Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi di mana pun Anda berada, Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Acara ini diselenggarakan oleh Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) bekerja sama dengan radio kesayangan Anda ini. Saya Stella akan berbincang-bincang dengan Bapak Penginjil Sindunata Kurniawan, M.K. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling keluarga. Perbincangan kami kali ini adalah tentang "Memahami HIV AIDS". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
St : Pak Sindu, belakangan ini kita sering mendengar baik di media cetak maupun media elektronik tentang HIV AIDS. Sebenarnya apa HIV dan AIDS itu? Apakah sama atau berbeda?
SK : Benar, Bu Stella. HIV AIDS itu menjadi hal yang semakin umum kita dengar bahkan kita bahas dalam keseharian kita. HIV AIDS masing-masing memiliki kepanjangannya. HIV adalah singkatan dari bahasa Inggris yaitu Human Immunodeficiency Virus atau virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh. Virus ini melemahkan kemampuan tubuh di dalam melawan infeksi dan penyakit. Sementara AIDS itu adalah singkatan dari Acquired Immune Deficiency Syndrome, artinya sekumpulan gejala dan atau infeksi yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh sebagai akibat infeksi virus HIV. Jadi, memang virus HIV inilah yang menjadi penyebab. Tanpa pengobatan, orang yang mengalami HIV Positif bisa bertahan hidup 9 – 11 tahun – tergantung tipenya – dan ujungnya adalah kondisi sindrom AIDS itu tadi, dimana kekebalan tubuhnya rusak. Akibatnya, misal hanya gara-gara flu, orang yang menyandang AIDS bisa meninggal. Sesungguhnya keliru kalau AIDS itu disebut penyakit. AIDS itu bukan penyakit tetapi kumpulan gejala yang menampakkan kekebalan tubuh yang menghilang.
St : Jadi, HIV adalah virusnya yang mengakibatkan AIDS.
SK : Betul. Ujung HIV adalah AIDS. Jadi, sejak orang positif mengidap HIV (istilahnya HIV Positif) itu memakan waktu sekian tahun baru memasuki gejala AIDS, maka orang menyebutnya HIV AIDS dan akhirnya menjadi satu isu –memang itu satu rangkaian tetapi tidak sama. Virusnya HIV, kemudian ketika terjangkit HIV Positif yang masanya cukup panjang atau sekian tahun, bila tanpa pengobatan maka akan lebih cepat memasuki fase AIDS, dimana sindrom mengalami gejala-gejala menghilangnya kekebalan tubuh.
St : Pak, apakah jumlah orang-orang yang terjangkit HIV AIDS ini mengalami peningkatan ?
SK : Ya. Sejak pertama kali disinyalir tahun 1981, HIV AIDS mengglobal. Bahkan disinyalir asal muasalnya dari Afrika Sub-Sahara tetapi kemudian berkembang ke Eropa, Amerika Serikat dan seluruh penjuru dunia. Secara global, karena sudah ada penanganan tingkat dunia yang sangat baik dalam pencegahan dan penanganannya, sehingga secara global infeksi HIV AIDS ini cenderung menurun. Data tahun 2013 infeksi HIV tingkat dunia mencapai 2,3 juta dimana ini mengalami penurunan sebanyak 33% sejak tahun 2001.
St : Itu wabah yang mematikan di dalam sejarah dunia. Bagaimana dengan di Indonesia sendiri ?
SK : Ya. Memang ini menjadi wabah dunia bahkan disimpulkan sebagai salah satu wabah paling mematikan dalam sejarah dunia. Sementara di Indonesia sendiri sejak pertama kali ditemukan infeksi HIV tahun 1987 sampai data yang saya dapatkan Desember 2013, HIV sudah tersebar di 368 dari 497 kota atau kabupaten di seluruh Indonesia. Disimpulkan, setiap 25 menit di Indonesia, ada 1 orang akan terinfeksi virus HIV. Bahkan 1 dari 5 orang yang terinfeksi ini berusia di bawah 25 tahun yang notabene usia produktif.
St : Kalau begitu cukup tinggi, Pak Sindu ?
