Cinta Pandangan Pertama

Versi printer-friendly
Kode Kaset: 
T363B
Nara Sumber: 
Ev. Sindunata Kurniawan, M.K.
Abstrak: 
Bukan hanya di sinetron atau film-film saja cinta pertama itu terjadi, pada dunia nyata pun cinta pertama juga bisa terjadi. Bahkan ada juga karena cinta pada pandangan pertama kemudian bisa membawa mereka sampai ke pernikahan. Namun bagaimana sebenarnya cinta pertama ini? Benarkah cinta pada pandangan pertama bisa langgeng?
Audio
MP3: 
Play Audio: 
Ringkasan

Cinta pandangan pertama sering menjadi daya tarik dan dipercayai memiliki kuasa tersendiri. Namun cinta pada pandangan pertama tidak memiliki fondasi yang kuat dikarenakan hanya merupakan kategori Cinta Nafsu atau tergila-gila. Hubungan yang digerakkan oleh ketertarikan yang bersifat lahiriah dan memunyai suasana kuat oleh gairah seksual. Sementara itu, keintiman emosional dan komitmen tidak ada atau belum ada saat itu.

Komitmen itu lahir dari sebuah proses pengambilan keputusan untuk memutuskan secara sadar dan sengaja bahwa ia bersedia memertahankan sebuah hubungan menjadi langgeng atau berjangka panjang. Sementara Cinta Pandangan Pertama tidak melewati sebuah proses pengambilan keputusan yang sadar dan sengaja. Cinta Pandangan Pertama itu bersifat spontan dan refleks, dengan tanpa dipikir panjang, tidak ada sama sekali pertimbangan rasionalitas. Dengan kata lain, Cinta Pandangan Pertama memang sama sekali tidak memiliki komponen komitmen.

Cinta Pandangan Pertama umumnya berbentuk ketertarikan fisik. Tertarik pada wajahnya: cantik, manis, tampan, berwajah etnik, atau pada unsur bentuk dan warna bola mata, bentuk hidung, bibir, dahi, dagu, kumis, cambang, model rambut. Tertarik pada bentuk tubuhnya atau perawakannya: kurus, tinggi, langsing, gemuk, padat berisi, atletis atau tinggi besar dan sebagainya.

Cinta Pandangan Pertama memang sangat berpusat pada diri kita sendiri. Hal-hal yang baik dan menyenangkan bagi kita sendiri, hal-hal yang memuaskan impian dan hasrat kita-lah yang semata-mata menjadi dasar Cinta Pandangan Pertama. Termasuk hal-hal yang mempermudah hidup kita. Dalam arti yang lebih utuh, memang sesungguhnya Cinta Pandangan Pertama bukan cinta yang sesungguhnya, melainkan nafsu, dorongan untuk memuaskan diri sendiri dimana sebenarnya tidak berpijak pada kenyataan sesungguhnya orang yang kita anggap menarik melainkan berdasarkan gambaran yang serba indah, serba menarik, serba memuaskan diri kita sendiri dan itu berarti sebenarnya fantasi dan bukan realitas. Oleh karena itu, Cinta Pandangan Pertama adalah Cinta pada Cinta itu sendiri, bukan Cinta pada pribadi orang yang kita anggap menarik tadi. Padahal cinta yang sesungguhnya membutuhkan saling mengenal dan saling memberi, ada unsur dimana kita berkorban, bertoleransi.

Sementara yang menjadi subjek atau pusat perhatian Cinta Pandangan Pertama, bukan orang lain karena sesungguhnya kita belum mengenalnya, yang menjadi subjek dan pusat perhatian kita adalah perasaan bergairah, sensasi, nafsu, fantasi kita tentang Cinta. Maka tak heran, ketika seseorang menjalin hubungan hanya semata-mata berdasarkan Cinta Pandangan Pertama, akan berujung pada kekecewaan dan putus hubungan, dengan alasan sudah tidak ada kecocokan, "kami sudah ada tidak perasaan cinta". Bisa juga dalam bentuk lain, ketika hubungan pacarannya sudah mulai terasa tidak menggairahkan lagi, tidak bikin ‘greng’, tiba-tiba ia sudah menjalin hubungan dengan lawan jenis lain. Mudah berpaling dan mudah bercabang hati, karena yang ia cintai adalah cinta, bukan seseorang.

Maka tepatnya, kalau dalam bahasa Indonesia, disebut Cinta Nafsu atau Tergila-gila. Memang dalam situasi yang kurang waras, karena bergerak dan bertindak tanpa pertimbangan yang rasional dan bertanggungjawab.

Kesimpulannya:

Pertama, kita bisa berkata pada diri sendiri, saya bukan sedang jatuh cinta pada seseorang, tapi saya sedang tertarik, terpesona dan itu berangkat dari fantasi saya tentang dia, bukan realitas.

Kedua, bagi yang sudah berpasangan apalagi sudah menikah, tentu patut tidak menindaklanjuti ketertarikan itu karena bisa berujung pada perselingkuhan, minimal dalam pikiran kita. Sementara, bagi yang belum berpasangan atau belum menikah, jika orang kepada siapa kita tertarik itu memang masih lajang, kita bisa memertimbangkan sejauh mana perlu menjajaki untuk berkenalan dan mengenalnya, supaya pengenalan kita membumi dan tidak terjebak pada fantasi kita, atau kita bisa memilih untuk mengabaikannya karena bagi kita dia mungkin kurang terjangkau atau kurang sesuai dengan kriteria sesungguhnya calon pasangan hidup kita.

Yakobus 3:13-16 menarik satu pelajaran akan ada ancaman kekacauan dan segala perbuatan jahat jika kita hanya mementingkan kepentingan diri sendiri, tidak memertimbangkan mengenal orang lain, atau tidak berkorban untuk orang lain.

Comments

Thx untuk artikelnya. Di sini ada link untuk memahami pacaran yang benar, silahkan dilihat. Pasti akan memberkati Anda! http://datinginsightindonesia.wordpress.com Untuk melihat pembahasannya silahkan lihat link dibawah ini: http://www.youtube.com/watch?v=7EgeN-oXl7k