Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi di mana pun Anda berada, Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Acara ini diselenggarakan oleh Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) bekerja sama dengan radio kesayangan Anda ini. Saya Stella akan berbincang-bincang dengan Bapak Penginjil Sindunata Kurniawan, MK. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling keluarga. Perbincangan kami kali ini adalah tentang "Pagar Perlindungan Diri". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
St : Pak Sindu, belakangan ini saya mendengar ada kisah-kisah kejatuhan orang-orang yang "sudah tinggi kerohaniaannya", misalnya hamba Tuhan ataupun artis rohani yang terkenal. Akhirnya mereka didapati jatuh dalam dosa, misalnya dalam dosa perselingkuhan ataupun korupsi. Apakah Bapak juga melihat gejala atau peristiwa yang sama ?
SK : Ya, Bu Stella. Itu jadi hal-hal yang memprihatinkan ya. Saya juga cukup sering mendengar peristiwa-peristiwa itu, terutama ketika melayani di kota-kota yang berbeda, ada majelis yang cerita kepada saya. "Bagaimana ini, Pak. Masa kami para majelis yang harus mendamaikan hamba Tuhan yang sedang bertengkar. Padahal sudah S2, Pak. Padahal pada waktu masuk ke gereja kami, hamba Tuhan ini baik dan menjadi teladan. Tapi setelah sekian tahun sepertinya berubah menjadi gila kekuasaan, gila uang dan kehidupan rohaninya tidak seperti yang mereka praktekkan di depan mata kami."
St : Jadi sebetulnya apa yang terjadi di balik semua itu, Pak ?
SK : Fenomena ini sejalan dengan apa yang dinyatakan oleh Lord Brighton. Dia menyatakan dalam bahasa Inggris "Power tends corrupt. Absolutely power is absolutely corrupt". Kalau diterjemahkan: kekuasaan itu cenderung korup, mencari kepentingannya sendiri. Apalagi kekuasaan yang absolut / mutlak. Maka korupnya mencari kepentingan dirinya sendiri itu benar-benar semakin mutlak.
St : Maksudnya seperti sistem pemerintahan dulu yang monarki ya, Pak. Semuanya mutlak malah jadinya berantakan.
SK : Betul. Perkataan Lord Brighton memang sering dikutip dalam buku atau koran yang membahas tentang politik dan kekuasaan. Jadi tepat seperti yang Bu Stella sampaikan, situasi itulah yang terjadi dalam pemerintahan era lama jaman monarki sistem kerajaan dimana kuasa raja itu mutlak. Kalau rajanya baik maka baiklah negerinya. Tapi kalau rajanya korup, maka pemerintahannya jadi kacau.
St : Karena semua orang harus mengikuti semua yang dikatakan oleh raja tersebut.
SK : Benar. Menjadi titik lemah ketika raja itu tidak memiliki kestabilan dalam nuraninya, moralitasnya, keadilannya. Maka dia akan menyelewengkan kekuasaan itu bagi dirinya sendiri.
St : Maka dari itu mungkin muncul yang namanya Trias Politika ya, Pak. Yang ada tiga jenis kekuasaan yaitu legislatif, yudikatif dan eksekutif.
SK : Benar, Bu Stella. Makanya itulah kekuasaan monarki minimal lewat Revolusi Prancis ditumbangkan dan muncullah pemerintahan demokratis atau negara demokrasi yang berdiri atas 3 pilar. Dengan tujuan saling mengawasi satu sama lain, tidak ada lagi kekuasaan yang mutlak.
St : Jadi semua ada bagiannya sehingga tidak bisa semua keputusan dipegang oleh satu orang atau semua peraturan ditetapkan oleh satu orang.
SK : Betul. Makanya kalau kita lihat dalam Alkitab di Perjanjian Lama kita mengenal model Trias Politika yaitu pada kekuasaan raja, kekuasaan nabi dan kekuasaan imam. Masing-masing punya kewenangan dan otoritas yang tidak bisa dilanggar satu sama lain. Rupanya itu desainnya Allah. Rupanya Allah tahu bahwa jika manusia diberi kekuasaan yang mutlak maka mudah dia selewengkan untuk dirinya sendiri oleh karena sinful nature. Karena kita butuh diawasi atau memberi pertanggungjawaban kepada orang lain supaya tidak menyeleweng.
