Keinginan dan Kenyataan
Salah satu keuntungan menjadi tua adalah kita lebih dapat melihat kenyataan hidup. Sewaktu muda kita hanya dapat berangan-angan atau menduga-duga, tetapi di usia tua barulah kita bisa melihat kenyataan. Kita boleh memunyai keinginan namun pada akhirnya kita harus menerima kenyataan apabila keinginan tidak tercapai. Kematangan jiwa diperlihatkan dari apakah kita bersedia menerima kenyataan atau tidak. Berikut akan dipaparkan beberapa pelajaran tentang keinginan dan kenyataan serta pentingnya hidup dalam kenyataan. Sudah tentu akan ada kenyataan yang sesuai harapan, tetapi akan ada pula kenyataan yang tidak sesuai harapan. Di saat itulah kita diperhadapkan dengan dua pilihan:
- mengakui dan hidup sesuai dengan kenyataan atau
- menyangkal dan tidak hidup sesuai kenyataan. Bila kita memutuskan untuk menerima kenyataan, maka kita mesti menyangkal keinginan. Sebaliknya, jika kita memutuskan untuk hidup sesuai keinginan, maka kita harus menyangkal kenyataan.
Dari dua pilihan ini sudah tentu pilihan yang baik adalah menerima kenyataan dan tidak menuruti keinginan. Namun, saya mafhum betapa sukarnya menerima dan hidup dalam kenyataan, dan betapa jauh lebih mudah untuk hidup dalam keinginan. Pertanyaannya, mengapa begitu sukar bagi kita untuk hidup sesuai kenyataan? Ada beberapa penyebabnya.
Pertama, keinginan adalah cermin kehidupan dan diri yang kita dambakan—yang biasanya lebih baik daripada kehidupan atau diri kita sekarang ini. Itu sebab sewaktu kehidupan dan diri yang diidamkan tidak menjadi kenyataan, kita tidak siap dan tidak mau menerimanya. Kita berontak dan malah berusaha menggenggam keinginan atau impian itu. Kita tidak mau dan tidak rela menerima kehidupan dan diri yang tidak sebaik yang diidamkan. Ada orang yang kehilangan pekerjaan. Setelah melamar sana-sini, akhirnya jelas terlihat bahwa pekerjaan yang ada ialah jenis pekerjaan yang bukan sesuai keinginannya. Bukannya diambil, mereka menolak dan terus menunggu jenis pekerjaan yang diinginkan. Akhirnya mereka menjadi pengangguran. Masalahnya adalah makin lama menganggur, makin mengecil—bukan membesar—kemungkinan memeroleh pekerjaan apa pun.

Kedua, kita merasa malu. Mungkin kita telah banyak berbicara tentang diri kita atau orang yang kita banggakan. Kita tidak sanggup mengakui bahwa ternyata yang kita bicarakan itu tidak menjadi kenyataan. Jadi, akhirnya kita tutupi dan terus berharap supaya keadaan berubah secara ajaib dan kita tidak lagi perlu malu. Kita tahu, jarang sekali ini terjadi. Ada orang yang berharap tinggi pada anaknya. Sejak anak kecil, mereka sering memujinya. Tidak hanya menyekolahkan di sekolah yang baik, mereka pun mengharuskan anak untuk mengambil banyak les untuk menambah keterampilan. Namun setelah anak besar, ia berbalik arah. Anak tidak ingin menjadi diri seperti yang didambakan orang tuanya. Akhirnya anak melanglang buana hidup dalam pengembaraan dan ketidakmenentuan. Daripada mengakui kenyataan, orang tua malah menutupi. Mereka membuat alasan di mana anak berada dan apa yang dilakukan oleh anak. Mereka terus hidup dalam keinginan dan menyangkal kenyataan.
