Prioritas Hidup

Versi printer-friendly
April

Berita Telaga Edisi No. 68 /Tahun VI/ April 2010


Diterbitkan oleh Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Sekretariat: Jl.Cimanuk 56 Malang 65122 Telp.: 0341-408579, Fax.:0341-493645 Email: telagaindo.net.id Website: http://www.telaga.org Pelaksana: Melany N.T., Dewi K. Megawati Bank Account : BCA Cab. Malang No. 011.1658225 a.n. Melany E. Simon


Kita mesti belajar sistem prioritas yang benar agar dapat menentukan pilihan yang tepat dalam hidup. Untuk itu kita perlu kembali ke Alkitab dan belajar menetapkan prioritas.

Berikut adalah tujuh prioritas yang mesti kita adopsi:

1. Karakter di atas Kemampuan.

Hidup perlu kemampuan. Tanpa kemampuan kita tidak dapat mengerjakan apa-apa dengan baik. Sungguh pun demikian kemampuan bukanlah segalanya. Tuhan mengutamakan karakter di atas kemampuan. Oleh karena itu kita mesti mengutamakan karakter dan berusaha menambah kualitas karakter yang diinginkan Tuhan yaitu kasih. Di sam-ping itu kita pun harus menitikberatkan karakter di atas kemampuan dalam menilai orang, jangan menilai orang atas dasar kemampuannya semata.

Dalam 1 Korintus 1:26, Paulus mengingatkan jemaat di Korintus untuk tidak lupa diri dan terus mengingat siapakah diri mereka sebenarnya. Kadang setelah mencapai status tinggi dalam masyarakat, kita lupa akan keberadaan diri kita. Pada akhirnya kemampuan menjadi tolok ukur dalam kita menilai dan menghargai orang.

Inilah prioritas yang mesti kita terapkan di keluarga.

Janganlah sampai kita meninggikan kemampuan di atas karakter. Hargailah usaha anak menajamkan kemampuan tetapi pujilah anak atas dasar karakternya. Begitu pun terhadap suami dan istri.

2. Keutuhan Diri Si Pelayan di atas Kegiatan Si Pelayan.

Sebagai anak Tuhan sering kali kita terlibat dalam pelayanan-baik di gereja maupun di luar gereja. Sudah tentu ini baik. Namun adakalanya kita menjadi terlalu sibuk; kita sukar menolak permintaan orang dan terus mengiyakan tugas pelayanan yang diembankan. Pada akhirnya kita melalaikan satu hal yang penting yakni menjaga kehidupan yang utuh. Itu sebabnya kalau tidak berhati-hati, kegiatan pelayanan yang tinggi akan menyita banyak dari kehidupan pribadi maupun keluarga. Alhasil, baik kehidupan keluarga ataupun pribadi menjadi kacau dan berantakan.

Pdt. Bill Hybels menegaskan pentingnya menata kehidupan pribadi kita sendiri. Beliau mengemukakan bahwa seorang pemimpin yang tidak dapat menata dirinya tidaklah akan dapat menata pelayanannya.

3. Ketaatan di atas Keefisienan.

Kadang ketika membaca Firman Tuhan terlintas seutas pikiran, "Betapa banyaknya perintah Tuhan!" Pada kenyataannya hanya satu yang dituntut Tuhan, yaitu ketaatan. Suatu hari Tuhan Yesus sedang berada di rumah seseorang bernama, Simon, penderita kusta. Tiba-tiba datanglah seorang wanita dengan buli-buli berisikan minyak narwastu yang mahal. Ia memecahkan buli-buli itu dan menuangkan minyaknya ke atas kepala Tuhan. Bagi banyak orang-termasuk murid Tuhan-tindakan ini merupakan pemborosan uang alias tidak efisien. Namun dengarlah perkataan Tuhan, "Biarkanlah dia. Mengapa kamu menyusahkan dia? Ia telah melakukan suatu perbuatan yang baik pada-Ku." (Markus 14:6)

Pada dasarnya efisiensi berarti menghasilkan sebanyak-banyaknya dengan modal seirit mungkin. Efisiensi adalah lawan dari pemborosan. Ternyata di mata Tuhan efisiensi bukanlah segalanya. Ada satu hal lain yang lebih bernilai yakni ketaatan. Ketaatan kepada Tuhan kadang-kadang melanggar hukum efisiensi. Jika kita memprioritaskan efisiensi dengan kaku, kita pun akan kehilangan tuntunan Tuhan.

4. Kecil di atas Besar.

Menjadi besar adalah idaman kita semua. Bahkan dalam pelayanan sekali pun, kita merindukan menjadi besar. Ada satu hal yang mesti kita camkan: Tuhan memakai kita untuk menggenapi rencana-Nya. Tuhan meminta kita memfokuskan pada yang kecil sebab Ia tidak ingin kita jatuh ke dalam dosa kecongkakan. Dengarlah Firman Tuhan lewat Yakobus 4:6, "Allah menentang orang yang congkak, tetapi mengasihani orang yang rendah hati."