St : Tapi bukankah setelah kita menerima Kristus, kita ditebus dan menjadi ciptaan baru? Apakah ciptaan baru tetap bisa jatuh separah itu, Pak ?
SK : Iya. Menarik ya. Kita adalah ciptaan baru, itu kata Tuhan. Kita adalah manusia baru yang dibebaskan dari hukum perbudakan dosa. Tetapi juga firman Tuhan yang sama menyatakan kita adalah ciptaan baru yang masih tetap dalam kemah yang lama. Artinya kita di dalam tubuh daging kita yang masih dikuasai oleh hukum dosa. Sehingga terjadi peperangan rohani sejak kita lahir baru. Ada keinginan hidup rohani, kehidupan yang taat kepada Allah dan tunduk kepada Roh Kudus; tapi tubuh manusia lama kita, kemah lama kita ini tunduk pada hukum kedagingan yang ingin memuaskan hawa nafsu. Kondisi peperangan rohani inilah yang membuat kalau kita tidak sepenuhnya tunduk pada Roh Kudus tiap hari tiap saat, maka kita akan tunduk pada hukum kedagingan kita dan kita akan jatuh memuaskan hawa nafsu dosa kita.
St : Jadi sekalipun kita sudah ditebus, kita punya status sebagai manusia baru tetapi kita masih hidup dalam dunia yang penuh kedagingan, jadi kita perlu berjuang setiap hari untuk bisa menang ya, Pak ?
SK : Benar. Untuk itulah kita perlu punya pagar perlindungan diri. Supaya di tengah perjuangan kita untuk setia sampai garis akhir dalam pertandingan iman kita, mengakhiri pertandingan iman dengan baik, bagaimana supaya kita tetap di dalam jalurnya Tuhan, hidup di dalam kebenaran dan kekudusan sebagaimana Roh Allah yang ada di dalam kita dan tidak mengikuti hukum hawa nafsu kedagingan yang ada dalam tubuh manusia lama ini. Untuk itu kita butuh pagar perlindungan diri.
St : Apa yang dimaksud dengan pagar perlindungan diri ? Seperti apa itu ?
SK : Untuk melindungi diri, sebagaimana rumah kita, rumah yang aman, rumah yang sehat, dia akan punya pagar yang jelas supaya tidak sembarang orang memasuki rumah ini. Demikian juga kita kalau kita mau hidup aman dalam konteks kekudusan, kebenaran, kemurnian kita di depan Allah adan manusia, maka kita perlu punya sistem pagar itu.
St : Yang dimaksud dengan pagar itu dari sisi mana saja, Pak ?
SK : Sistem pagar perlindungan diri yang saya maksudkan disini adalah dalam konteks relasi kita dengan manusia. Jadi kita perlu punya pagar perlindungan dari atas, dari samping dan dari bawah. Semuanya berkenaan dengan relasi kita dengan sesama manusia.
St : Tolong jelaskan tentang pagar perlindungan diri dari atas.
SK : Maksudnya pagar perlindungan dari atas adalah adanya mentor atau pembimbing yang kepadanya kita bersedia setiap saat memberi pertanggungjawaban atas integritas hidup kita dari berbagai sisi.
St : Jadi maksudnya orang yang bisa kita percaya, orang yang lebih dewasa dari kita untuk kita bisa mengakui kelemahan dan keterbatasan kita ?
SK : Betul. Dan orang itu sekaligus punya kewenangan atau hak untuk bertanya kepada kita.
St : Maksudnya ?
SK : Misalnya, "Sindu, bagaimana hubunganmu dengan istrimu selama dua-tiga bulan terakhir ? Apakah relasi kalian baik, atau sedang lampu kuning, lampu merah, atau lampu hijau ? Bagaimana kehidupan seksualitasmu, Sindu ? Bagaimana perekonomianmu ? Bagaimana kamu dalam soal menjalankan tugas dan tanggung jawabmu, apakah kamu cukup setia atau kamu ada hal-hal di belakang yang kamu lakukan sembunyi-sembunyi atau tidak prosedural ? Dalam hal ini ada nilai-nilai yang kita tidak nyaman untuk membuka diri kepada orang lain, mentor sebagai pagar perlindungan dari atas punya hak dan kewenangan untuk mempertanyakan secara teratur dalam pertemuan-pertemuan tersebut untuk mempertanyakan integritas dan pertanggungjawaban kita dari berbagai sisi.
