Dalam hal ini kita diajarkan apa yang melatarbelakangi pemberontakan anak terhadap orangtua. Diantaranya adalah tanpa disadari orangtua menciptakan hati yang getir, pahit dalam diri anak yang akhirnya membuahkan kebencian.
Saudara-saudara pendengar yang kami kasihi dimanapun Anda berada, Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso bersama Ibu Idajanti Raharjo dari Lembaga Bina Keluarga Kristen, telah siap menemani Anda dalam sebuah perbincangan dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling dan dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Kali ini kami akan berbincang-bincang tentang kebencian seorang anak terhadap orang tuanya. Kami percaya acara ini pasti akan sangat bermanfaat bagi kita semua, dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
PG : Ya memang ada beberapa faktor yang terlibat di dalam peristiwa ini atau secara umum saja saya akan membahasnya. Misalkan kita melihat anak itu sendiri, ada anak yang memang bermasalah, jad ada anak-anak yang akhirnya bertumbuh besar dengan hati nurani yang sangat lemah, egois, mementingkan diri sendiri, menuntut agar kehendaknnya dipenuhi.
Nah, anak-anak seperti ini adalah anak-anak yang bisa melakukan apa saja agar mendapatkan yang dia inginkan bahkan sampai sejauh melukai orangtuanya. Namun yang lebih umum adalah orang tua tanpa disadari melakukan hal-hal yang melukai hati anak-anak dan waktu hal-hal ini terus bertumpuk dalam hati si anak akhirnya membuahkan kebencian dalam diri si anak kepada orang tuanya. Misalkan kita bisa melihat sendiri Firman Tuhan juga pernah memberikan atau memberikan peringatan yang sejenis kepada kita sebagai orang tua, yang terutama di sini kepada bapak. Saya membacakan dariPG : Pada intinya adalah anak akan merasa pahit kalau dia ditolak. Jadi anak lahir ke dunia dengan suatu permintaan agar orang tua menerimanya. Sebab anak-anak itu lahir ke dunia tanpa mereka mminta untuk berada di dunia ini, dan dalam keadaan mereka yang membutuhkan penerimaan, penjagaan dan uluran tangan orang tuanya.
Pada waktu orang menolak si anak, anak itu akhirnya merasa terluka sekali, luka yang mendalam akibat penolakan-penolakan itu bisa membuahkan kebencian pada si anak.PG : Dua-duanya betul Pak Gunawan, jadi adakalanya anak-anak merasa ditolak karena apa yang diinginkannya tidak diberikan oleh orang tua. Nah ini bukannya dalam kasus yang wajar tapi adakalanyaorang tua memang tidak memberikan apa yang diinginkan anak demi kebaikan anak itu sendiri.
Namun secara lebih menyeluruh apa yang diminta oleh si anak cenderung ditolak oleh orang tuanya. Atau dalam kasus yang kedua tadi, seperti yang Pak Gunawan singgung adalah si orang tua ini akhirnya juga tanpa merencanakan atau tidak membuat si anak itu merasa dia adalah bukan bagian dari keluarga itu sendiri.PG : Betul sekali, Bu Ida, jadi anak yang dibandingkan memang merasa ditolak, jadi salah satu bentuk penolakan yang tanpa disadari adalah membandingkan anak. Kita kadang-kadang sebagai orang tu membandingkan dengan tujuan memacu untuk memberikan semangat kepada si anak supaya diapun mencontoh kakak atau adiknya atau saudara sepupu misalnya.