SK : Betul ! Bahkan disimpulkan Indonesia masih merupakan negara di Asia Tenggara dengan pertumbuhan HIV paling tinggi, dimana peningkatannya sebesar 162% di tahun 2014 dibandingkan tahun 2001. Jadi, dalam rentang 13 tahun peningkatannya 162% sehingga menjadi negara Asia Tenggara yang paling tinggi dalam pertumbuhan penularan virus HIV ini.
St : Apakah mereka yang terjangkit itu adalah pemakai narkoba atau memang orang-orang yang melakukan seks bebas ?
St : Ya. Benar yang disampaikan oleh Ibu Stella. Masyarakat awam lebih banyak mengaitkan penderita HIV AIDS sebagai pecandu narkoba khususnya yang menggunakan jarum suntik, atau yang seks bebas. Bahkan di masa lalu pada awal masuk di Indonesia awal 1980an, AIDS "diplesetkan" menjadi Akibat Intim Dengan Sesama. Jadi, ada anggapan hanya kaum homoseksual yang mengalami AIDS. Tapi rupanya data Kementerian Kesehatan Indonesia cukup mencengangkan yaitu angka terbesar berdasarkan kelompok pekerjaan orang yang menyandang HIV AIDS sebanyak 9.096 orang adalah ibu rumah tangga !
St : Bagaimana bisa, Pak ?
SK : Ya. Angka ini adalah data penggabungan atau kumulatif sepanjang tahun 1987 sampai September 2015. Memang seperti yang ditanyakan oleh Bu Stella, mengapa bisa terjadi ? Sangat diduga ibu-ibu rumah tangga ini rentan tertular virus HIV dari suaminya. Suaminya merupakan orang yang punya perilaku berisiko tinggi. Artinya kehidupan seksnya adalah kehidupan seks di luar nikah. Melakukan hubungan seks dengan wanita-wanita lain yang bukan istri, pelacur atau Pekerja Seks Komersial, tertular virus HIV, lalu ditularkan kepada istrinya. Sehingga angka ibu rumah tangga yang menderita HIV sangat besar. Ironi memang.
St : Iya. Karena mereka hidup baik-baik malah terjangkit.
SK : Betul. Akhirnya kita perlu memahami dan menyadari bahwa penyandang HIV Positif atau AIDS jangan dihakimi sebagai orang yang tidak bermoral. "kamu pasti suka seks bebas. Kamu pasti pecandu narkoba. Kamu pasti homoseks." Padahal kenyataannya angka terbesar adalah bukan kategori orang-orang yang kita anggap bersalah secara moral. Tetapi dari orang-orang yang hidupnya cukup baik dan bermoral, di antaranya sebagian besar ibu rumah tangga.
St : Kalau begitu kasusnya, banyak juga yang ditularkan kepada anak-anak ataupun bayi-bayi karena ibu cenderung hamil dan menyusui ?
SK : Bisa demikian. Karena itu penderita HIV AIDS juga anak-anak yang tidak bersalah. Di antaranya termasuk perawat dan paramedis yang kurang berhati-hati dalam menangani orang-orang dengan HIV Positif. Dalam ketidakhati-hatiannya itu dia bisa mengalami HIV Positif.
St : Apakah HIV adalah jenis virus yang memang cepat menular ?
Sk : Sesungguhnya virus HIV adalah jenis virus yang rapuh. Tidak bisa bertahan lama di luar tubuh manusia. Tetapi memang virus ini bisa menular lewat cairan tubuh yang kental. Yang dimaksud dengan cairan tubuh yang kental di antaranya adalah cairan sperma laki-laki, cairan vagina wanita, cairan anus atau dubur, cairan darah dan ASI. Jadi, di cairan tubuh yang kental inilah virus HIV berada dan bisa menularkan kepada orang lain yang berkaitan atau bertemu atau bersentuhan dengan cairan-cairan tubuh yang kental ini.
St : Apa saja cara penularan yang paling umum, Pak ?