St : Kalau begitu kita bisa dapat mentor dari mana, Pak ?
Sk : Dalam hal ini kita perlu mencari orang yang kita pandang cukup dewasa, cukup matang dibandingkan kita, orang yang cukup punya pengalaman hidup dalam berbagai sisi. Kalaupun dia bukan orang yang usianya jauh lebih tinggi dari kita mungkin usianya sebaya atau sedikit lebih muda, tidak apa-apa, asal dia memiliki hikmat, relasi dengan Tuhan yang baik, punya kematangan diri yang baik, nah kita bisa menjadikannya mentor. Tentunya lewat sebuah perkenalan, kesepakatan terlebih dulu, "Apakah Bapak/Ibu bersedia menjadi mentor saya dengan batasan-batasan seperti ini ?" Dari percakapan itu kita bisa memulai perjalanan mentoring ini.
St : Tapi pasti bukan hal yang mudah untuk bercerita hal-hal yang sangat pribadi apalagi kepada orang yang "di luar" kita, di luar keluarga kita.
SK : Betul. Inilah tanda kedewasaan rohani. Kalau kita lihat teks firman Tuhan bahwa Allah merancang kita sebagai ciptaan baru itu bukan untuk hidup yatim piatu secara rohani atau hidup seorang diri. Tuhan justru melahirbarukan kita untuk masuk ke dalam keluarga Allah yaitu gereja. Jadi keluarga Allah dan gereja yang sesungguhnya adalah ada relasi yang terbuka dan transparan. Jadi kalau kita mau menghayati apa yang Tuhan desain sejak kita lahir baru maka kita seharusnya punya komunitas dimana kita bisa membuka diri dan bisa memberi pertanggungjawaban. Salah satu wujud perlindungan diri ini adalah adanya mentor. Memang ini butuh langkah iman, kebersediaan kita. tapi kalau kita bersedia, saya yakin kita akan menikmati perlindungan dan kemajuan. Makanya dalam hal ini kita perlu sepakati dulu dengan mentor tentang prinsip kerahasiaan, bahwa mentor kita bersedia berjanji bahwa apa yang dipercakapkan dengan kita dan kita membuka diri kepada beliau tidak akan diberitahukan, diinformasikan, disiarkan kepada orang lain, termasuk tidak akan dijadikan ilustrasi khotbah.
St : Hahaha. Benar.
SK : Ya. Biasanya itu godaannya hamba Tuhan. Jadi, harus pribadi yang bisa dipercayai dan menjaga rahasia.
St : Jadi kita juga perlu berdoa minta hikmat Tuhan untuk menunjukkan mentor mana yang tepat untuk kita mintai bimbingan ya.
SK : Betul. Tentunya kita tidak gegabah tapi kita menjajagi dan tentunya kita bisa bertemu dengan orang tersebut ketika kita mendoakan dan menjajagi.
St : Kalau pagar perlindungan dari samping itu siapa saja, Pak ?
SK : Pagar perlindungan dari samping yaitu rekan-rekan sebaya, Bu Stella. Yaitu orang-orang yang sebaiknya sejenis kelamin – pria dengan pria, wanita dengan wanita – yang usianya juga mirip dengan kita atau tidak terlalu beda jauh, dan memiliki satu pergulatan hidup yang mirip. Kalaupun pergulatan hidup tidak mirip, minimal sesama pria dalam kelompok usia yang tidak terlalu beda jauh. Rata-rata kalau kita pria akan mirip dengan kelompok usia yang beda 5-7 tahun. Atau dengan wanita yang bedanya kira-kira 7 tahunan. Tentunya akan ada tema-tema yang mirip. Jadi, paling gampang ya jenis kelamin dengan kelompok usia. Disanalah karena kita memiliki usia yang cukup mirip, jenis kelamin yang sama, kita bisa saling membuka diri dengan pergumulan kita satu sama lain. Jadi, rekan sebaya. Disana kita perlu saling mengikatkan diri dalam satu kontrak kerahasiaan sebagaimana kalau kita punya mentor atau pembimbing tadi. Bahwa kita saling terbuka, transparan, termasuk saling mendukung, bukan saling menghakimi tapi saling mendukung di tengah keterbukaan itu untuk kita berjalan seiring bertumbuh.
