Komersialisasi Anak

Versi printer-friendly
Kode Kaset: 
T551B
Nara Sumber: 
Ev. Sindunata Kurniawan, M.K
Abstrak: 
Kesuksesan dan kebahagiaan anak harus diusahakan sejak kecil sehingga sedini mungkin anak didorong untuk berkompetisi dalam bidang mereka untuk mendapatkan uang dan penghargaan. Pemahaman ini berlainan dengan maksud Tuhan menciptakan anak tersebut. Anak bahagia dan sukses di masa depan hanya karena anak menghidupi panggilan khusus Tuhan dan mengasihi Tuhan dengan segenap hati.
Audio
MP3: 
Play Audio: 
Ringkasan

Bergesernya pandangan ‘banyak anak banyak rejeki’ di zaman ini membuat sebuah keluarga hanya memiliki anak satu atau dua, sebab mendidik dan memelihara anak bukan lagi mengutamakan kuantitas namun kualitas yang terpenting. Dari sini muncul kecenderungan orangtua memberikan perhatian dan usaha besar kepada anak agar di masa depan anak menjadi sukses dan bahagia, sebab kedua tujuan ini harus didapatkan dengan usaha bahkan sejak dari bayi.Sehingga marak munculnya fenomena anak zaman sekarang yang didorong dan dikondisikan untuk berkompetisi agar mendapatkan apa yang orangtua sebut dengan kebahagiaan anak di masa depan. Bahkan sejak bayi, anak sudah dikomersialisasikan seperti menjadi artis-artis cilik, mengikuti lomba-lomba untuk mendapatkan hadiah juara, menjadi bintang iklan untuk produk-produk komersial dan juga menjadi selebritis medsos (media sosial) untuk mendapatkan uang.Sehingga secara tidak langsung dapat dikatakan orangtua sedang menjadikan anaknya sebagai sumber penghasilan. Fenomena tersebut membuat masyarakat terdorong untuk mengikuti jejak yang menggiurkan ini. Ibu-ibu dan ayah-ayah berlomba mendandani anak-anak mereka dengan tampilan yang tidak sesuai dengan usia mereka, lalu menampilkan foto mereka di akun medsos dan berharap anaknya akan menjadi selebritis medsos. Sebagian terbukti berhasil. Dalam bentuk yang lain, orangtua giat memacu anaknya sejak usia dini untuk mengikuti berbagai kursus dan lomba dalam bidang akademik, olahraga, seni dan sebagainya. Tujuannya, agar orangtua memastikan kesuksesan masa depan anak lewat upaya yang disengaja ini, namun hal ini bisa menuntun orangtua untuk menerapkan model pengasuhan memaksa (push parenting).

Firman Tuhan menuliskan dalam Efesus 6:4 "Dan kamu, bapa-bapa, janganlah bangkitkan amarah di dalam hati anak-anakmu, tetapi didiklah mereka di dalam ajaran dan nasihat Tuhan." Di ayat ini ditegaskan bahwa anak ialah milik Tuhan dan orangtua hanya sebagai wakilnya Tuhan, oleh karena itu orangtua perlu mendidik anak menurut petunjuk, cara dan tujuannya Tuhan atau prosedur operasi standar-nya Tuhan; bukan milik orangtua. Tugas sebagai wakil Tuhan ialah menghantarkan anak untuk mengalami Tuhan secara pribadi, mengenal Yesus sebagai Juruselamatnya, mengenal rancangan khusus Tuhan bagi dirinya, mendampingi anak di dalam panggilannya, lalu mengijinkan anak di masa depannya untuk menghidupi panggilan khusus itu. Kunci anak sukses dan bahagia ialah ketika anak menghidupi panggilan khusus Tuhan, mengasihi Tuhan dengan segenap hati dan mengikuti kehendak Tuhan. Sehingga anak harus dikasihi dan dihormati sepenuh hati sebagai milik Tuhan, dengan cara:

  1. adanya kehadiran dan pendampingan orangtua dan tugas ini bukan diserahkan ke orang lain (contoh: kakek-nenek, sekolah, gereja),
  2. diberikan tempat dan kesempatan untuk penyaluran minat yang sehat, mengembangkan dan menggali bakat untuk mengenali panggilan khusus anak, dan
  3. anak dihormati hak-haknya seperti: hak untuk bermain, mendapatkan rekreasi, perlindungan.
Ketika orangtua dan setiap orang dewasa menghormati hak-hak anak, anak akan terlindung dari bahaya ekploitasi orang dewasa dan kemungkinan terhindar dari ‘masa kecil kurang bahagia’ sebagai akibat pola asuh memaksa. Banyak kasus dimana anak dipaksa berprestasi atau dipersuasi untuk memenuhi kebanggaan semu orangtua sehingga orangtua menghalalkan segala cara agar hal itu terpenuhi. Bangga dan berbahagia untuk anak itu wajar namun harus ada batasan, oleh karena itu perlu:
  1. sadari anak milik Tuhan dan diasuh menurut cara dan tujuan Tuhan,
  2. menjaga jarak sehat dengan anak dengan memahami ‘anakku bukan aku’, dan
  3. membangun serta menyuburkan harga diri orangtua berdasarkan penerimaan sejati Tuhan.
Maka, ketika anak tidak "berprestasi" dan dipuji orang lain ataupun anak orang lain tampak lebih bersinar, orangtua tidak terintimidasi.

Dengan orangtua menyadari bahwa mengasuh anak dengan prosedur operasi standar Tuhan, maka akan lahir anak yang berkarakter Kristus, bermental sehat, cerdas dalam menjalani hidupnya dan mampu berbahagia dan sukses di kehidupan dewasanya dalam menjalani panggilan khususnya dan hidup tidak berkekurangan (Matius 6:33). Oleh karena itu hal yang harus dimiliki orangtua ketika mendidik anak ialah:

  1. menjadi orangtua yang memiliki rasa aman yang sehat di dalam Kristus dan bergaul erat dengan Tuhan,
  2. yakinlah bahwa anak-anak akan menjadi anak-anak yang berbahagia ketika orangtua melakukan poin ke-1 dan mengasihi Tuhan.Kelak di hari penghakiman, masing-masing, baik orangtua lansia dan anak dewasa, akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah tentang tugas dan panggilan masing-masing: apakah telah menjadi hamba yang baik dan setia dari setiap talenta, kesempatan, dan kepercayaan yang telah Allah berikan, atau tidak.