SK : Penularan paling umum adalah dengan hubungan seksual. Hubungan seksual yang melibatkan cairan vagina, cairan sperma dan darah. Ketika berhubungan seksual, bisa jadi ada luka di dalam alat kelamin, baik di penis maupun vagina. Itu juga memberi celah penularan. Selain lewat kontak hubungan seksual yang tidak aman, HIV juga bisa menular lewat air susu ibu. Ini bisa menjadi media penularan selain cairan darah. Jadi, penularan HIV memang terjadi lewat hubungan seksual baik secara vaginal, anal (lewat anus), atau secara oral (lewat mulut). Yang kedua lewat transfusi darah. Yang ketiga lewat penggunaan jarum suntik yang tidak steril. Jarum suntik yang sudah dipakai dan terkontaminasi. Berikutnya antara ibu dan bayi selama masa kehamilan, selama masa persalinan, atau selama masa menyusui. Intinya ketika kita kontak dengan cairan-cairan tubuh yang kental itu tadi, maka sangat mungkin kita terinfeksi virus HIV.
St : Bagaimana dengan ibu yang sedang hamil tetapi dia memiliki HIV Positif ? Apakah langsung menularkan kepada janinnya ?
SK : Berita baiknya, Bu Stella, ketika ada campur tangan dokter yang mendampingi – termasuk lewat proses persalinan yang baik, proses pengobatan yang tepat – maka kurang lebih 30% bayi yang dilahirkan oleh ibu dengan HIV Positiflah yang terinfeksi virus HIV. Dengan kata lain, kurang lebih 70
% bisa terselamatkan, tidak mengalami infeksi virus HIV. Ketika ibu tersebut ditangani dengan baik oleh dokter yang memahami dengan cara-cara dan pengobatan yang tepat. Penggunaan obat tertentu di akhir masa kehamilan atau selama proses kelahiran dapat mengurangi kemungkinan bayi terinfeksi di bawah 10%. Jadi, ada harapan. Tapi memang bukan berarti bisa mencegah infeksi HIV untuk semua bayi. Tetap ada kasus-kasus bayi yang terinfeksi. Tetapi ada sebagian bayi yang masih mungkin untuk diselamatkan asal penanganan dalam proses persalinannya tepat oleh dokter yang memahami.
St : Tentang tranfusi darah, Pak. Yang sedang sakit atau kecelakaan kadang membutuhkan transfusi darah. Kadang lewat transfusi itu mereka terjangkit virus HIV. Kalau seperti ini bagaimana, Pak ?
SK : Betul. Itulah yang memprihatinkan ya. Sekian tahun lalu kasus itu bisa terjadi. Tetapi syukur kepada Tuhan bahwa beberapa tahun terakhir kondisi di Indonesia sudah baik. Saya ingat ketika darah saya diambil di PMI atau di laboratorium, biasanya perawat akan mengatakan, "Pak, ini jarum baru ya." sambil menunjukkan jarum yang masih dalam kemasan. Sehingga kita tahu dan diyakinkan sebagai hak konsumen medis bahwa jarum yang digunakan untuk pengambilan darah, menerima darah, maupun untuk uji lab adalah jarum yang baru dan steril. Jadi, resiko tertular virus HIV saat transfusi darah masih bisa dicegah.
St : Jadi, sekarang semua sudah lebih tertata rapi dan higienis ya Pak.
SK : Betul.
St : Pak Sindu sempat menyebutkan bahwa petugas kesehatan seperti perawat yang beresiko tertular HIV. Apa yang membuat mereka bisa tertular ?
SK : Memang perawat atau paramedis bisa beresiko tertular HIV ketika mereka tertusuk jarum yang mengandung darah yang sudah tercemar oleh virus HIV atau terpercik darah yang sudah tercemar oleh virus HIV. Darah terpercik mengenai mata, mengenai hidung dan terhirup, mengenai mulut, atau melalui luka atau radang yang terbuka. Ketika perawat atau dokter tidak berhati-hati, terpapar oleh cairan darah, maka bisa beresiko tinggi. Di Indonesia sudah muncul pemahaman, sudah ada prosedur operasi standard bagaimana melayani pasien secara sehat tanpa harus terpercik oleh darah ataupun terinfeksi virus apapun termasuk virus HIV.
St ; Bagaimana dengan orang yang tinggal dengan penderita virus HIV ? Apakah mereka otomatis bisa tertular ?
