Saudara-saudara pendengar yang kami kasihi dimanapun Anda berada, Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso beserta Ibu Idajanti Rahardjo dari Lembaga Bina Keluarga Kristen, telah siap menemani Anda dalam sebuah perbincangan yang kali ini dihadiri oleh Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dan juga Ibu Dr. Vivian Andriani Soesilo, mereka adalah para pakar di bidang konseling dan dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara, Malang. Kali ini kami akan berbincang-bincang tentang pola pendidikan terhadap anak khususnya di dalam keluarga Kristen. Kami percaya acara ini pasti akan bermanfaat bagi kita sekalian. Dari studio kami ucapkan selamat mengikuti.
VS : Saya mempunyai pandangan mendidik anak seharusnya bukan hanya dengan banyak bicara tetapi kalau dalam mendidik anak sebagai orang tua kita banyak meneladani/memberi teladan kepada anak. Jai seandainya kita mengajarkan Firman Tuhan dengan orang tua melakukan sendiri dan memberikan contoh kepada anak dan nanti kalau anak sudah melihat contoh orang tua, lebih mudah orang tua itu mengajarkan kepada anak.
Lalu firman Tuhan diajarkan jadi anak tidak pernah bosan karena melihat contohnya dan teladannya ini berguna.PG : Jadi maksud Bu Vivian teladan orang tua itu adalah prasyarat sebelum pengajaran bisa disampaikan dengan efektif. Kira-kira maksudnya apa ayat yang telah kita baca tadi Bu Vivian?
VS : Kalau menurut kami yang saya baca di
VS : Bersaksi dalam kehidupan ya, setelah itu baru kita bisa ngomong. Kalau tanpa ada kesaksian kehidupan bagaimana apa yang kita katakan anak tidak akan mau mendengarkan.
VS : Mungkin contohnya bisa katakan firman Tuhan mengajarkan kita sebagai anak Tuhan kita harus hidup suci, jadi kita menurut perintah Tuhan, kita berusaha hidup suci kita berusaha, kalau orangya sudah menikah tidak selingkuh, kita berusaha hidup benar.
Kita taat perintah Tuhan jadi mungkin ada macam-macam godaan tapi kita berusaha untuk menjaga diri. Setelah itu kita bisa mengajarkan anak-anak untuk hidup suci juga.VS : Saya kira mulai umur kecil itu, mulai sekecil-kecilpun, mulai anak kecil kita ajarkan mereka senantiasa berdoa. Nah kalau anak itu tidak pernah melihat orang tua berdoa anaknya bertanya: &uot;Lho, Papa Mama sendiri tidak berdoa kok menyuruh saya berdoa.'
Jadi mulai kecilpun mereka sudah tahu.PG : Saya ada satu pertanyaan ini Bu Vivian, saya mencoba menceritakan kisah-kisah Alkitab kepada anak-anak saya dan ada kecenderungan kalau saya mulai berkata sekarang Papa hari ini menceritakn tentang Yusuf.
Reaksi pertama mereka adalah "Sudah tahu, bosan" Saya juga terus terang agak frustrasi juga sebab di pihak yang satu saya menyadari bahwa memang mereka sudah cukup sering mendengar kisah-kisah Alkitab ini. Di pihak lain kita ingin juga mengajarkan tentang firman Tuhan, apakah Ibu juga mengalami masalah yang saya alami itu?VS : Ya kalau mengajarkan cerita-cerita, mereka mungkin kalau sudah tahap tertentu mereka sudah mengerti, tapi biasanya kalau sudah umurnya lebih besar saya mengajarkan mereka tentang kesaksianhidup.
Jadi kesaksian hidup yang bagaimana yang kita jalankan sesuai firman Tuhan. Misalnya beginilah orang yang dipimpin Tuhan, beginilah orang yang hidup dalam Tuhan. Jadi saya lebih mengajarkan tentang mengaitkan dengan firman Tuhan tapi berhubungan dengan kehidupan yang sebenarnya.VS : Betul, oleh sebab itu firman Tuhan tadi sudah mengatakan ajarkanlah berulang-ulang.