Ketiga, kita tidak ingin berubah. Kita terlalu nyaman dengan kehidupan yang selama ini kita jalani. Kita sudah terbiasa dan terkait erat dengan aktivitas yang rutin kita lalui. Kenyataan memaksa kita untuk mengubah semua itu tetapi kita tidak mau. Kita sulit meninggalkan segala sesuatu yang menimbulkan kenyamanan. Itu sebab kita menolak kenyataan. Ada orang yang mesti menerima kenyataan bahwa mereka tidak lagi kaya seperti sediakala. Mereka pernah kaya raya tetapi sekarang karena pelbagai hal, tidak lagi kaya. Betapa tidak mudahnya mereka hidup sesuai kenyataan. Banyak yang memilih untuk hidup seakan-akan mereka masih kaya dan jaya. Akhirnya ini yang terjadi: pengeluaran dan gaya hidup tetap tinggi, namun penghasilan rendah. Mereka pinjam uang kanan-kiri, dan tidak bisa bayar. Sebagian malah jatuh ke dalam dosa penipuan dan kejahatan lainnya. Dallas Willard, seorang filsuf dan penulis Kristen berkata bahwa awalnya keinginan menang; kita dapat menyangkal atau menutupi kenyataan. Namun pada akhirnya kenyataan menang dan keinginan kalah. Kita tidak dapat mengalahkan kenyataan. Jadi, sudah selayaknya kita hidup sesuai kenyataan.
Ada beberapa masukan untuk kita hidup dalam kenyataan.
Pertama, kita mesti mengakui keinginan kita dan mengakui mengapa kita tidak mau menerima kenyataan. Kadang karena ingin terlihat rohani, kita menyembunyikan keinginan atau menyangkal bahwa kita tidak ingin menerima kenyataan. Sebagai gantinya kita menyajikan alasan-alasan yang tidak tepat tetapi terlihat baik.Tidak perlu menyembunyikannya karena Tuhan tahu. Jadi, akuilah, baik keinginan maupun kesulitan kita menerima kenyataan.
Kedua, dari awal biasakan diri untuk hidup apa adanya sesuai dengan kondisi dan kemampuan. Jangan menyajikan diri yang lebih baik daripada aslinya dan sudah tentu, jangan membesar-besarkan diri. Jangan tonjolkan kekuatan, sebaliknya, beranilah mengakui kekurangan. Makin hidup apa adanya, makin ringan beban yang dipikul. Kita tidak perlu bekerja keras menjadi diri yang bukan apa adanya. Sewaktu keinginan tidak tercapai, kita pun lebih mudah mengakuinya karena kita tidak diikat rasa malu dan tidak harus sempurna. Kita adalah manusia biasa.
Ketiga, bawalah keinginan dan kekecewaan kita kepada Tuhan. Tidak salah membawa keinginan kepada Tuhan selama kita pun rela dimurnikan, sebab tidak semua keinginan kita berkenan kepada Tuhan dan baik bagi kita. Mazmur 37:4 berkata, "Dan bergembiralah karena TUHAN, maka Ia akan memberikan kepadamu apa yang diinginkan hatimu." Dan, tidak apa mengakui kekecewaan kita kepada Tuhan sewaktu apa yang diharapkan tidak terjadi. Berdoalah sebagaimana Tuhan Kita Yesus berdoa di malam Ia ditangkap, "Bukan kehendak-Ku, melainkan kehendak-Mu yang terjadi." Tuhan tahu apa yang baik buat kita dan Ia memunyai rencana yang baik untuk kita. Jadi, ikutlah rencana-Nya dan taatilah kehendak-Nya. Amsal 3:7-8 mengingatkan, "Janganlah engkau menganggap dirimu sendiri bijak; takutlah akan TUHAN dan jauhilah kejahatan; itulah yang akan menyembuhkan tubuhmu dan menyegarkan tulang-tulangmu." Ya, sewaktu kita ikut rencanaTuhan dan taat pada kehendak-Nya, kita akan hidup dalam kenyataan, dan ini akan menyembuhkan tubuh kita dan menyegarkan tulang-tulang kita. Kita hidup tanpa beban!