SK : Riset membuktikan bahwa hanya ada sedikit orang yang tinggal serumah dengan ODHA (Orang dengan HIV AIDS) terinfeksi. Karena penularan HIV AIDS hanya bisa terjadi melalui pemakaian pisau cukur bergantian dimana mungkin ada sisa darah di pisau cukur tersebut. Infeksi juga bisa terjadi melalui menyentuh darah ODHA pada luka yang terbuka, atau cara-cara lain yang berhubungan dengan darah ODHA. Jadi, kalau kita merawat ODHA, asal berhati-hati dan mengikuti langkah-langkah melindungi diri sendiri maka kita akan bebas dari kemungkinan terinfeksi HIV.
St : Jadi, HIV itu tidak selalu ditularkan. Bagaimana agar kita bisa menjaga diri agar tidak tertular ?
SK : Intinya hindari paparan dengan cairan sperma, cairan vagina, darah dan ASI ODHA. Saya tegaskan bahwa kita tidak akan mengalami penularan virus HIV lewat udara, makanan, air, gigitan serangga, hewan, penggunaan alat-alat makan, penggunaan kakus bersama-sama dengan ODHA. Dulu atau jaman sekarang juga masih terjadi, begitu tahu dia ODHA, maka apa yang biasanya orang lakukan ?
St : Menjauh.
SK : Menjauh. Mengucilkan. "Jangan dekat-dekat. Nanti ludahmu mengenaiku waktu ngobrol, nanti aku tertular!" Salah ! Air ludah tidak bisa menjadi media penularan virus HIV. Atau, "Jangan sampai kena keringatmu. Saya bisa tertular." Itu juga salah. Keringat itu terlalu encer, cairan tubuh yang ringan dan virus HIV tidak bisa hidup dan berkembang lewat cairan keringat. Penggunaan alat makan bersama dan penggunaan kamar mandi atau kakus juga tidak bisa sama sekali menjadi penularan virus HIV.
St : Jadi, penularannya memang ketika cairan tubuh kita dan cairan tubuh orang yang terjangkit HIV menyatu?
SK : Iya. Cairan tubuh yang pekat yaitu cairan sperma, cairan vagina, dan yang ketiga adalah cairan darah.
St : Kalau begitu bagaimana cara pencegahannya untuk menurunkan resiko terkena virus HIV ini?
SK : Pertama, memakai prinsip ABC. A = Anda jauhi seks, B = Bersikap saling setia dengan pasangan nikah, C = Cegah dengan kondom. Itu bagian pencegahannya. Yang pertama seks eksklusif. Yang kedua, berhubungan seksual hanya dengan pasangan yang sah dalam pernikahan dan setialah pada pasangan kita baik sebagai suami ataupun istri, tidak berhubungan seksual dengan siapapun sekalipun kita anggap "Ah dia orang baik-baik". Mungkin kesan kita baik tetapi kita tidak tahu realitasnya. Maka mencegah, menolak perilaku amoral itu jauh lebih baik. Yang ketiga, cegah dengan kondom. Pemakaian kondom ini juga menolong untuk menghindari kemungkinan terkontaminasi atau mengalami infeksi HIV Positif lewat cairan kelamin saat berhubungan seksual.
St : Selain dalam ranah hubungan seksual, dalam ranah apalagi kita bisa melakukan pencegahan, Pak ?
SK : Hindari paparan darah. Misalnya ketika kita menolong seseorang yang terluka, kita perlu berhati-hati. Terlepas dari kita tahu orang itu terkena virus HIV atau tidak. Dimanapun kita menolong orang yang berdarah-darah, hindari darah orang itu masuk lewat mata, hidung, mulut ataupun lewat luka kita yang terpapar. Itu cara yang aman ketika kita menolong orang lain. Termasuk penggunaan jarum suntik. Pastikan lagi jarum suntik yang digunakan kepada kita baik lewat donor darah, transfusi darah, ambil darah untuk cek laboratorium adalah jarum suntik yang steril.
St : Pak Sindu, orang yang terjangkit HIV mungkin tidak menyadari bahwa virus itu sudah ada di dalam tubuhnya kecuali ada gejala lain seperti AIDS. Kalau demikian apa yang bisa jadi gejala awal bahwa kemungkinan kita atau orang yang kita kenal itu terjangkit HIV ?
