleh misalnya dia tidak terlalu pandai berkata-kata dia boleh misalnya melakukan protes lewat corat-coret yang kita sudah sediakan alatnya misalnya atau misalnya dia menggambar, dia marah sama kakaknya dia menggambar, ini muka kakakku yang jelek sekali dan sebagainya. Nah itu masih diijinkan tentu ada kata-kata tertentu yang nantinya kita boleh melatih dia dan mengatakan kata-kata ini tidak boleh dilakukan, dikeluarkan karena melukai hati orang. Tetapi itu langkah berikutnya yaitu ketika anak sudah mulai bisa menyatakan kemarahannya secara verbal. Dan kemudian juga dia boleh menulis dengan kata-kata protes misalnya atau anak-anak yang sudah lebih besar kita bisa sediakan diary. Di dalam diary itu dia bisa menumpahkan segala isi hatinya. Prinsipnya adalah membantu anak mengekspresikan kemarahan lewat media lain yaitu tulisan, coretan, dan kemudian kata-kata yang tidak menyakiti hati orang lain.HE : Ya, tidak semua bisa selesai dan saya setuju itu menyalurkan energi dia tetapi paling tidak dia mempunyai satu cara kalau ini tidak boleh, itu tidak boleh apa yang boleh. Dan itu yang kta hargai karena membantu dia mengontrol perasaan kemarahan dia.
HE : Saya setuju dengan Pak Gunawan. Karena ada penelitian juga tentang hal ini di mana kalau anak ini melakukan yang namanya katarsis pelepasan emosi kemarahan dengan mengarahkannya kepada enda-benda lain maka bukannya kemarahan itu mereda kadang-kadang justru meningkat tingkat kemarahannya.
Jadi justru di sini anak juga harus diajarkan bahwa ada hal-hal yang bisa membuat kita marah tetapi kita tidak perlu marah. Kita bisa mengontrol kemarahan itu.HE : Kita perlu memberikan sanksi dan di sini kita perlu peka terhadap kematangan anak juga. Nah sanksinya apa. Setelah misalnya kita memberikan kesempatan supaya dia bisa mengontrol diri mialkan kita berikan kesempatan sampai tiga atau empat kali, kita ajarkan kepada dia berkali-kali tetapi kita melihat bahwa dia sengaja melanggar itu nah di situ kita terapkan sanksi.
Sebelumnya tentu kita memberi tahu sanksinya seperti apa dan sanksi sebaiknya bukan dengan memukul anak karena akan membuat anak semakin agresif. Tetapi kita bisa lakukan misalnya begini kalau anak itu membanting barang sampai pecah, sampai rusak, dan sebagainya kita minta kepada anak atau kita kurangi uang jajannya atau uang tabungannya untuk menggantikan barang yang dia pecahkan atau dia rusak. Misalnya contoh lain lagi kalau dia marah-marah waktu dia bermain dengan temannya atau saudaranya ya kita hentikan dengan segera permainannya. Lalu salah satu cara lagi adalah meminta anak itu untuk tidak bermain sementara waktu atau berdiri di suatu tempat selama 5 sampai 10 menit. Nah, itu cara untuk mengisolasi anak supaya anak tidak berinteraksi untuk sementara dengan temannya.HE : Pada saat kita memberikan sanksi sedapat mungkin kita tidak terlalu banyak berkomentar memberikan nasihat, tetapi setelah sanksi itu berlalu dan kemudian kita melihat anak itu sudah muli reda kemarahannya.
Nah, di sini kita boleh katakan bahwa papa atau mama sayang kamu dan papa atau mama tidak mau kejadian seperti ini terjadi lagi supaya kamu tidak kena sanksi yang sama. Nah, itu adalah salah satu cara untuk membuat anak tidak tambah marah.HE : Nah, itu dia akan kena sanksi lagi. Dan ada kemungkinan juga dia semakin menampakkan kemarahannya itu karena kita kurang tegas. Sanksinya terlalu ringan, sehingga dia bisa menanggung saksi itu tanpa ada rasa takut.
Sedikit banyak kita perlu rasa takut terhadap anak itu supaya dia bisa mengontrol dirinya. Tetapi juga yang sangat penting adalah saya kira kita perlu membina hubungan yang dekat dengan anak kalau misalnya secara umum secara keseluruhan kita itu sangat dekat dengan anak, bisa mengobrol apa saja dengan anak saya kira anak tidak akan marah-marah kalau kena sanksi karena dia tahu bahwa sanksi itu hanya bagian kecil dan dia tahu persis bahwa orang tua ingin melatih dia melalui sanksi itu. Bukan bermaksud untuk menghukum atau sengaja melukai hati anak.HE : Ada yang tentang kemarahan yang baik sekali yang akan saya kutip dari kitab
HE : Dengan melalui latihan-latihan melalui peraturan yang kita berikan dan kemudian juga lewat cerita-cerita Alkitab, ada kemarahan misalnya dari kemarahan Tuhan Yesus yang kudus yang bersiat mendidik, melatih murid-muridnya maupun menegur orang Farisi dan sebagainya.
Tetapi ada kemarahan-kemarahan yang tidak kudus yang misalnya dari Kain membunuh Habel seperti tadi. Dan kita bercerita supaya anak bisa membedakan kedua hal ini.GS : Ya terima kasih sekali Pak Heman untuk perbincangan kali ini. Dan para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terima kasih bahwa anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bapak Heman Elia, M. Psi. dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Mengapa Anak Menjadi Agresif". Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silahkan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen atau LBKK Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan dan akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda. Sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.
Anak yang agresif adalah anak yang suka menyerang orang lain. Bisa dilakukan secara fisik yaitu memukul, mencubit, menggigit, tetapi bisa juga secara verbal misalnya dengan memaki atau memarahi orang lain dengan kasar.
Hal-hal yang bisa memicu keagresifan anak:
- Mencontoh atau melihat teman bertengkar
- Anak-anak belajar atau mencontoh dari tontonan, misalnya televisi, film dsb.
- Orang tua sering bertengkar atau orang tua tidak bisa menguasai kemarahannya.
- Orang tua yang mendorong anaknya untuk membalas tingkah laku atau perlakuan teman-temannya
- Pujian orang tua terhadap anak laki-laki yang kalau berkelahi dikatakan jago dan sebagainya.
Bagaimana orang tua bisa mengontrol keagresifan anak?
- Orang tua sungguh-sungguh memperhatikan keharmonisan hubungan suami-istri. Anak yang melihat orang tuanya harmonis dia akan meredakan rasa frustrasi dan kemarahannya.
- Mengurangi sebanyak mungkin tontonan yang agresif.
- Mempunyai peraturan keluarga tentang bagaimana cara kita untuk menyatakan kemarahan.
Efesus 4:26-27, "Apabila kamu menjadi marah, janganlah kamu berbuat dosa; janganlah matahari terbenam, sebelum pada amarahmu. Dan janganlah beri kesempatan kepada iblis." Jadi ditekankan boleh marah tetapi jangan sampai berbuat dosa.