Ringkasan T593B
Oleh: Pdt.Dr. Paul Gunadi
Simak judul-judul "Masalah Hidup" lainnya di www.telaga.org
TELAGA MENJAWAB
PERTANYAAN :
Selamat siang Bp.Pdt. Paul Gunadi,
Saya seorang wanita berumur 37 tahun dimana saya sedang mengalami kebingungan dengan kondisi ayah saya. Kurang lebih sebulan ini ayah saya mengalami perubahan secara emosional dan tingkah laku. Dulu ayah saya orang yang jarang berbicara, tetapi sekarang menjadi orang yang banyak omong, saking banyaknya setiap bertemu orang diajak ngobrol, selain itu ayah saya jadi mudah tersinggung dan beliau merasa paling benar dan seperti memunyai "kelebihan" karena sering mendapat bisikan "petunjuk" dan selain itu tingkah lakunya tidak seperti dulu yang lebih banyak diam. Kami sebagai anak merasa khawatir dengan kondisi tersebut jika berkelanjutan. Kemarin sempat opname 5 hari dan ditangani dokter jiwa akan tetapi malah marah dan tersinggung serta mengatakan saya bukan orang gila, mengapa harus memakai dokter jiwa. Latar belakang ayah saya dulu pemeluk "kejawen" dan baru 3 bulan menjadi Kristen. Mungkin banyak sekali beban pikiran yang dipikirkan ayah saya, dari mama yang sering berutang, anak laki-lakinya ada yang meninggal karena dulu menggunakan narkoba, belum lagi hidup satu atap dengan keluarga adik-adik istrinya yang kurang tahu diri, sehingga apa-apa ayah saya yang keluar biaya dan belum lama ribut dengan teman kerja, sehingga ini ada kabar kalau bosnya minta pertimbangan untuk dicutikan atau pensiun saja untuk ayah saya. Demikian Pak Paul, apa dan bagaimana kami harus melakukan agar ayah saya pulih seperti sediakala? Beliau sekarang berusia 63 tahun. Mohon bantuannya, ya Pak, karena kami semua dibuat bingung dan khawatir. Terima kasih banyak sebelumnya.
Salam: Ibu O.F.
JAWABAN :
Ibu O.F.,
Pertama-tama kami ingin memberitahukan Ibu bahwa kami berdoa bagi ayah Ibu supaya Tuhan menjamahnya. Kami pun berdoa bagi Ibu dan keluarga agar diberikan kekuatan dan hikmat menghadapi ayah. Kedua, oleh karena Ibu berdomisili di Sidoarjo, kami dapat merujuk Ibu kepada seorang konselor yang dapat membantu Ibu. Kebetulan konselor ini berdomisili di Surabaya. Namanya Ibu Shirley Indrawati. Beliau adalah pimpinan Joyful Kids (pelayanan anak) dan Abigail (Rumah perawatan gangguan jiwa khusus wanita). Mungkin ada baiknya, Ibu membawa ayah bertemu dengan Ibu Shirley. Oleh karena Ibu Shirley adalah seorang pelayan Tuhan juga, mungkin ayah akan lebih terbuka bertemu dengan beliau. Silakan mencoba menghubungi Ibu Shirley.

Nah, sekarang tentang ayah. Kemungkinan pertama adalah, ia mengalami ketertekanan yang besar dan tekanan yang besar ini mengubah kepribadian dan perilakunya. Berhubung ayah adalah seorang pendiam, ia cenderung menyimpan semua persoalan dan berusaha menanggung beban sendirian. Ia sukar bercerita kepada orang dan tidak mudah berbagi beban. Akhirnya beban ini mematahkan kapasitas mentalnya dan membuatnya kehilangan keseimbangan diri. Seperti bendungan yang bocor, begitulah kondisi ayah saat ini. Ia kehilangan kendali diri sehingga tidak dapat menguasai perkataan dan emosinya. Bila benar inilah penyebabnya, itu berarti kondisi ini hanya berlangsung sementara. Mungkin dalam waktu sebulan lagi, ia mulai mereda dan besar kemungkinan ia akan terus menurun masuk ke alam depresi. Ia akan menutup diri dan menjadi murung.
Kemungkinan kedua adalah ini merupakan pengaruh kuasa gelap. Iblis tidak rela melepaskannya, jadi dalam kondisi rawan, iblis masuk mengeruhkan suasana.
Ibu O.F., silakan menghubungi Ibu Shirley. Untuk sementara, ibu dapat sering-sering mengajak ayah bicara dan dengarkan saja. Tidak perlu dibantah atau dikoreksi. Setelah percakapan, akhiri dengan doa bersama. Mudah-mudahan cara ini dapat mengurangi tekanan yang tengah menindihnya.
Salam: Paul Gunadi
Bertumbuh Tenang Bersama Anak
Oleh : Ev. Anita Sieria, S.Sos., M.Th.
Suatu pagi saya dan suami membicarakan tentang anak-anak kami yang tidak lagi bayi. Dulu saat bayi rasanya ingin mereka segera besar, sekarang saat sudah makin besar rupanya datang dengan pelbagai tantangan untuk usia mereka juga. Ketika ngobrol dengan orang tua lain di sekolah yang anaknya sudah beranjak remaja, mereka berkata bahwa membesarkan dan mengasuh anak remaja akan punya tantangannya sendiri, nikmatilah selagi sekarang mereka masih anak-anak.