St : Apakah memungkinkan adanya kelompok seperti ini ? Karena sekarang ini lebih susah mencari orang yang dapat dipercaya apalagi rekan-rekan sebaya dimana kita bisa menceritakan diri kita apa adanya.
SK : Memang susah, seperti kita susah mendapatkan mentor tadi. Tapi sekali lagi, susah bukan berarti mustahil, Bu Stella. Jadi masih mungkin. Kalau kita kembali ke teks firman Tuhan, itulah panggilan kita bahkan kewajiban kita yang Tuhan gariskan, untuk bertumbuh kita butuh komunitas tubuh Kristus. Dalam hal ini kita bisa bagikan kerinduan ini pada beberapa rekan sejenis kelamin. Coba kita lihat dan doakan sambil kita dekati satu per satu. Saya usul minimal kita cari dua teman, jadi kita bertiga. Kalau hanya berdua itu komitmennya lebih lemah daripada kalau bertiga. Tiga sampai lima dan maksimal tujuh orang. Saya yakin bisa kita dapatkan. Bisa dari satu gereja tempat kita beribadah dan melayani, atau tidak harus satu gereja, paling tidak ada dalam satu wilayah tempat tinggal kita, supaya bisa ketemu. Ketemu paling tidak sebulan dua kali. Jadi, tidak perlu seminggu sekali ya. Sebulan dua kali itu sudah memadai.
St : Apa saja yang dilakukan dalam pertemuan tersebut ?
SK : Bervariasi ya. Kita bisa membuat semacam proyek pertumbuhan. Kita belajar apa ? Topik apa ? Misalnya tentang pria dalam Kristus. Topik tentang pria dan pekerjaannya. Wanita di dalam Kristus. Wanita dengan kehidupan sebagai istri dan ibu. Jadi kita bisa pakai buku, notabene kita bersyukur di masa sekarang ada banyak buku bagus baik karya orang Indonesia maupun buku terjemahan dari bahasa Inggris – itu bisa jadi buku yang baik. Atau kita PA sederhana dengan topik tertentu, teks-teks tertentu kita gali, kita PA dalam pertemuan satu setengah sampai dua jam itu. Selain itu kita bisa variasi dengan makan bersama, dan ada saatnya kita piknik bersama. Yang laki-laki, sejak beberapa tahun lalu ‘kan tren konvoi motor gede (Moge). Kita tidak harus punya Moge, motor biasa juga tidak apa-apa. Konvoi Mocil (Motor kecil)! Tanpa harus melanggar lampu merah ya. Iring-iringan, mancing bersama, jalan pagi bersama menikmati dan merayakan kepriaannya. Bagi yang perempuan bisa masak bersama, nonton film bersama, menikmati dan merayakan kewanitaannya. Kita juga bisa bercerita, membuka rahasia kita, dan ada kesepakatan untuk tutup mulut, tidak disiarkan, ada perlindungan. Kasih menutupi banyak pelanggaran. Kita saling mendukung dan saling mendoakan. Ini menjadi pagar perlindungan yang kedua, Bu Stella.
St : Baik sekali seperti itu ya. Kalau pagar perlindungan dari bawah itu seperti apa, Pak ?
SK : Pagar perlindungan dari bawah maksudnya ada seorang atau beberapa orang yang menjadi mentoree/mentee atau orang yang kita bombing yang kepadanya kita terpanggil untuk memberi pengajaran, membagikan hidup, menjadi teladan dalam kebenaran dan kekudusan hidup.
St : Seperti ada orang-orang yang baru bertobat atau baru ingin mengenal Kristus dan kita membimbing mereka ya, Pak ?
