Memilih pekerjaan bukanlah suatu hal yang mudah, perlu adanya langkah-langkah atau prinsip-prinsip yang harus kita terapkan atau persiapkan di dalam memilih pekerjaan. Supaya pekerjaan yang kita peroleh benar-benar cocok dengan kita dan kita melakukannya tidak dengan keterpaksaan.
Saudara-saudara pendengar yang kami kasihi dimanapun Anda berada, Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen, bersama Ibu Esther Tjahja, S.Psi. dan juga Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi, beliau berdua adalah pakar konseling keluarga dan juga dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang, akan menemani Anda dalam sebuah perbincangan. Dan kali ini kami akan berbincang-bincang tentang "Memilih Pekerjaan". Kami percaya perbincangan ini akan sangat bermanfaat bagi Anda sekalian dan kami harapkan Anda bisa mengikutinya dengan seksama. Maka dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
PG : Tidak bisa tidak Pak Gunawan, saya sekarang ini jadi membandingkan masyarakat kita pada umumnya dengan masyarakat di Amerika Serikat. Masyarakat di Amerika Serikat lebih berorientasi paa pekerjaan, masyarakat kita di sini lebih berorientasi pada sekolah.
Dengan kata lain anak-anak di sana setelah lulus SMA tidak terlalu didesak untuk masuk perguruan tinggi, mereka lebih didesak untuk melakukan sesuatu atau bekerja. Jadi mereka itu kebanyakan sudah tahu mau menjadi apa barulah memikirkan sekolah, agar sekolah itu mendukung atau mempersiapkan mereka mencapai tujuannya. Saya melihat anak-anak di sini kebalikan, setelah lulus SMA lalu memilih jurusan apa, nanti jadi apa tidak ya tidak tahu dan jika ditanya mau jadi apa juga tidak tahu. Ini memang suatu penekanan yang keliru menurut saya, yang lebih tepat adalah kita harusnya berorientasi pada kariernya, pekerjaannya mau jadi apa. Nah sekolahlah sesuai dengan mau jadi apa nantinya, jangan sampai terbalik. Kenapa banyak anak mengatakan asal sekolah sebabnya orang tua mengharapkan kita mempunyai gelar, nanti jadi apa? Ya tidak tahu, lihat nanti pekerjaannya apa. Jadi hal-hal ini saya kira memang perlu diluruskan karena ini adalah cara berpikir yang tidak tepat.PG : Memang itu juga merupakan masalah, Pak Gunawan, yaitu lapangan pekerjaannya kurang diciptakan, tapi saya rasa gelar itu memang begitu penting. Jadi kalau sudah lulus SMA yang terpikir lngsung adalah bagaimana mendapatkan gelar lanjutan, nantinya jadi apa tidak ya tidak tahu.
Jadi sekali lagi saya mau menempatkan masalah ini dalam perspektif yang lebih tepat yaitu seorang anak remaja sebisanya harus lebih tahu nanti mau jadi apa, mau mengerjakan profesi apa. Maka pilihlah jurusan yang sesuai dengan minat atau panggilan mau menjadi apa nantinya.ET : Kalau saya amati rasanya latar belakang kehidupan ekonomi cukup mempengaruhi juga dalam hal ini, Pak Paul. Kalau saya melihat orang-orang yang keluarganya lebih sulit dalam arti belum tntu bisa membiayai sekolah, justru hal ini lebih menjadi motivasi buat anak-anak.
Anak-anaknya kalau mencari sekolah difokuskan misalnya bagaimana supaya cepat selesai, lalu cepat dapat pekerjaan. Jadi mereka mungkin lebih berorientasi kepada pekerjaan itu dibandingkan dengan yang orang tuanya dari tingkat ekonomi yang lebih mampu yaitu pokoknya lulus SMA, yang penting sekolah dulu selama masih ada yang mampu membiayai, pekerjaannya nomor sekian.PG : Betul, sayang sebetulnya sebab kalau kita tidak tahu apa yang ingin kita kerjakan nanti, kita cenderung akan memilih jurusan yang sembarangan dan ini yang lebih drastis, yang lebih para adalah motivasi bersekolah menjadi sangat lemah.