VS : Cara lainnya yang mengajarkan firman Tuhan berulang-ulang mungkin dalam ibadah keluarga bersama-sama membacakan firman Tuhan. Dan mungkin kalau firman Tuhan mengatakan mengajarkan bukan haya dalam rumah tapi juga di luar rumah.
Jadi kalau kita mungkin dalam perjalanan sambil melihat ciptaan Tuhan kita menceritakan. Kalau dalam perjalanan melihat sesuatu kita juga menghubungkan dengan firman Tuhan jadi saya mengatakan dengan kehidupan nyata begitu mengajarkan firman Tuhan.VS : OK! Saya sering kali menghadapi orang tua yang mengatakan mengajarkan anak firman Tuhan melalui guru Sekolah Minggu, melalui gereja. Tapi selalu saya menanyakan kepada mereka, anak berada i gereja itu berapa kali seminggu.
Seringkali kalau orang-orang biasa ya seminggu sekali. Berapa waktu yang dia ada di dalam rumah, kalau dalam seminggu sekali berapa jam di gereja, lalu berapa waktu yang bersama orang tua di dalam rumah tangga. Jadi kalau kita melihat porsinya yang terbesar seharusnya tanggung jawabnya di mana, di rumah atau di gereja. Karena waktu yang diberikan Tuhan itu yang porsi terbesar di mana.VS : Orang tua melatih diri dengan menaati firman Tuhan misalnya kemarahan, nah ini saya selalu mengajarkannya kepada anak saya karena dia mengalami kesulitan dalam hal mengendalikan kemarahan nak saya.
Jadi kalau saya mengajarkan dia supaya tidak suka marah, saya sendiri harus menjaga supaya tidak suka marah. Kita harus memaksa diri kita menaati firman Tuhan.PG : Saya kira, Pak Gunawan dan Ibu Ida, salah satu sumber permasalahannya adalah terletak pada kita-kita ini sebagai hamba Tuhan ya Bu Vivian, yaitu kita cenderung memang memberikan pengajaranmelalui mimbar.
Jadi kita ini sebetulnya di gereja pun tidaklah memiliki kesempatan untuk hidup bersama dengan jemaat dan menjadi contoh konkret buat mereka, akhirnya yang kita lakukan adalah memberikan pengajaran-pengajaran tersebut. Nah, orang tua mendapat contoh tersebut di gereja yaitu bahwa mereka belajar tentang Tuhan melalui pengajaran-pengajaran, akhirnya metode itulah yang mereka ketahui. Pada waktu di rumah, mereka seperti menjadi wakil kita, duta besar kita di rumah ya mereka menjadi pengkhotbah-pengkhotbah buat anak-anak. Sebab mereka memang tidak tahu cara yang tepat atau apakah ada cara lain yang lebih efektif untuk menyampaikan kebenaran Tuhan karena yang mereka kenal hanyalah satu cara itu. Yaitu cara khotbah atau cara pengajaran formal, akhirnya itulah yang mereka lakukan di rumah. Waktu kita misalnya mendorong jemaat untuk mengadakan ibadah keluarga, yang mereka lakukan akhirnya adalah sama seperti di mimbar. Mereka juga menjadikan meja sebagai mimbar mereka dan berkhotbah kepada anak-anak. Jadi mungkin waktu tadi Pak Gunawan bertanya kepada Ibu Vivian, saya berpikir mungkin memang kami ini sebagai hamba Tuhan di gereja perlu memberikan pelatihan-pelatihan yang lebih spesifik kepada orang tua. Jadi orang tua tahu cara-cara kreatif yang mereka dapat gunakan dalam menyampaikan firman Tuhan kepada anak-anak mereka, bagaimana pandangan Ibu?VS : Ya saya kira betul seperti itu, mungkin ada cara lain kalau tadi bagaimana menyampaikan firman Tuhan. Kalau saya seringnya berbicara secara pribadi, jadi bukannya secara berkhotbah. Jadi ertanya kepada mereka lalu saya menyampaikan firman Tuhan dengan pendekatan pribadi.
VS : Ya, ada hasilnya dan demikian juga mereka juga lebih erat dengan orang tua (GS : Lebih akrab dengan kita, berani mengungkapkan isi hatinya dan sebagainya).