Di tengah tantangan zaman yang serba cepat dan banyak sekali informasi serta tips ‘parenting’ yang lewat baik di media sosial maupun dalam pelbagai seminar ‘parenting’, orang tua masih saja bingung bagaimana perlu membesarkan anak-anak. "Pakai cara yang mana?" tanya seorang calon ibu yang kebingungan. Ibu yang lain berkata, "Saya sudah coba banyak cara tetap anak saya kok susah sekali". Mereka bertanya kepada satu sama lain, kemudian menunjuk saya yang seorang konselor. Saya sendiri dan suami jujur tidak sempurna dalam mengasuh dan membesarkan anak-anak kami.
Pagi itu kami membahas salah satu kegagalan berulang kami. Ketika salah seorang anak kami sedang frustrasi dengan tugas sederhana yang ia mesti kerjakan, ketika ia kesal karena berulang kali menghapus tulisan di bukunya dan perlu mengulang jawaban yang sebenarnya singkat, tapi makan tempat karena jarak yang diberikan tidak cukup. Ketika mereka merasa kesal, karena hal-hal sederhana yang bagi kami kekesalan mereka akan hal tersebut hanya akan membuang waktu yang seharusnya dapat mereka pakai untuk melakukan hal yang lebih baik. Di tengah banyak "ketika …" itu-lah kami berulang gagal menjadi tempat aman yang memahami betapa hal sederhana itu penting bagi mereka dan bahwa yang mereka perlukan adalah menumpahkan kekesalannya dulu dan bahwa ketika mereka kesal, mereka masih disayang dan ditemani. Akhirnya kami menyadari bahwa kekesalan mereka memantik perasaan tidak nyaman dalam diri kami sebagai orang tua dan sering kali perasaan tidak nyaman dalam diri kami-lah yang berupaya kami redakan dengan menyuruh mereka segera diam dan segera tenang.

Pagi itu kami mencoba membayangkan berada di posisi mereka. Coba bayangkan Anda sedang frustrasi dan kesal karena jemuran kena hujan lalu seseorang datang dan berkata: "Sudahlah begitu saja kok kesal tinggal dicuci lagi dan dijemur ‘kan?". Mungkin Anda juga akan kesal karena orang tersebut tidak tahu betapa sulitnya tadi menyempatkan waktu untuk mencuci dan menjemurnya. Coba bayangkan Anda terburu-buru hendak pergi lalu baju ketumpahan kopi, kemudian seseorang berkata: "Sudahlah tinggal ganti ‘kan bajunya?" Tanpa orang tersebut tahu berapa lama Anda memilih baju itu tadi, mungkin Anda akan kesal juga ‘kan?
Nah bayangkan jika hal-hal sederhana yang bisa kita atasi sebagai orang dewasa saja masih bisa membuat kita kesal, bagaimana dengan anak-anak yang masih belajar mengelola emosinya dan masih terbatas kemampuan menyelesaikan masalahnya. Barangkali bagi kita sederhana, bagi mereka tidak sesederhana yang kita kira. Kalau kita boleh frustrasi dan kesal, mengapa mereka tidak diberi ruang untuk kesal dan frustrasi sejenak? Baru setelah mereka tenang kita bisa bertanya dan tawarkan bantuan.
Ketika anak frustrasi dan mengekspresikannya, ketenangan kita akan menolongnya meregulasi emosinya. Dimulai dari kita dulu meregulasi perasaan kita sehingga ketenangan kita tidak bergantung pada tenang atau "tantrum"nya anak-anak kita. Dimulai dari kita dulu memberi ruang untuk kita boleh salah dan gagal supaya kita lebih punya ruang untuk menoleransi kesalahan dan kegagalan anak-anak kita, sehingga mereka punya kita sebagai tempat amannya untuk gagal-jatuh dan bangkit-bertumbuh. Dimulai dari kita dulu melihat ketidaksempurnaan sebagai ruang bertumbuh sehingga ketika anak tidak sempurna kita melihatnya sebagai ruang untuk kita mengajarnya (teachable moment) dan bahkan tanpa kata-kata, ketika mereka melihat kita tenang dan menghadapi situasi yang ada, mereka belajar dari sana.