Ini yang saya lihat sekali lagi dengan yang di Amerika yaitu anak-anak sekolah di sana jarang mencontek, yang mencontek di sana adalah mahasiswa asing yang membawa kebiasaan buruk dari negaranya yang masuk ke Amerika. Tapi orang Amerika sendiri jarang mencontek, karena apa? Sebab mereka memang tidak harus bersekolah, karena mendapatkan pekerjaan sebagai tukang sampahpun memberikan gaji yang cukup buat mereka, sebagai sopir trukpun mempunyai gaji yang cukup buat mereka. Kalau mau sekolah berarti memang sungguh-sungguh mau sekolah, karena mau mendapatkan bekal ilmunya itu. Nah saya kira tidak semuanya seperti itu di masyarakat kita. Biasanya orang mau menjadi dokter harus masuk sekolah kedokteran umum, itu cukup spesifik. Orang mau menjadi dokter tahu bahwa dia harus masuk sekolah kedokteran, tapi tidak semua bidang seperti itu. Contoh lain yang saya tahu juga sangat spesifik adalah sekolah Theologi, seseorang mendapat panggilan menjadi seorang hamba Tuhan, nah dia masuk ke Sekolah Tinggi Theologi, mempersiapkan diri untuk menjadi hamba Tuhan. Namun sekali lagi cukup banyak bidang-bidang lain yang tidak seperti itu.PG : Itu memang masalah Pak Gunawan, sebab sekali lagi masyarakat kita terlalu berorientasi pada gelar. Jadi saya berikan satu contoh, ini sungguh-sungguh terjadi. Ada seseorang yang hampir eninggal dunia karena penyakit terminal di Amerika kemudian dia banyak menonton film-film lucu lalu sering ketawa, sering ketawa lama-lama penyakit terminalnya itu sembuh.
Dan dia banyak melakukan penelitian tentang kaitan hati yang gembira, tertawa dengan kesembuhan, dia akhirnya direkrut sebagai salah satu dosen di sekolah kedokteran di UCLA (University of California at Los Angeles) sekolah yang sangat bergengsi di Amerika, tidak punya gelar dokter medis sama sekali sebetulnya. Ini contoh memang suatu perkecualian juga, sebab pada umumnya dosen di sekolah kedokteran memang dokter. Tapi intinya adalah masyarakat di sana menghargai kemampuan, gelar itu memang dinomorduakan. Sayang sekali kita tidak begitu.PG : Betul.
ET : Dan akhirnya kadang-kadang juga ada unsur keterpaksaan, misalnya karena saya sudah kuliah ini maka mau tidak mau saya harus bekerja ini. Padahal sebenarnya kalau kita mau kaitkan denganminat, kepribadian ya tidak cocok tetapi karena sudah terlanjur akhirnya menjalaninya dan saya yakin tidak akan efektif juga.
(1) PG : Betul, kalau memang itu bukan bidang kita lalu kita paksakan, kita akan kesulitan nantinya. Tapi apa yang Ibu Esther tadi baru munculkan membawa kita pada prinsip yang pertam dalam memilih pekerjaan, yaitu sedapat mungkin pilihlah pekerjaan pertama kita yang paling mendekati jurusan studi, asal jurusan itu memang tepat dengan kemampuan kita ya Bu Esther, kalau memang tidak tepat maka kita akan frustrasi di tengah jalan.