VS : Kita harus mengoreksi diri kita sendiri kalau kemarahan itu dasarnya apa, masalahnya apa. Kalau memang anak yang salah kita boleh memarahi, tetapi kalau memang kita yang salah maka kita hrus mengoreksi diri dan minta maaf pada anak dan kita berusaha untuk lain kali memperbaiki diri.
VS : Jadi orang tua bertobat dululah.
VS : Pendidikan anak harus dilakukan kedua belah pihak, ayah dan ibu. Tuhan menciptakan anak ini lahir dari kedua orang tua, jadi maksudnya keduanya harus ikut campur. Memang firman Tuhan mengaakan ayah karena di sini adalah kepala keluarga yang harus bertanggung jawab tetapi yang melaksanakanharus keduanya.
PG : Secara praktisnya ya Bu Vivian misalkan keluarga Ibu sendiri ya, peranan apa yang Ibu lakukan dan peranan apa yang Pak Daud lakukan dalam menyampaikan kepada anak-anak. Tadi Ibu berkata memang dua-dua mempunyai andil yang sama ya?
VS : Mungkin kalau saya lakukan ini hal yang lebih mendetail karena sebagai seorang ibu yang lebih sering bersama anak jadi saya mendetail yang kecil-kecil lebih banyak saya memperhatikan. Kala Pak Daud lebih ke hal yang menyeluruh begitu.
VS : Tidak, bersama-sama.
VS : Ya, kalau sesuatu hal yang saya kurang jelas, saya ragu-ragu saya akan tanya Pak Daud sehingga kita dapat bersama-sama.
VS : Itu harus disepakati bersama, keduanya harus sepakat dan harus bicarakan bersama-sama. Seperti kalau seandainya Sekolah Minggu itu untuk keluarga kami itu pasti harus pergi. Satu kali sayaingat tentang anak ini ingin pergi nonton dengan teman-temannya, nonton di bioskop, waktu itu saya berkata" Tidak apa-apa sekali saja Pa, melihat."
Waktu saya mengatakan sekali boleh tapi ayahnya tidak setuju, jadi saya katakan ini terakhir kali, pertama dan terakhir nanti lain kali tidak boleh lagi. Jadi saya mengatakan apa yang ayahnya mau dan kami sepakat.VS : Ya untuk sekali jadi hanya ingin lihat seperti apa sih gedung itu, jadi diperbolehkan.
VS : Kalau berkali-kali anak tanya lagi: "Ma boleh tidak?"; "Dulu apa yang dikatakan Papa, sekali dan terakhir." Jadi kami selalu tegas dan tidak akan mengulangnya lagi.
VS : Untuk anak yang balita mungkin nilai Kristen kasih ya, kasih itu yang penting dan itu tentunya harus orang tua meneladani dulu bagaimana memberikan kasih, mereka tidak akan mengerti tentan kasih kalau tanpa ada dari orang tua mengasihi dulu.
PG : Kalau saya boleh tambahkan kasih dalam wujud membagi ya Bu Vivian, sebab anak-anak terutama yang balita mempunyai sikap egosentrik yang sangat kuat yaitu segalanya berpusat kembali pada diinya.
Apa yang dia inginkan dia harus dapatkan, kalau tidak dia akan marah dan sebagainya. Jadi saya kira kasih Kristiani yang kita ingin tanamkan pada anak akhirnya berwujud dalam kemampuan si anak ya membagi makanan, membagi mainan, sikap seperti itulah yang harus kita tumbuhkan pada diri si anak. Kira-kira begitu ya Bu Vivian (VS : Ya betul).VS : Saya kira dari orang tua yang saya ajak bicara mereka malah mengatakan mendapatkan banyak berkat anaknya diikutkan Sekolah Minggu meskipun masih kecil. Yang mereka pelajari bukan apa yang ikatakan guru tetapi seringkali melalui nyanyian karena anaknya masih kecil.
Jadi sampai rumah mereka bisa bernyanyi dan memberitakan kesukaannya tentang apa yang mereka terima dari firman Tuhan itu melalui nyanyian dan gambar-gambar, jadi bukan dari apa yang mereka dengarkan.VS : Saya kira tetap orang tua harus menggunakan peranan yang penting (GS : Jadi kalau perlu orang tua membeli alat-alat peraga begitu Bu Vivian?) betul, di rumah buku-buku cerita yang bergamba banyak, (GS : Alkitab bergambar) ya, karena tiap hari anak bersama orang tua jadi kalau di rumah anak-anak tiap hari bisa membaca Firman Tuhan dari Alkitab bergambar itu.