Namun seringkali waktu anak dibandingkan tidak merasa terpacu, justru waktu dibandingkan merasa tertolak, bahwa dia merasa tidak bernilai atau tidak berharga. Seolah-olah si anak dibuat merasa bahwa yang berharga di mata orang tuanya adalah tipe seperti kakaknya atau seperti saudara sepupunya. Jadi kesimpulan si anak itu adalah karena saya tidak pas dengan tipe yang diminta atau diharapkan oleh orang tua saya, Jadi saya juga bukanlah bagian dari keluarga ini, saya tidak berharga, saya tidak layak dianggap menjadi anak dari keluarga ini, jadi itu kesimpulan saya. Nah makanya karena itu ada anak yang bisa begitu sadis kepada orang tuanya, saya kira salah satu penyebabnya adalah sebab si anak itu tidak merasa menjadi bagian dari keluarga tersebut. Sebab kalau dia merasa dia adalah bagian dari keluarga tersebut hati nuraninya tidak akan mengizinkan dia melakukan tindakan yang begitu sadis kepada keluarganya. Nah hal ini hanya dimungkinkan kalau dia memang tidak merasa dekat dan merasa bagian dari keluarga tersebut. Jadi pembandingan itu seringkali menyakitkan sekali.PG : Saya cenderung berpikir bahwa anak sudah mulai merasakan penolakan orang tua sejak pada masa dikandung. Memang tidak bisa saya buktikan secara empiris karena saya tidak bisa mengadakan anget atau me"riset" anak-anak.
Tapi anak itu bisa bereaksi misalkan orang tuanya itu jalan seenaknya misalnya tidak memberikan nutrisi yang cukup atau misalnya sering marah-marah. Nah anak dalam kandungan itu adalah bagian dari tubuh si ibu. Sebaliknya kalau si ibu itu dengan suara yang lembut bicara dengan si anak yang ada dalam kandungan, membelai perutnya, maka si anak akan merasakan hal itu juga. Ini salah satu contoh yang konkret, ada seorang ibu yang mengandung kemudian mengalami suatu trauma yang menyakitkan yaitu rumahnya dirampok, dalam ketakutan itu dia menjadi histeris dan setelah peristiwa tersebut anak dalam kandungan yang sudah usianya sudah lumayan besar meninggal dunia, gugur. Sebetulnya 'kan secara fisik anak itu 'kan terawat dengan baik dalam kandungan si ibu, tapi waktu si ibu mengalami peristiwa yang begitu menakutkan anak itu kaget dan jantungnya tidak kuat menahan kekagetan tersebut maka anak itu langsung meninggal. Jadi kita bisa melihat suatu keterkaitan antara emosi kehidupan mental si ibu pada si anak . Jadi saya kira anak itu tahu bahwa dia itu diinginkan atau tidak. Ada anak yang sejak kecil itu dikasihberi makan obat supaya gugur tapi tidak gugur-gugur. Nah obat itu 'kan sebetulnya racun yang dimasukkan ke dalam tubuh, jadi tidak bisa si anak dalam kandungan si ibu itu merasakan rasa sakit atau tidak nyaman yang luar biasa. Karena memang racun itu diberikan untuk membunuhnya namun tidak berhasil membunuhnya tapi karena dia juga manusia yang melekat dalam tubuh si ibu, saya kira keracunan dan rasa sakit sekali. Jadi ada anak-anak yang saya kira tidak diinginkan sejak lahir, sejak dalam kandungan dia memang merasakan penolakan tersebut. Meskipun dia belum mampu mengungkapkannya secara verbal.PG : Sudah tentu anak yang bisa mengambil tindakan sedrastis itu karena anak ini memang sangat bermasalah. Jadi udah pasti hati nuraninya itu sudah ada penyimpangan, tidak wajar, tidak bertumbu semestinya.