Tapi memang kalau sesuai dengan minat dan kemampuan kita, setelah lulus jangan menyeberang terlalu jauh, carilah pekerjaan yang mendekati bidang studi kita. Alasannya apa? Alasannya adalah kita telah siap pakai, kita sedikitnya sudah 4 tahun lebih dipersiapkan untuk bisa menguasai bidang itu. Dan saya mau mengingatkan bahwa karier itu suatu jenjang, suatu anak tangga, kita hanya bisa naik ke anak tangga ke 10 kalau kita sudah menaiki yang ke 1, ke 2 sampai ke 9. Nah sekolah adalah anak tangga pertama sebetulnya, jadi kita itu sudah melewati anak tangga pertama. Sekarang kita masuk ke anak tangga ke 2, yaitu anak tangga yang masih berkaitan dengan anak tangga yang sebelumnya. Jangan sampai kita mencari tangga yang lain karena kita sudah bangun tangga itu jadi harus dilanjutkan. Nasihat saya adalah kepada yang mau mencari pekerjaan, pertama carilah pekerjaan yang mendekati jurusan studi kita jangan langsung ambil atau langsung terima, kalau bisa carilah yang mendekati jurusan kita.ET : Tapi banyak orang mengatakan bahwa pendidikan S1 itu sendiri sebenarnya lebih kepada pembentukan pola pikir daripada memang sungguh-sungguh siap pakai pada bidang itu, Pak Paul?
PG : Sudah tentu keahlian itu akan perlu waktu, perlu pengalaman dan sebagainya. Namun tetap kita harus akui bahwa jenjang pertama selama 4 tahun itu sudah merupakan bekal suatu fondasi yangmemang belum dapat dipanggil pakar dalam bidang itu, tapi sudah merupakan anak tangga awal-awal yang bisa kita lanjutkan dari situ.
Jadi point saya adalah kita sudah investasi, kita sudah menanam selama 4 tahun ini sebaiknya kita teruskan tanaman itu. Jangan kita lompat ke tangga yang baru kecuali memang kita sadari kita telah memilih jurusan yang sangat keliru pada awalnya, ya silakan kita konsekuen memulai yang baru.PG : Yang kedua adalah jangan terlalu memilih-milih pekerjaan pertama, memang seolah-olah ini berkontradiksi yang baru saja kita bicarakan. Begini, selama pekerjaan itu mendekati jurusan kit walaupun gajinya tidak besar atau misalkan pekerjaan itu letaknya agak jauh dari rumah atau harus ke kota lain, saya anjurkan sebisanya diterima.
Ingat prinsip bahwa kita ini sedang membangun karier dan karier dibangun di atas pengalaman kerja, karier tidak dibangun di atas gelar, karier tidak dibangun di atas sepucuk kertas, tanda kelulusan, karier juga tidak dibangun di atas pengetahuan teoritis. Jadi untuk pengalaman pekerjaan pertama, saran saya jangan terlalu memilih gajinya harus begini dan sebagainya, harus dekat dengan rumah, jangan pusingkan hal itu berkorbanlah, terimalah meskipun lebih susah harus berkorban lebih besar. Karena tahun-tahun pertama itu penting sekali, biasanya di perusahaan atau majikan yang lain akan melihat pengalaman kerja kita, mampu atau tidak kita membuktikan diri dalam pengalaman itu. Waktu melihat resume atau CV kalau orang ini setahun pindah, setahun pindah, setahun pindah kesimpulannya adalah orang ini memang tidak mantap, lebih bisa bertahan misalnya dalam pekerjaan pertama 5 tahun, ini membuktikan kepada perusahaan yang berikutnya bahwa kandidat ini memang mampu bertahan dalam pekerjaan, mampu bertanggung jawab, mampu bertahan. Jadi sekali lagi semua orang harus membuktikan diri dalam pengalaman pekerjaan pertama itu.ET : Justru sepertinya ini yang kadang-kadang dilupakan, karena dalam hal ini kebanyakan sarjana-sarjana baru ini ada seperti satu idealisme tersendiri bahwa saya sudah sekolah susah-susah mnimal saya harus mempunyai gaji sekian, jenis pekerjaannya seperti ini dan lingkunganpun rasanya mempengaruhi ya, misalnya ada teman yang ini, teman yang sama-sama berjuang kenapa bisa dapat segitu kenapa saya tidak bisa, jadi akhirnya membuat mereka pilih-pilih pekerjaan.
PG : Ya itu sering terjadi dan memang saya harus akui, Bu Esther, adakalanya perusahaan itu memanfaatkan para pelamar pertama, para pemula ini karena yang mereka tahu para pemula ini akan tepaksa menerima pekerjaan-pekerjaan itu bahkan dengan gaji yang rendah.