VS : Di usia remaja memang lebih sulit, jadi memang kalau menurut kami di usia remaja lebih banyak pendekatan pribadi. Kalau ada masalah khusus kami berbicara, masalah yang dihadapi di luar, kai bicara.
Contoh-contoh yang ini baik, contoh-contoh ini tidak baik. Biasanya pendekatannya seperti itu, saya lebih menghubungkannya pada firman Tuhan.VS : Orang tua yang harus berkorban waktunya, kita harus menyesuaikan dengan jadwal anak. Jadi saya selalu mencari jadwal anak ini kapan pulang dan saya ini selalu berada di sampingnya, misal wktu makan saya berusaha bersama.
PG : Kadang saya mendapatkan keluhan bahwa anak-anak sewaktu menginjak usia remaja cenderung tidak terlalu tertarik lagi pada gereja, pada kebaktian. Akhirnya meskipun mereka datang tetapi datag karena disuruh oleh kita.
Apakah Ibu Vivian juga mendapatkan pengamatan yang sama, bahwa pada waktu anak menginjak remaja minat-minat terhadap hal-hal yang rohani yang dahulu kita tanamkan tiba-tiba sepertinya mulai bergoyang?VS : Betul, saya kira mereka lebih senang dengan aktifitas yang lain, yang lebih menyenangkan daripada di gereja misalnya (IR : Lebih senang duniawi ya) karaoke, olah raga.
VS : Kalau menurut saya justru saat yang terpenting untuk mendidik anak itu adalah waktu balita dan waktu remaja. Jadi itu justru kita harus memberikan banyak waktu dengan anak-anak.
VS : Itulah kita harus mencari waktu kalau dia ada waktu di rumah langsung kita menyediakan diri.
VS : Family altar memangnya seharusnya dilakukan tiap hari tapi kalau mungkin dari keluarga yang saya tanya sulit karena teori dengan prakteknya sulit.
VS : Kalau memangnya diadakan saya kira bukannya dalam bentuk yang harus, yang mati ya, kita cari bentuk-bentuk pokoknya firman Tuhan itu dinyatakan. Jadi tidak harus seperti liturgi di gereja nak-anak mungkin tidak mau, mungkin waktu berdoa bersama, mendengarkan dari kaset, orang tua yang membacakan, anak yang membacakan ganti-ganti.
Entah bagaimana, Pak Paul?PG : Jadi memang ada 3 prinsip yang kita bisa ingat untuk mengadakan ibadah keluarga. Yang pertama yang tadi Ibu sudah singgung yaitu kreatifitas, jadi ibadah yang kreatif itu lebih bisa diteria oleh anak-anak.
Dan yang kedua adalah menyenangkan kalau serius dan menjadi ajang tegur-menegur, penyampaian nasihat-nasihat anak-anak cenderung akhirnya tidak begitu menikmati lagi, jadi harus menyenangkan. Dan yang ketiga kalau memungkinkan singkat ya, apalagi waktu anak usia masih lebih kecil singkat jangan bertele-tele atau panjang. Yang saya amati adakalanya ibadah keluarga menjadi ajang orang tua memberikan nasihat-nasihatnya kepada si anak. Akhirnya si anak akan melihat ini sama saja dengan tadi saya dimarahi oleh Mama atau Papa. Jadi akhirnya mereka tidak lagi menantikan untuk ikut dalam ibadah keluarga.VS : Justru kalau untuk keluarga kami ke luar kota itu lebih bisa dilakukan karena kegiatan yang rutin itu tidak ada, justru kami bersama-sama hanya untuk keluarga dan kita bacakan, dan mereka ebih senang.
VS : Tapi justru tidak ada rutinitas yang lain, karena itulah kita harus mencari waktu (GS : Butuh pengorbanan orang tua) ya.
VS : Keluarga kami, bagaimana Pak Paul?