SK : Ya. Bisa seperti itu. Atau orang-orang yang memang sudah lebih lama menjadi murid Kristus dan dia ingin bertumbuh lebih lanjut, lebih spesifik dalam hal tertentu. Maka kita menjadi mentor atau pembimbingnya. Kalau yang pertama kita mencari mentor, yang ketiga kitalah yang menjadi mentor bagi orang lain.
St : Apa pentingnya kita menjadi pembimbing bagi orang lain ? Kenapa ini bisa dijadikan pagar ?
SK : Ini menjadi pagar karena kita perlu belajar sesuatu ketika seorang mulai membimbing dengan topik tertentu, kita ‘kan juga harus menggali bersama-sama dia, mendoakan dia dan kita mengecek hidup dia. Secara alami ada tuntutan dari hati kita, dari suara Roh Kudus, "Sindu, kamu mengajar begini. Kamu minta orang yang kamu bombing untuk begini. Berarti kamu juga harus seperti itu, Sindu." Jadi seperti ada suara batin yang mengingatkan kita. Istilahnya jangan hanya ‘omong doang’ (hanya ucapan saja) tapi harus kamu lakukan. Lewat proses pembimbingan ini kita juga bisa belajar dari orang yang kita bombing. Dan kita pun ada semacam tuntutan dari nurani kita untuk menjadi teladan. Ini menjadi salah satu pagar agar hidup kita tidak sembrono. "Sindu, kamu sudah punya orang yang melihat hidupmu, yang mau bertumbuh lewat kehidupanmu. Maka, Sindu, jangan hidup sembrono. Sekalipun kamu tidak dilihat orang lain, tapi hidup yang tidak dilihat orang lain pun harus kudus dan benar. Kamu minta orang yang kamu bombing untuk kudus dan benar dalam segala situasi. Maka kamu pun harus kudus dan benar dalam segala situasi sekalipun tidak ada orang lain yang melihatnya." Nah, ini menjadi salah satu pagar perlindungan kita.
St : Saya jadi teringat satu lagu yang syairnya itu "Hidupmu kitab terbuka, dibaca oleh sesamamu". Seperti itu ya, Pak ?
SK : Benar. Itu menjadi satu poin dan pagar perlindungan diri kita, Bu Stella.
St : Sepertinya kalau yang pagar perlindungan dari bawah ini lebih mudah ya, Pak ? Sepertinya lebih banyak yang bisa kita bombing.
SK : Benar. Sebenarnya ini hal umum. Pagar perlindungan dari bawah rata-rata kita punya. Kalau kita terjun dalam dunia pelayanan baik sebagai jemaat yang melayani apalagi sebagai hamba Tuhan, kita bisa punya 1-100 mungkin. Apalagi kalau kita sebagai pemimpin lembaga pelayanan ya, kita bisa punya orang-orang yang sering kita khotbahi, kita ajari, kita nasehati. Sebenarnya ini pagar perlindungan yang paling umum yang kita punyai.
St : Sepertinya memang ini lebih umum dibandingkan dengan yang ke atas dan yang ke samping.
SK : Betul. Inilah yang menjelaskan kenapa sekian hamba Tuhan, tokoh rohani, tokoh gereja, tokoh Kristen yang kita kagumi, bahkan di level nasional atau dunia internasional bisa jatuh dalam dosa yang drastik. Karena mereka tanpa disadari hanya punya pagar perlindungan dari bawah. Pagar dari atas – mentor yang mengecek hidup mereka – dan pagar dari samping – rekan sebaya dimana mereka bisa terbuka setiap saat dalam pergumulan mereka untuk mendapat dukungan – tidak mereka punyai. Ini sudah menjadi titik rawan, lampu kuning, membuat kita yang tidak punya pagar atas dan bawah akan rawan jatuh dalam dosa.
St : Karena biasanya memang orang-orang yang kita bombing mungkin tidak tahu secara mendalam ataupun mereka juga tidak berani menegur kita sebagai pembimbingnya ?
SK : Betul. Itu sisi lemah pagar dari bawah. Kalau kita terbiasa hidup dalam dua dunia – "Pokoknya saya sebagai pengkhotbah, konselor, majelis, pemimpin rohani, guru Sekolah Minggu sudah mengajarkan itu. Perkara saya melakukannya atau tidak, kamu tidak perlu tahu. Itu privasi saya." Ketika kita sudah punya pernyataan begitu dan kita lakukan, tinggal tunggu tanggal mainnya ketahuan atau tidak akhirnya kita jatuh dalam dosa, gagal dalam integritas kita.