Kenapa anak itu sampai membenci orang tuanya seperti itu, kita tadi sudah membicarakan tentang penolakan ya Pak Gunawan. Salah satu hal lain lagi adalah sewaktu disiplin diberikan, kekerasan diberikan tanpa cinta kasih yang cukup. Nah disiplin dan cinta kasih itu dua unsur yang sangat dipentingkan dalam pertumbuhan anak. Cinta kasih yang diberikan tanpa disiplin membuat si anak itu menjadi anak yang luar biasa egoisnya, kekanak-kanakan, mau menang sendiri dan mementingkan diri sendiri, tidak dewasa, menganggap semua orang harus tunduk pada kehendaknya. Dan harus memenuhi keinginannya. Kebalikannya disiplin yang diberikan tanpa cinta kasih membuat si anak itu menjadi anak yang memberontak, membenci orang tuanya. Karena apa? Karena disiplin itu hanya akan efektif untuk membentuk si anak kalau disertai dengan cinta kasih. Tanpa cinta kasih, disiplin menjadi tindakan yang kejam, tindakan kejam. Nah kita cenderung menerima kekerasan atau pukulan dari orang tua kalau kita sadar bahwa orang tua mengasihi kita. Dan kita bisa mengenang saat-saat di mana kita dilimpahkani oleh kasih sayang. Namun tatkala kita dipukul dengan begitu keras, terus kita sendiri tidak bisa mengingat kapan kita ini disayangi oleh orang tua kita. Nah yang muncul bukannya rasa terima bahwa saya telah dipukul tapi rasa benci luar biasa. Sebab pukulan itu sendiri menyakitkan dan segala yang menyakitkan kita cenderung memancing reaksi marah. Tapi marah itu masih bisa dinetralisir kalau ada cinta kasih. Nah yang kadangkala terjadi adalah kita ini tidak berimbang dalam memberikan keduanya; sering mendisiplin tapi kurang menunjukkan atau mendemonstrasikan cinta kasih kita kepada si anak. Nah reaksi yang muncul dari si anak bukannya penerimaan tapi kebencian.PG : Bisa terjadi pada segala keluarga, bisa yang anaknya banyak atau anaknya sedikit.
PG : Sangat mempengaruhi, jadi misalkan si anak itu akhirnya terbiasa dengan kehidupan yang keras, dia terbiasa menyakiti orang, karena dia terbiasa disakiti. Nah akhirnya gaya hidup yang kerasitu menjadi bagian dari kehidupannya sendiri.
Jadi bagi dia melakukan tindak kekerasan bukanlah hal yang luar biasa, itu adalah hal yang lazim.PG : Ini tafsirannya memang kita tidak tahu beritanya secara langsung tapi anak-anak atau kita sebagai manusia dalam kebencian yang tinggi mampu untuk melakukan hal-hal yang di luar batas kemansiaan, jadi kita bisa begitu marahnya sehingga rela menghabiskan nyawa orang lain.
Itu memang berkaitan sekali dengan kebencian. Tapi pengaruh luar saya kira juga penting, Pak Gunawan. Kalau misalnya kita memang benci kepada seseorang atau siapa, tapi misalkan kita memang mendapatkan pengaruh yang positif ya dari Firman Tuhan, kita tahu kita diminta untuk menghormati orang tua. Nah, tidak bisa tidak, Roh Tuhan dalam hidup kita akan mengendalikan tindakan atau rencana kita, keinginan mungkin ada untuk membalas, tapi akhirnya Roh Tuhan lebih berkuasa untuk mencegah kita melakukan hal-hal seperti itu. Jadi dalam kasus tersebut yang bisa saya simpulkan adalah anak itu tidak lagi dikuasai oleh hati nuraninya pada saat dia gelap mata. Sebab peristiwanya luar biasa, bukan saja secara spontan dia membunuh tapi satu persatu dihabiskan.PG : Ya bagaimanapun dalam diri si anak meskipun ada kebencian tapi juga ada perasaan sayang, kalau tidak bisa dikatakan perasaan sayang, sekurang-kurangnya ada perasaan inilah orang tua saya, nilah kakak saya, ini adalah orang-orang yang tidur dengan saya setiap hari, yang merawat saya.
Jadi bagaimanapun waktu akhirnya dia tenang kembali dan kesadarannya mulai timbul. Dia menyadari bahwa dia kehilangan mereka dan kemungkinan sekali rasa kehilangan yang besar itulah yang membuat dia merasa menyesal. Dulu saya bekerja untuk membantu anak-anak yang teraniaya, saya mengunjungi dan juga memantau anak-anak yang dianiaya orang tuanya. Nah yang menarik adalah setiap kali kami datang dan mengunjungi anak-anak yang dianiaya orang tuanya menanyakan, "Maukah engkau kami pindahkan ke rumah asuh?" Saya masih ingat cukup banyak anak yang tidak mau dipisahkan dari orang tuanya meskipun orang tuanya sudah menganiayanya. Nah ini 'kan cukup menarik, kenapa dia tidak mau membebaskan diri dari orang tuanya yang telah menganiaya dia. Nah saya kira memang adanya ikatan batiniah itu antara orang tua dan anak, sejelek apapun si anak tetap tahu bahwa ini adalah orang tuanya. Dan anak itu marah waktu orang tuanya harus kami bawa ke pengadilan. Ini saya ceritakan bukan konteks di Indonesia tapi di Amerika Serikat. Peristiwa ini cukup sering terjadi. Marah karena kamilah yang menyebabkan orang tua mereka itu harus dibawa ke pengadilan, jadi harus menderita karena ulah mereka. Nah mereka tidak bisa melihat bahwa sebetulnya orang tua mereka sendirilah yang menjadi penyebab semuanya ini karena tindakan mereka yang menganiaya anak-anak ini. Jadi sekali lagi ikatan batiniah antara anak dan orang tua biasanya tetap ada, jadi saya menduga kasus tersebut, dalam kasus tersebut yang di Medan akhirnya menyadari kehilangan.PG : Ada beberapa pedoman yang bisa kita ingat sebagai orang tua, Pak Gunawan, yang pertama adalah sewaktu kita ingin menghukum anak, kita mesti mengecek apakah kita telah memberikan peringatankepada si anak itu.