Tapi memang inilah dunia di mana kita hidup, banyak orang yang hanya memikirkan kepentingannya sendiri. Jadi mereka akan mencoba memanfaatkan atau yang bisa mereka manfaatkan, tapi sekali lagi kita memerlukan pengalaman kerja pertama itu.PG : Itu masukan yang berharga sekali Pak Gunawan, mudah-mudahan para pendengar kita khususnya orang tua bisa mengingat bahwa anak-anak tidak bisa dilepaskan begitu mendapatkan pekerjaan. Seab memang gaji awal biasanya tidak memadai, itu betul sekali.
PG : Prinsip yang ketiga adalah sedapat mungkin pilihlah pekerjaan yang membuka peluang bagi kita mengembangkan keahlian yang spesifik. Dengan bertambahnya jenis pekerjaan, dewasa ini spesiaisasi menjadi semakin penting, dunia kita ini sudah melahirkan mungkin beribuan jurusan bahkan dalam universitas yang besar-besar terdapat ratusan jurusan sekarang.
Dulu jurusan itu sangat sedikit sekarang ada ratusan. Berarti apa, sekali lagi spesialisasi menjadi hal yang penting. Dulu orang bisa semuanya sedikit-sedikit dihargai sekarang tidak, orang bisa sedikit dalam banyak hal, dianggapnya apa? Tidak bisa apa-apa. Dan dikatakannya apa yang dia tanggung, bisanya sedikit dangkal, tidak dihargai lagi tapi yang dihargai adalah orang yang bisa satu namun sangat bisa, sangat ahli dalam bidang itu. Jadi carilah kalau misalnya kita mempunyai beberapa pilihan pekerjaan yang memberi kita peluang, mengembangkan kemampuan kita yang spesifik itu, kita bisa mendalami satu bidang tertentu. Perdalamlah, jadilah pakar dalam satu bidang itu.ET : Berarti memang ada baiknya ini sudah diawali pada waktu kuliah untuk mempunyai suatu spesifikasi, fokus kepada suatu bidang supaya nanti ada nilai jualnya.
PG : Tepat sekali, karena semakin kita lebih jelas pada awalnya maka waktu belajarnyapun kita lebih memfokuskan pada bidang itu.
PG : Prinsip yang keempat adalah ingatlah sikap kita terhadap pekerjaan itu akan mempengaruhi performa kerja kita. Jadi apalagi bagi para pemula jangan menyepelekan pekerjaan kita dan berkat pekerjaan begini untuk sementara saja, untuk mengisi waktu saja.
Karena apa? Karena apa yang kita hasilkan juga akan bernilai sepele atau disepelekan, tidak akan membawa kepuasan buat kita ataupun kepuasan bagi orang yang telah mengkaryakan kita. Jadi sikap itu penting sekali, semakin tinggi penghargaan kita terhadap pekerjaan kita, semakin tinggi dan bernilai performa kerja kita sehingga yang kita hasilkan akan jauh lebih bermutu. Nah, sekali lagi orang akan mau melihat kwalitas. Tadi saya sudah memberikan komentar bahwa memang masyarakat kita ini masih berorientasi pada gelar, namun masyarakat kita mulai bergeser itu harus saya akui. Makin besar penekanan pada kemampuan atau kwalitas. Jadi sekali lagi di sini penting meskipun pekerjaan itu kita anggap biasa-biasa saja, lakukan dengan sebaik-baiknya. Karena ini akan menjadi nilai-nilai tambah bagi majikan kita untuk melihatnya, nah siapa tahu nanti ada lainnya yang akan bisa dia diberikan kepada kita.PG : Ya prinsip yang kelima jadinya memang itu Pak Gunawan, pilihlah pekerjaan yang sesuai dengan ketahanan tubuh kita. Misalkan kita diminta untuk bekerja selama 12 jam dan gajinya besar, jngan memilih pekerjaan itu kalau kita memang tidak bisa tahan dengan 12 jam kerja.
