Skip to main content

Gereja pada Era Digital: Menyikapi Christian Counseling GPT sebagai Alat Pelayanan Baru

Isi

Bagaimana gereja dapat memanfaatkan Christian Counseling GPT sebagai bagian dari pelayanannya?

Krisis kesehatan mental sedang melanda Indonesia. Data menunjukkan satu dari sepuluh orang mengalami gangguan mental, dan sepertiga remaja menghadapi masalah psikologis. Namun sebagian besar dari mereka enggan mencari pertolongan. Stigma masih kuat: masalah mental dianggap sebagai aib keluarga, dan konseling sering dipandang hanya untuk orang "lemah iman" atau "sakit jiwa". Dalam situasi ini, banyak orang terjebak dalam kesunyian batin, tidak tahu harus curhat kepada siapa. Gereja tidak bisa menutup mata terhadap realitas ini. Sebagai tubuh Kristus yang dipanggil untuk melayani, gereja justru harus hadir di tengah krisis, memberi telinga yang mendengar dan hati yang mengasihi.

Di sisi lain, dunia teknologi bergerak cepat. Dalam beberapa tahun terakhir, muncul tren global penggunaan kecerdasan buatan (AI) untuk mendukung kesehatan mental. Aplikasi seperti Woebot, Replika, dan ChatGPT kerap dipakai orang untuk curhat. Namun, semua itu berbasis pendekatan sekuler, netral dari perspektif iman. Dalam konteks inilah Yayasan SABDA meluncurkan Christian Counseling GPT -- sebuah asisten konseling berbasis Alkitab yang hadir 24/7, gratis, anonim, dan berfokus pada pertumbuhan rohani. Christian Counseling GPT tidak dimaksudkan untuk menggantikan konselor atau gembala jemaat, tetapi menjadi pintu masuk awal yang membantu orang berani terbuka sebelum mencari pertolongan manusia.

Christian Counseling GPT tidak dimaksudkan untuk menggantikan konselor atau gembala jemaat, tetapi menjadi pintu masuk awal yang membantu orang berani terbuka sebelum mencari pertolongan manusia.

Gereja perlu melihat Christian Counseling GPT bukan sebagai ancaman, tetapi sebagai peluang pelayanan. Pertama, Christian Counseling GPT memberi ruang aman bagi jemaat yang selama ini terhalang stigma. Banyak orang merasa lebih mudah berbicara kepada mesin yang tidak menghakimi daripada kepada manusia. Melalui Christian Counseling GPT, mereka bisa melatih keberanian untuk jujur pada diri sendiri dan pada Tuhan. Kedua, Christian Counseling GPT membantu menanamkan firman dalam percakapan sehari-hari. AI ini selalu sopan, menanyakan izin sebelum membagikan ayat, dan menawarkan doa di akhir percakapan. Dengan begitu, pengguna tidak hanya didengar, tetapi juga diarahkan kembali kepada kebenaran Alkitab.

Namun, di sinilah peran gereja menjadi sangat penting. Christian Counseling GPT hanyalah alat. Mesin tidak bisa menggantikan kehadiran nyata seorang gembala, tatapan penuh empati seorang sahabat, atau doa bersama dalam komunitas. Tugas gereja adalah mendampingi dan membimbing penggunaan AI ini. Pertama, gereja harus mendidik jemaat agar memahami batas Christian Counseling GPT: ia bisa menjadi sahabat digital, tetapi tidak boleh menjadi pengganti relasi dengan sesama. Kedua, gereja bisa memanfaatkan Christian Counseling GPT sebagai pintu masuk pelayanan. Misalnya, jemaat yang sudah berani curhat lewat AI dapat diarahkan untuk bertemu konselor atau pendeta. Dengan cara ini, AI justru menjadi jembatan menuju pelayanan nyata, bukan penghalang.

Tentu ada tantangan. Gereja perlu mewaspadai risiko ketergantungan pada AI, potensi salah tafsir, dan isu privasi data. Tidak kalah penting, gereja harus menjawab pertanyaan teologis: sejauh mana teknologi bisa dipakai Tuhan dalam pelayanan rohani? Namun sejarah menunjukkan bahwa setiap kali teknologi baru muncul, gereja dipanggil untuk menebusnya. Mesin cetak pernah dipakai untuk menyebarkan Alkitab, radio dan televisi dipakai untuk penginjilan, dan kini AI dapat dipakai untuk pelayanan konseling. Prinsip Paulus relevan: "Semua hal diperbolehkan bagiku, tetapi tidak semuanya berguna." (1 Korintus 6:12, AYT). Artinya, teknologi netral; yang menentukan adalah bagaimana gereja menggunakannya.

Gambar:gambar

Bayangkan seorang remaja di gereja yang merasa putus asa, tidak berani terbuka pada keluarganya. Malam itu dia menulis keresahan ke Christian Counseling GPT. AI menjawab dengan sopan, menanyakan izin untuk membagikan firman, lalu menuliskan Mazmur yang mengingatkan bahwa Tuhan dekat dengan hati yang remuk. Remaja itu menangis, merasa didengar untuk pertama kalinya. Keesokan harinya, dia memberanikan diri mendekati pemimpin pemuda. Tanpa Christian Counseling GPT, mungkin dia tetap diam. Namun, melalui percakapan digital itu, dia menemukan keberanian untuk mencari pertolongan. Kisah seperti ini menunjukkan betapa Christian Counseling GPT dapat menjadi "pendengar awal" yang menolong orang melangkah menuju komunitas iman.

Gereja seharusnya "tidak alergi" terhadap teknologi ini. Sebaliknya, gereja bisa menjadikannya bagian dari strategi pelayanan digital. Pendeta dan pemimpin rohani perlu memahami bagaimana Christian Counseling GPT bekerja sehingga mereka dapat mengarahkan jemaat yang menggunakannya. Gereja juga bisa memakai Christian Counseling GPT untuk memperluas jangkauan, terutama bagi mereka yang sulit dijangkau tatap muka: jemaat di daerah terpencil, pekerja migran, atau generasi muda yang lebih nyaman berbicara lewat layar. Christian Counseling GPT bisa menjadi telinga pertama, tetapi gerejalah yang melanjutkan dengan tangan, mata, dan hati nyata.

Pada akhirnya, Christian Counseling GPT mengingatkan kita bahwa teknologi hanyalah sarana. Kuasa sejati untuk memulihkan jiwa datang dari Roh Kudus, bukan dari algoritma. Namun, sama seperti Tuhan pernah memakai tongkat Musa atau lima roti dan dua ikan anak kecil, Dia juga bisa memakai Christian Counseling GPT untuk karya-Nya. Pertanyaannya bagi gereja bukan lagi, "Bolehkah kita memakai AI?" melainkan, "Apakah kita siap menebus teknologi ini dan memakainya sebagai alat pelayanan Kristus di era digital?" Jika gereja menjawab ya, maka Christian Counseling GPT bisa menjadi salah satu cara Tuhan membuka ruang aman, menurunkan stigma, dan membawa banyak orang kembali kepada firman dan komunitas-Nya.

Sumber

Disadur dari transkrip video seminar #AITalks: AI dan Konseling GPT.

SABDA Alkitab. (2025, Agustus 1). #AITalks: AI dan Konseling GPT [Video]. YouTube.

https://www.youtube.com/watch?v=tWLRFslswKU

Dibuat menggunakan AI Generatif ChatGPT-5.