Tatkala Ia tengah mengajar tentang kerendahan hati, Tuhan menggunakan seorang anak sebagai pokok acuan-Nya, "Ingatlah, jangan menganggap rendah seorang dari anak-anak kecil ini." (Matius 18:10). Tuhan tahu kelemahan dan kecenderungan kita. Itu sebabnya Ia meminta kita untuk mengutamakan yang kecil, bukan yang besar.

5. Memberi di atas Menerima.

Tidak banyak orang yang bersedia memberi-tanpa menerima apa pun. Biasanya kita memberi karena kita menerima sesuatu, baik dari orang yang bersangkutan atau dari orang lain. Sebagian orang terus berusaha untuk memberi tanpa pamrih, tetapi ada orang yang hanya ingin menerima. Namun Tuhan mengajarkan kepada kita untuk memberi. Dengarlah seruan-Nya yang dicatat di Matius 20:28, "Sama seperti Anak Manusia datang bukan untuk dilayani melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang." Melayani adalah memberi-baik itu jasa atau barang-namun Tuhan memberi nyawa-Nya-pemberian termahal.

Dalam hidup kita mesti berusaha untuk mencari kesempatan memberi, bukan mencari kesempatan untuk menerima. Jika memang kita butuh, jangan sungkan menerima sebab mungkin saja Tuhan tengah memelihara kita lewat bantuan yang ditawarkan orang.

6. Proses di atas Produk.

Makin hari kita semakin menjadi masyarakat yang tidak sabar. Kita ingin melihat hasil atau produk; bila tidak melihat hasilnya, dengan cepat kita menyimpulkan bahwa upaya itu telah gagal dan semua upaya yang gagal harus dilenyapkan. Itu bukanlah prioritas Tuhan. Ia lebih me-mentingkan proses daripada produk. Jadi fokuskan perhatian justru pada prosesnya, memberi kesempatan, me-meringati, mengajarkan, dan menunggu.

7. Tuhan di atas Segalanya.

Sebetulnya, jika kita jujur, kita mesti mengakui bahwa kita menginginkan keduanya-dunia dan surga. Kita ingin mendapatkan surga yang kekal, tetapi kita juga mendambakan dunia yang memuaskan. Sayangnya impian itu tidak akan menjadi kenyataan, sebab Tuhan tidak memberi kita kesempatan memiliki keduanya. Apa pun itu yang hendak kita lakukan, kita harus bertanya, "Tuhan, apakah kehendak-Mu dalam hal ini ?" Dan kemudian kita harus menaati-Nya.

Oleh Pdt. Dr. Paul Gunadi

Catatan : Audio dan transkrip bisa didapat melalui situs kami dengan kode T291

Doakanlah

  1. Bersyukur untuk sumbangan dari Yayasan Pelayanan Kasih di Samarinda sebesar Rp 1.000.000,-

  2. Bersyukur pencatatan transkrip T295 s.d. T306 sudah selesai. Doakan agar ringkasan bisa segera diselesaikan dan dipasang di situs Telaga.

  3. Doakan untuk acara training bagi para pembina remaja yang diadakan di Surabaya tiap hari Selasa mulai tanggal 27 April yl. Acara ini diadakan selama 6x dibawakan oleh Bp. Isak Timotius dan Ibu Shirley Indrawati. Telaga menitipkan beberapa kaset, CD dan booklet.

  4. Doakan untuk Sdri. Betty Tjipta Sari yang merencanakan studi ke luar negeri pertengahan tahun ini. Doakan untuk proses pendaftaran ulang, skor TOEFL harus 600 dan rencana menjual rumah dalam waktu dekat ini.

  5. Doakan agar Tuhan membuka jalan untuk bisa bekerjasama dengan radio-radio lain di 14 Provinsi lainnya.

  6. Doakan untuk penjualan CD dan booklet Telaga di Pastorium, toko buku VISI Malang dan Surabaya.

  7. Doakan untuk pembuatan artikel untuk dijadikan booklet oleh Bp. Heman Elia dan Bp. Paul Gunadi. Rencananya dalam tahun ini akan diterbitkan 10 booklet oleh Literatur SAAT.

  8. Tetap doakan untuk penyelesaian CD SABDA 4.0 terutama untuk staf yang terlibat dalam memerbaiki data yang ada.

  9. Doakan untuk pemasaran buku-buku yang diterbitkan oleh Metanoia Publishing. Saat ini masih ada 6 artikel yang belum diterbitkan.

Telaga Menjawab

Tanya?

Saya seorang pria 26 tahun, dari suku Jawa. Saya hendak melangkah jauh ke jenjang pernikahan tapi orang tua saya tidak menyetujui kami dengan alasan karena hasil perhitungan weton antara kami menyebutkan pati (mati).

Apakah yang harus saya lakukan?

Haruskah saya putus gara-gara adat seperti itu, dan di sisi lain haruskah saya melawan kedua orang tua saya dan dianggap anak durhaka?