Akhirnya kita sering sakit atau kita jadi sering stres, nah tubuh kita tidak bisa menanggungnya. Pilihlah pekerjaan yang memang bisa kita tanggung secara fisik, seperti tadi tentang debu. Ada juga orang yang memang tidak tahan untuk misalnya terlalu banyak di luar, di lapangan, terkena angin yang menyebabkan dia sering sakit atau jenis pekerjaannya, batas temponya, batas waktunya terus-menerus diburu misalnya seperti wartawan. Ada orang yang memang cocok, dia tidak bisa harus kerja sampai larut malam karena ada deadline. Jadi meskipun bagus, menggiurkan tapi kalau memang tubuh kita tidak mampu untuk melakukannya kita harus terima fakta itu.ET : Tapi adakalanya tuntutan itu tidak langsung diberikan saat itu juga ketika seseorang mulai bekerja. Kaitannya dengan prinsip yang yang keempat tadi tentang sikap terhadap pekerjaan, kebnyakan mungkin awalnya hanya 8 jam rasanya mampu tetapi kemudian karena oleh bos atau majikan ini dilihat dia sikapnya baik, positif dan biasanya yang seperti ini kemudian akan dipercayakan lebih dan lebih lagi akhirnya tanpa disadari dalam waktu beberapa bulan yang tadinya 8 jam jadi 10 jam dan seterusnya bertambah.
Padahal ketahanan ini masalahnya, jadi bagaimana mengkombinasikan prinsip yang keempat dengan kelima ini, Pak Paul?PG : Saya kira perlu keterbukaan baik dengan diri kita maupun dengan pekerjaan atau atasan kita yaitu kita mengakui kita terbatas, kita tidak bisa, tubuh kita tidak bisa menanggungnya dan kia harus jujur juga dengan atasan kita.
Kita mau melakukannya tapi tidak bisa sebanyak itu dan terserah dia, apakah mau mempertahankan kita atau tidak. Nah ini sebetulnya membawa kita kepada prinsip yang terakhir, yang keenam yaitu pilihlah pekerjaan yang mendukung keseimbangan hidup. Makin tua makin saya menyadari pentingnya kita menyadari ritme hidup kita, irama hidup kita, keseimbangan kita ini. Karena kalau pekerjaan membawa tekanan terlalu besar, itu akan menjungkirbalikkan keseimbangan hidup kita. Akhirnya akan melimpah ruah misalnya dalam keluarga, kehidupan emosional kita, belum lagi kehidupan rohani kita menjadi jauh dari Tuhan dan sebagainya. Ada orang yang harus hidup dengan lingkungan yang sangat-sangat tidak mengenal Tuhan, main perempuan terus-menerus, akhirnya dia ikut terbawa dan tidak bisa lepas. Nah langkah yang harus diambil sebenarnya adalah melepaskan pekerjaan itu, karena dia tahu dia tidak bisa lepas dari kecanduan misalnya minum atau main perempuan atau narkoba, jadi yang dia harus lepaskan adalah pekerjaannya. Atau terlalu tersita waktunya di luar sehingga tidak punya waktu lagi untuk keluarganya. Dia harus menyadari hidupnya tidak lagi seimbang, jadi ada baiknya kalau pendengar-pendengar kita ini kebetulan adalah para eksekutif muda, ada baiknya kita berhenti sejenak, melihat, introspeksi apakah kita telah hidup seimbang, cukup waktu untuk diri sendiri, cukup waktu untuk anak dan istri atau suami kita. Dan terutama cukup waktu atau tidak untuk pekerjaan Tuhan yang kita akan bawa ke sorga nanti sudah tentu bukan jam-jam kerja kita, tapi apa yang kita perbuat untuk Tuhan.ET : Masalahnya kadang-kadang kalau untuk orang yang baru mulai meniti karier menganggap ini sebagai sementara, Pak Paul. Ya ini sementaralah karena saya sedang meniti, nanti kalau sudah samai pada titik tertentu saya akan lebih memperhatikan keseimbangan hidup, tapi nyatanya semakin dituntut maka semakin tidak seimbang.