PG : Kebanyakan yang mengadakan ibadah keluarga istri saya, bukannya apa-apa karena memang adakalanya orang telepon saya, saya lagi telepon anak-anak sudah siap untuk tidur jadi istri saya yangmengajak mereka berdoa bersama, tapi harus saya akui istri saya yang berperan besar sekali.
PG : Betul, betul jadi memang seharusnya suami lebih berperan tapi dalam kenyataannya akhirnya istri, mungkin karena soal waktu.
GS : Ya jadi perbincangan ini semakin menarik saja, sekali lagi kami ucapkan banyak terima kasih kepada Bu Vivian yang berkenan untuk bergabung bersama kami pada acara rekaman Telaga kali ini. Dan demikianlah tadi para pendengar yang kami kasihi, kami telah mempersembahkan sebuah perbincangan seputar pendidikan anak khususnya di dalam menanamkan nilai-nilai iman Kristen bersama Ibu Dr. Vivian Andriani Soesilo dan juga Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kalau Anda berminat untuk melanjutkan acara tegur sapa ini, silakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK), Jl. Cimanuk 58 Malang. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan. Terima kasih atas perhatian Anda dan dari studio kami sampaikan sampai jumpa pada acara Telaga yang akan datang.
Mengajarkan Firman Tuhan kepada anak perlu dilakukan secara berulang-ulang, tidak bosan-bosan karena ini akan memudahkan anak untuk mengerti apa yang kita ajarkan.
Di dalam mendidik anak seharusnya bukan hanya banyak bicara tetapi sebagai orangtua lebih banyak meneladani atau memberikan teladan kepada anak. Jadi seandainya kita mengajarkan Firman Tuhan, orangtua harus melakukan terlebih dahulu dan memberikan contoh kepada anak dan ini akan lebih memudahkan dalam mengajarkan kepada anak.
Anak sejak kecil sudah bisa mengerti atau tanggap terhadap teladan yang diberikan orangtua, misalnya diajarkan berdoa. Namun ketika anak sudah mulai lebih besar saya mengajarkan tentang kesaksian hidup, hidup yang dipimpin Tuhan, hidup di dalam Tuhan dan juga mengajarkan tentang melakukan Firman Tuhan di dalam kehidupan yang sebenarnya.
Mengajarkan Firman Tuhan secara berulang-ulang juga bisa dilakukan dalam ibadah keluarga yaitu dengan bersama-sama membaca Firman Tuhan. Selain di dalam rumah, Firman Tuhan juga dapat diajarkan di luar rumah, misalnya pada saat di perjalanan sambil melihat ciptaan Tuhan orangtua mengajarkan atau menceritakan Firman Tuhan, menghubungkan Firman Tuhan dengan kehidupan nyata.
Dalam pendidikan anak pun tidak hanya dilakukan oleh salah satu pihak, ibu saja atau ayah saja, akan tetapi kedua belah pihak, baik ayah maupun ibu. Meskipun Firman Tuhan mengatakan ayah yang mendidik anak, karena memang ayahlah yang menjadi kepala keluarga yang harus bertanggung jawab, tetapi pelaksanaannya adalah dua-duanya.
Pola pendidikan bagi anak balita yaitu usia di bawah 5 tahun, yang dapat dilakukan kita sebagai orangtua adalah menanamkan nilai iman Kristen melalui kasih. Dan tentunya orangtualah yang harus memberikan teladan bagaimana menyatakan kasih, mereka nggak akan mengerti tentang kasih kalau tanpa ada teladan dari orangtua untuk menyatakan kasih.
Untuk anak usia remaja memang lebih sulit, namun kita dapat melakukan lebih banyak pendekatan pribadi dengan bicara mengenai masalah khusus atau masalah yang dihadapi di luar. Contoh-contoh yang baik dan yang tidak yang perlu diketahui oleh anak remaja.
Ada 3 prinsip yang perlu kita perhatikan di dalam melakukan ibadah keluarga:
Kreatifitas, ibadah yang kreatif lebih bisa diterima oleh anak-anak.
Menyenangkan, ibadah keluarga bukan sebagai tempat untuk tegur-menegur atau penyampaian nasihat-nasihat, anak cenderung nggak begitu menikmati.
Singkat.