Saya tahu lebih mudah mengatakan daripada menjalaninya, tetapi percayalah tugas sebagai orang tua akan membawa kita bertumbuh juga. Bukan hanya anak-anak yang bertumbuh, tetapi kita juga bertumbuh bersama mereka.


POKOK DOA (November 2025)
Tahun 2025 tinggal 1 bulan lagi akan berakhir. Musim penghujan telah dirasakan di sebagian besar wilayah Indonesia. Ada tiga provinsi di Aceh dan Sumatera Utara serta Sumatera Barat yang terkena banjir bandang dan longsor. Beberapa pokok doa syukur dan doa permohonan dari program TEgur sapa gembaLA keluarGA (TELAGA), Pusat Konseling Telaga Kehidupan (PKTK) Sidoarjo dan Pusat Konseling Telaga Pengharapan (PKTP) Jember adalah sebagai berikut:
- Bersyukur dalam bulan November 2025 telah dikirimkan bahan rekaman Telaga ke Radio YTWR/Askara di Kota Wisata Batu dan Radio Nests FM di Kepulauan Mentawai.
- Bersyukur radio Suara Pembaruan FM di Waingapu transmitter sudah jadi dan masih diuji coba, mudah-mudahan dalam bulan Desember 2025 sudah dapat mengudara kembali.
- Doakan untuk radio Kristal-J2 di Jayapura sudah sekitar 2 bulan tidak siaran langsung karena server hosting penyedia bermasalah dan sedang dalam perawatan. Tetap doakan juga untuk radio Swaranusa Bahagia AM di Jayapura yang hanya memutar lagu saja atau kadang me-‘relay’ dari radio Bahana Sangkakala FM.
- Apabila Tuhan berkenan, doakan agar ada tambahan 1 rekaman lagi dalam bulan Desember 2025.
- Tetap doakan untuk pemerintah Indonesia yang telah 1 tahun dilewati, pimpinan Tuhan kepada Presiden, Wakil Presiden, para Menteri dan Wakil Menteri serta segenap jajarannya, agar dapat bersehati dalam mengelola berbagai permasalahan bukan saja di Pulau Jawa, akan tetapi di seluruh wilayah Indonesia.
- Kita doakan untuk penanganan banjir bandang dan longsor yang terjadi di Aceh, Sumatera Utara dan Sumatera Barat agar pemerintah dapat segera mengatasi dan menangani bencana ini, khususnya bagi keluarga korban yang meninggal dunia.
- Untuk setiap pertolongan dan pimpinan Tuhan bagi pelayanan Pusat Konseling Telaga Kehidupan (PKTK) Sidoarjo sampai saat ini.
- Bersyukur untuk penyertaan Tuhan kepada Ibu Anita Sieria yang sudah kembali dari studinya di Filipina, kiranya Tuhan menolong dalam menyelesaikan setiap tugas sehubungan dengan studinya.
- Doakan untuk kesatuan hati dari tim Telaga Kehidupan dan semua konselor yang melayani di Pusat Konseling Telaga Kehidupan (PKTK) Sidoarjo.
- Doakan untuk setiap klien yang Tuhan percayakan agar supaya bisa mendapatkan pertolongan dan jalan keluar dari apapun yang saat ini sedang dihadapi.
- Doakan untuk hikmat dan tuntunan Tuhan bagi semua yang terlibat di Pusat Konseling Telaga Kehidupan (PKTK) Sidoarjo pada tahun 2026.
- Puji syukur kepada Tuhan Yesus yang telah membuka kesempatan kepada Pusat Konseling Telaga Pengharapan untuk melayani perayaan Natal di Sekolah Kristen Benih Harapan pada tanggal 9 Desember 2025. Pada kesempatan ini Sekolah Kristen Benih Harapan menyelenggarakan ‘Talk Show Parenting’ dengan tema "Komunikasi Menyatukan Kita dalam Keluarga" yang bertujuan untuk meningkatkan pemahaman dan keterampilan orang tua dalam mendampingi tumbuh kembang anak di era modern. Kiranya hikmat Tuhan memimpin Ev. Sri Wahyuni untuk menyampaikan pesan Natal bagi para orang tua yang hadir.
- Doakan untuk tim Telaga Pengharapan yang sedang menyusun program kerja tahun 2026. Tuhan memberikan hikmat, ide-ide kreatif, kemampuan dan kerja sama yang baik sehingga pelayanan pekerjaan Tuhan dapat menjangkau banyak jiwa dan menjadi berkat.