Jadi prinsipnya adalah kecuali dalam kasus yang mendadak dan luar biasa sekali pada umumnya kita tidak mendisiplin anak dengan pukulan, kalau kita belum memberikan dia peringatan. Jadi kita mesti memberitahu dia, kalau kamu terus begini misalkan kita minta dia mandi dia tetap tidak mau mandi, nonton televisi terus. Setelah kita berikan peringatan kalau kamu tidak mau mandi nanti saya pukul, tetap tidak mau mandi baru kita pukul dia. Jadi berikan peringatan terlebih dahulu, kalau belum ya jangan. Yang kedua adalah perhatikan bagaimana kita memukul anak itu, jadi tidak diperkenankan memukul anak misalnya dengan sekuat tenaga, semau kita. Dan tidak diperkenankan memukul anak di mana saja yaitu di mukanya, di kepalanya atau dengan apa saja, dengan rotan, kayu, ban. Jadi kalau mau memukul anak pukullah pantatnya karena itu bagian yang memang tidak terlalu melukai si anak, memang menimbulkan sakit tapi tidak melukai si anak. Itu dua prinsip yang harus kita ingat sewaktu kita mendisiplin si anak. Yang lainnya lagi adalah setiap kali kita mau mendisiplin anak, kita harus tanyakan diri kita, apakah si anak ini mengerti kenapa si anak itu dipukul. Nah, jadi ini menuntut kita untuk memberikan waktu setelah kita pukul anak itu untuk berbincang-bincang dengan kita. Kita hampiri dia lagi, kita jelaskan kenapa tadi kita marah, apa yang kita inginkan dari dia, tindakan perubahan apa yang kita ingin lihat pada dirinya, nah itu juga kita harus lakukan. Dan yang terakhir adalah kita harus selalu mengecek sudahkah anak itu tahu bahwa dia dicintai oleh kita, cukupkah pengekspresian kasih kita kepadanya. Sebab jangan sampai si anak merasakan bahwa kita itu hanyalah datang untuk memukulnya, mendisiplinnya tanpa anak itu menyadari bahwa kita mengasihinya. Jadi empat pedoman itu harus kita pegang.PG : Betul sekali. Tanpa ada pendekatan seperti itu kita itu sebetulnya membuat jurang antara kita dengan dia. Sewaktu kita memukul itu sebetulnya jurang, waktu kita dipukul oleh orang tua kitamerasa jauh darinya, nah sewaktu orang tua datang kembali kepada kita bicara dengan kita dengan baik-baik jurang itu tiba-tiba dirapatkan kembali sehingga pukulan itu jauh lebih efektif.
Sebab lain kali si anak akan jauh lebih sungkan untuk mengulang perbuatannya yang salah.PG : Betul, kalau memang dia merasa melewati batas dan dia perlu minta maaf silakan, minta maaf.
PG : Saya masih ingat ada satu judul buku yang bagus sekali yaitu membentuk anak tanpa menghancurkan jiwanya.