SK : Memang ada beberapa gejala kemungkinan yang tampak di luar, yaitu rasa lelah berkepanjangan, sesak nafas dan batuk yang berkepanjangan, berat badan yang turun secara drastik, pembesaran kelenjar di leher, ketiak dan lipatan paha tanpa sebab yang jelas, bercak merah kebiruan pada kulit- ini memunculkan kanker kulit, sering demam lebih dari 38oC disertai keringat tanpa sebab yang jelas, diare lebih dari 1 bulan tanpa sebab yang jelas. Ini beberapa gejala yang bisa menunjukkan kemungkinan orang terjangkit virus HIV.
St : Lalu bagaimana untuk mengetahui bahwa memang terjangkit HIV ?
SK : Perlu menjalani tes infeksi HIV, Bu Stella. Biasanya tes ini disertai konseling, maka muncul istilah VCT (Voluntary Counselling and Testing) tes dan konseling secara sukarela. Jadi, sebelum melakukan tes infeksi HIV, dilakukan proses percakapan konseling untuk memahami, mengetahui tingkat resiko infeksi yang dialami oleh orang yang akan dites, juga mengetahui pola hidup kesehariannya. Setelah tahap ini dilalui, akan dibahas cara menghadapi hasil tes HIV. Kalau sampai positif, sudah disiapkan sejak awal sebelum pengambilan sampel, sebelum melakukan tes sudah disiapkan. Kalau kemungkinan HIV Positif responsnya seperti apa. Dengan cara itu, akhirnya orang yang mengalami tes infeksi HIV tidak sampai panik dan reaktif tetapi bisa mensikapi dengan benar dan tepat.
St : Dimana kita bisa melakukan tes HIV, Pak ?
SK : Sudah ada banyak tempat di Indonesia yang menyediakan sarana pemeriksaan. Bahkan yang saya dengar juga secara gratis. Di rumah sakit provinsi, beberapa LSM, di beberapa kota besar sudah ada dan menyediakan layanan ini. Pemerintah juga sudah membangun secara khusus Komisi Penanggulangan AIDS Nasional (KPAN) yang juga menyediakan layanan tersebut.
St : Apakah ada obat yang bisa digunakan oleh penderita HIV ini ?
SK : Sayangnya sampai hari ini belum ada obat yang bisa sepenuhnya melenyapkan virus HIV. Tetapi sudah ada obat yang diberi nama ARV (Antiretroviral). Obat ini kalau diminum setiap hari secara teratur akan memperlambat pengembangbiakan virus HIV Positif ini. Lewat gaya hidup sehat, makanan sehat, tidak merokok, vaksinasi flu tahunan, dan vaksin pneumokokus per lima tahun, maka resiko terkena penyakit berbahaya sangat terkurangi. Beberapa tahun lalu saya pernah berjumpa dengan aktifis LSM yang bergerak dalam pendidikan penyadaran penanggulangan HIV AIDS. Ibu itu sudah belasan tahun hidup dan tetap sehat dan produktif karena minum obat ARV ini dan menjalani pola hidup yang sehat secara mental, fisik, psikis, dan spiritual. Maka dia punya daya tahan untuk memperlambat proses penurunan orang yang mengalami kondisi HIV Positif.
St : Kalau begitu, orang yang terkena virus HIV ini tidak harus langsung patah semangat atau tidak punya gairah hidup karena ternyata ada cara-cara agar bisa tetap produktif dan hidup dengan lebih sehat.
SK : Betul.
St : Pak Sindu, adakah ayat firman Tuhan yang mendasari pembahasan kita hari ini?
SK : Saya bacakan dari Surat 1 Petrus 4:7, "Kesudahan segala sesuatu sudah dekat. Karena itu kuasailah dirimu dan jadilah tenang, supaya kamu dapat berdoa." Kondisi wabah HIV AIDS ini sudah mengglobal, termasuk menasional. Dalam kondisi inilah jangan kita tutup mata, jangan kita tidak mau tahu, kenali, sadari isu ini, sehingga kita tahu berespon dengan tepat.
St : Terima kasih, Pak Sindu. Para pendengar sekalian, terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bapak Penginjil Sindunata Kurniawan, M.K. dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Memahami HIV AIDS". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini, silakan menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 56 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@telaga.org. Kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org. Saran-saran, pertanyaan, serta tanggapan Anda sangat kami nantikan. Akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa dalam acara TELAGA yang akan datang.