St : Istilahnya kita tidak punya sahabat yang menegur dan mengingatkan kita ya.
SK : Betul. Ini jadi titik rawan kita. jadi kita perlu punya pagar dari atas dan dari samping ini. Kita perlu doakan, perjuangkan dan wujudkan.
St : Bagian Alkitab mana yang mendasari pembahasan kita kali ini ?
SK : Saya bacakan dari Pengkhotbah 4:9 yang berbunyi: "Berdua lebih baik daripada seorang diri. Karena mereka menerima upah yang baik dalam jerih payah mereka." Firman Tuhan sendiri sudah menggariskan "berdua itu lebih baik daripada seorang diri". Hidup butuh rekan. Hidup butuh mentor. Hidup butuh rekan-rekan sebaya yang kita bisa aman saling terbuka, termasuk orang-orang yang kita layani. Dengan demikian maka kita akan berhasil mengakhiri pertandingan iman dengan baik sampai masa tua dan akhir hidup kita.
St : Saya jadi ingat satu ayat di Perjanjian Baru yang "bertolong-tolonganlah menanggung bebanmu". Dimana itu, Pak ?
SK : Itu di dalam Surat Galatia 6:2, "Dengan kita saling bertolong-tolongan menanggung beban, kita sedang memenuhi hukum Kristus". Hidup yang tidak terpisah melainkan hidup yang saling memerhatikan satu sama lain itu memang garisnya Kristus, Bu Stella. Jadi memang sepatutnya kita membuka diri juga untuk mau jadi mentor bagi orang lain. Menjadi rekan pertumbuhan rekan sebaya bagi orang lain.
St : Berarti kita juga perlu membuka diri untuk meminta pertolongan supaya kita pun bisa ditolong ya, Pak ?
SK : Betul. Kalau ada mentor dan rekan sebaya itu kita bisa SMS setiap saat ada godaan. Sekarang ‘kan musim kita mudah SMS, rata-rata kita sudah punya ponsel. Mari gunakan SMS itu sebagai sistem komunikasi instan dan segera ketika kita ada di dalam godaan dosa apapun yang menjadi titik rawan kita, kita bisa SMS "Tolong doakan". Ketika itu terjadi sesungguhnya godaan dan kerawanan itu akan terangkat ke permukaan, menguap. Keliru kalau kita berbicara, "Saya khilaf. Sebenarnya itu bukan saya tapi karena iblis yang menguasai saya sehingga saya jatuh dalam dosa". Tidak ! Mayoritas dosa itu ada prosesnya, ada tahap demi tahap. Kalau sedari dini kita membuka diri pada mentor dan rekan sebaya, ketika di tahap pertama dan kedua, kita bisa langsung mendapat pertolongan, tidak sampai terperosok ke tahap selanjutnya sehingga kita merasa tidak bisa keluar dari dosa atau perangkap iblis ini, Bu Stella.
St : Akhirnya kita tidak lagi menjadi batu sandungan bagi lebih banyak orang ya.
SK : Ya. Ini juga perlu kita pikirkan. Masalah dosa bukan masalah sepele. Tidak ada sesuatu yang kita lakukan dengan sembunyi-sembunyi yang tidak akan pernah terbuka. Dan apa yang terbuka pun dampaknya besar, yaitu bagi reputasi kita, bagi keluarga yang kita kasihi, termasuk orang-orang yang selama ini mempercayakan hidupnya untuk kita layani. Jadi, mari rapatkan barisan. Tahu diri lemah dan cari rekan pertumbuhan dan pertanggungjawaban sebagai pagar perlindungan diri kita.
St : Terima kasih untuk perbincangan kita kali ini, Pak Sindu. Para pendengar sekalian, terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bapak Penginjil Sindunata Kurniawan, MK. dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Pagar Perlindungan Diri". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini, silakan menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 56 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@telaga.org. Kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org. Saran-saran, pertanyaan, serta tanggapan Anda sangat kami nantikan. Akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa dalam acara TELAGA yang akan datang.