GS : Baiklah Pak Paul terima kasih sekali bisa berbincang-bincang pada malam hari ini dan saudara-saudara pendengar demikianlah tadi telah kami persembahkan ke hadapan Anda sebuah perbincangan tentang pemberontakan anak terhadap orang tuanya bersama Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Dan kalau Anda berminat untuk melanjutkan acara tegur sapa ini kami persilakan Anda menghubungi kami lewat surat, alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen atau LBKK dengan alamat Jl. Cimanuk 58 Malang. Saran-saran pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, sampai jumpa pada acara Telaga yang akan datang.
Ada beberapa faktor yang terlibat mengapa anak memberontak sampai tega melakukan hal-hal kekerasan yang melebihi batas, yaitu:
Anak bermasalah, anak yang bertumbuh besar dengan hati nurani yang lemah, sangat egois, mementingkan diri sendiri, menuntut agar kehendaknya dipenuhi.
Orang tua tanpa disadari melakukan hal-hal yang melukai hati anak-anak dan waktu hal-hal itu bertumpuk dalam hati si anak akhirnya membuahkan kebencian dalam diri si anak kepada orang tuanya. Firman Tuhan mengingatkan kita
Beberapa tindakan orang tua yang dapat mengakibatkan hati anak pahit, yaitu:
Anak akan merasa pahit kalau dia ditolak, jadi anak lahir ke dunia dengan suatu permintaan agar orang tua menerimanya, mereka membutuhkan penjagaan, dan uluran tangan orang tuanya. Beberapa bentuk penolakan adalah :
Membandingkan anak.
Penghinaan, kita kadangkala lupa bahwa anak kita punya perasaan dan dalam kemarahan kita keluarlah kata-kata yang menghina dia nah itu sangat mempunyai muatan penolakan yang besar.
Orang tua tanpa merencanakan atau tidak membuat si anak merasa dia adalah bukan bagian dari keluarga itu sendiri.
Tatkala disiplin diberikan, kekerasan diberikan tanpa adanya cinta kasih yang cukup. Disiplin dan cinta kasih adalah dua unsur yang sangat dipentingkan dalam pertumbuhan anak. Cinta kasih yang diberikan tanpa disiplin membuat si anak menjadi anak yang luar biasa egoisnya, kekanak-kanakan, tidak dewasa, menganggap semua orang harus tunduk kepadanya dan harus memenuhi keinginannya.
Kebalikannya disiplin yang diberikan tanpa cinta kasih membuat si anak menjadi anak yang memberontak, membenci orangtuanya.
Lingkungan pun sangat mempengaruhi, anak yang terbiasa dengan kehidupan yang keras, dia terbiasa menyakiti orang, karena dia terbiasa disakiti. Akhirnya gaya hidup yang keras itu menjadi bagian dari kehidupannya sendiri. Jadi bagi dia melakukan tindak kekerasan bukanlah hal yang luar biasa itu adalah hal yang lazim.
Langkah-langkah yang perlu kita lakukan sebagai orangtua untuk mengurangi sifat anak yang memberontak adalah sbb:
Sewaktu kita menghukum anak, kita mesti mengecek apakah kita telah memberikan peringatan kepada si anak. Prinsipnya kita tidak mendisiplin anak dengan pukulan, kalau kita belum memberikan dia peringatan kecuali dalam kasus yang mendadak.
Perhatikan bagaimana kita memukul anak, jadi tidak diperkenankan memukul anak misalnya dengan sekuat tenaga kita, semau kita, dan tidak diperkenankan memukul anak di mana saja yaitu di mukanya, di kepalanya atau dengan apa saja, dengan rotan, dengan kayu, dengan ban. Jadi kalau mau pukul anak, pukullah pantatnya karena itu bagian yang memang tidak terlalu melukai si anak.
Setiap kali kita mau mendisiplin anak, kita harus tanyakan diri kita apakah si anak ini mengerti kenapa si anak itu dipukul. Jadi menuntut kita untuk memberikan waktu setelah kita pukul anak untuk berbincang-bincang dengan kita.
Harus selalu mengecek sudahkah anak itu tahu bahwa dia dicintai oleh kita, cukupkah pengekspresian kasih kita kepadanya. Sebab jangan sampai si anak merasakan bahwa kita hanyalah datang untuk memukulnya, mendisiplinnya tanpa anak itu menyadari bahwa kita mengasihinya.