PG : Ada seorang hamba Tuhan yang saya kenal setiap 5 tahun dia akan pergi menyendiri selama beberapa saat berdoa meminta petunjuk Tuhan. Dia akan mengevaluasi pelayanannya 5 tahun terakhir ni dan secara spesifik dia akan meminta Tuhan menunjukkan apa yang dia harus kerjakan buat Tuhan 5 tahun mendatang.
Dan dia telah melakukan itu sejak dari awal pelayanannya. Saya kira ini semua kita bisa pelajari dan contoh, evaluasilah yang telah kita lakukan apakah kita terus-menerus dalam proses meniti, sampai kapan kita akan selesai meniti dan apakah dalam penitian ini kita akhirnya akan menggoncangkan keseimbangan hidup. Ada orang yang harus mengorbankan keluarganya, kehidupan dirinya sendiri menjadi orang yang lebih buruk dari sebelumnya, penuh tekanan akhirnya menjadi pemarah. Penuh tekanan sehingga akhirnya lari ke hal yang berdosa, jadi akhirnya kita harus evaluasi diri. Jadi jangan sampai kita memilih pekerjaan yang akan menghancurkan kehidupan kita.PG : Saya akan bacakan dari
GS : Pada akhirnya saya ucapkan terima kasih kepada, Pak Paul dan Ibu Esther, untuk saran dan perbincangan kita malam ini. Saudara-saudara pendengar demikian tadi Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bapak Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Memilih Pekerjaan". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini, silakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen atau LBKK Jl. Cimanuk 58 Malang. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan dan akhirnya dari studio kami ucapkan terima kasih dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.
Prinsip dalam memilih pekerjaan yaitu:
Sedapat mungkin pilihlah pekerjaan pertama kita yang paling mendekati jurusan studi, asal jurusan itu memang tepat dengan kemampuan kita. Kalau sesuai dengan minat kita dan kemampuan kita, setelah lulus jangan menyeberang terlalu jauh, carilah pekerjaan yang mendekati bidang studi kita. Alasannya adalah kita telah siap pakai, kita sedikit-sedikitnya sudah 4 tahun lebih dipersiapkan untuk bisa menguasai bidang itu.
Jangan terlalu memilih-milih pekerjaan pertama. Selama pekerjaan itu mendekati jurusan kita meski gajinya tidak besar atau misalkan pekerjaan itu kok letaknya agak jauh dari rumah atau harus ke kota lain saya anjurkan sebisanya terima, jangan terlalu memilih pekerjaan pertama.
Sedapat mungkin pilihlah pekerjaan yang membuka peluang bagi kita mengembangkan keahlian yang spesifik.
Ingatlah sikap kita terhadap pekerjaan itu akan mempengaruhi performa kerja kita. Apalagi bagi para pemula jangan menyepelekan pekerjaan kita dan berkata pekerjaan begini untuk sementara saja, untuk ngisi waktu saja. Karena apa yang kita hasilkan juga akan bernilai sepele atau disepelekan tidak akan membawa kepuasan buat kita ataupun kepuasan bagi orang yang telah mengkaryakan kita. Jadi sikap itu penting sekali, semakin tinggi penghargaan kita terhadap pekerjaan kita, semakin tinggi dan bernilai performa kerja kita, yang kita hasilkan akan jauh lebih bermutu.
Pilihlah pekerjaan yang sesuai dengan ketahanan tubuh kita. Misalnya kita diminta untuk bekerja selama 12 jam dan gajinya besar, nah jangan memilih pekerjaan itu kalau kita memang tidak bisa tahan dengan 12 jam kerja.
Pilihlah pekerjaan yang mendukung keseimbangan hidup. Karena kalau pekerjaan membawa tekanan yang terlalu besar, itu akan menjungkirbalikkan keseimbangan hidup kita. Akhirnya akan berakibat pada keluarga kita, kehidupan emosional kita, belum lagi kehidupan rohani kita jadi jauh dari Tuhan.