Untuk diketahui hubungan saya dengan pacar saya sudah lebih dari 2 tahun dan kedua orang tua kami sudah pernah bertemu.

Saya minta sarannya untuk masalah saya ini. Sebelumnya saya ucapkan terimakasih.

Jawab!!!

Waktu kami membaca pertanyaan Anda, kami jadi bertanya-tanya apakah orang tua Anda Kristen atau bukan? Dan Anda sendiri Kristen atau bukan?

Kita sebagai orang Kristen percaya bahwa hidup kita dikendalikan Tuhan. Apabila kita percaya pada weton Jawa, artinya kita memercayakan diri kita pada sesuatu yang bukan Tuhan. Kita memercayakan diri pada ramalan, pada perhitungan bintang....hal ini adalah sesuatu yang bagi Tuhan menduakan Dia.

Coba perhatikan Tuhan menolak Saul karena Saul bertanya pada tukang ramal dan roh, bukan bertanya kepada Tuhan. Jadi dalam kekristenan; percaya pada hal-hal seperti itu, berarti kita beriman pada sesuatu di luar Tuhan, sama dengan penyembahan berhala.

Nah, jadi secara Alkitab itu memang salah. Tapi karena ini menyangkut hubungan dengan orang tua, Anda perlu bertindak lebih bijaksana.

Kita harus menghormati orang tua, namun tidak boleh memegang keyakinan yang menggeser iman kita kepada Tuhan Yesus. Kita perlu berhati-hati saat berbicara dengan orang tua tentang kebenaran firman Tuhan. Kalau orang tua adalah Kristen, tentu dia akan mau mengerti. Tapi kalau orang tua bukan orang Kristen, Anda sebaiknya bersikap lembut, terus berdoa agar hati orang tua menjadi lunak. Anda juga perlu berdoa bersama-sama pasangan Anda untuk hal ini. Bukan hanya agar orang tua percaya Tuhan dan mendukung kalian berdua, namun agar kalian mengerti kehendak Tuhan bagi kalian berdua.

Percayalah bahwa jika Tuhan memang mengizinkan Anda menikah dengan calon Anda sekarang, Dia akan memberikan jalan keluar. Asal kita percaya pada-Nya, bukan percaya pada yang lain...

Selamat berdoa dan bergumul. Tuhan kiranya berkenan menyatakan diri-Nya kepada Anda.

Meninggalkan Sesuatu

Ada pepatah berkata, "Gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang". Namun sering kali ketika bermimpi saya berpikir. "Dengan telanjang aku keluar dari kandungan ibuku, dengan telanjang juga akan akan kembali ke padaNya".

Hal ini dengan jelas menggambarkan akhir dari perjalanan hidup kita. Betapa pun suksesnya kita mencapai suatu kekayaan, kemuliaan, kedudukan, dan keberhasilan, akhirnya toh kita harus kembali kepada Sang Pencipta.

Coba pikirkan, "Mengapa kita diciptakan? Mengapa harus berusaha keras belajar, berkarir, mencapai puncak karir, namun akhirnya kita harus kembali ke Sang Pencipta? Mengapa kita tidak diam dan santai saja sambil menunggu kematian datang?"

Jawabannya karena Dia tidak mau kita hanya menyimpan talenta kita. Tuhan menghendaki manusia mengembangkan talentanya. Sehingga setelah kita setia dalam hal kecil, kita akan diberikan tangung jawab dalam perkara yang lebih besar.

Bila seorang anak dilahirkan semua keluarga bergembira. Namun si anak menangis. Jikalau kita meninggal, maka terjadi kebalikannya. Kita akan bergembira dan puas setelah menyumbang sesuatu bagi dunia. Tapi dunia menangisi, karena ia kehilangan seorang putera terbaiknya. Maka itu jangan hanya mengambil sesuatu dari dunia, tetapi berilah makna pada dunia ini. Sudahkah Anda?

Diambil dari Buku Bermimpi 1 menit seri 1

Tips Cara Belajar Yang Baik

  1. Belajar kelompok: Belajar bersama-sama selain tidak membuat cepat ngatuk, juga bisa bertukar pikiran. Usahakan ada teman yang pandai di dalam kelompok. Dan jaga jangan sampai kelompok menjadi kelompok main-main.

  2. Pahami pelajaran ketika dijelaskan: Adalah sangat penting untuk mendengarkan dan memahami pelajaran saat pertama kali diberikan oleh guru atau dosen.

  3. Buat ringkasan pelajaran: Setiap pelajaran sebaiknya dibuatkan ringkasannya di lembar khusus. Ringkasan yang menggunakan diagram dan gambar akan lebih mudah diingat.

  4. Disiplin dalam belajar: Selalu luangkan waktu yang teratur untuk belajar.

  5. Aktif bertanya: Jika ada hal ang belum jelas, tanyakan kepada guru, teman atau orang lain yang mengerti. Bertanyalah dengan jujur, bukan untuk menguji

Diambil dari renungan Manna Sorgawi edisi Maret 2010