Hidup Bergoncang II

Versi printer-friendly
Kode Kaset: 
T267B
Nara Sumber: 
Pdt.Dr. Paul Gunadi
Abstrak: 
Apakah yang dicari kebanyakan manusia? Mungkin sebagian orang akan berkata, “harta.” Namun sesungguhnya sebagian besar orang akan berkata, “damai sejahtera” sebagai hal terutama yang mereka cari. Pada umumnya kita mengaitkan damai sejahtera sebagai suatu kondisi di mana tidak ada masalah yang menimbulkan derita. Sayangnya hidup tidak pernah bebas dari masalah yang menimbulkan derita. Jika demikian bagaimanakah caranya agar kita dapat hidup damai sejahtera melewati lembah musibah yang menimpa?
Audio
MP3: 
Play Audio: 
Ringkasan

Apakah yang dicari kebanyakan manusia? Mungkin sebagian orang akan berkata, "harta." Namun sesungguhnya sebagian besar orang akan berkata, "damai sejahtera" sebagai hal terutama yang mereka cari. Pada umumnya kita mengaitkan damai sejahtera sebagai suatu kondisi di mana tidak ada masalah yang menimbulkan derita. Sayangnya hidup tidak pernah bebas dari masalah yang menimbulkan derita. Jika demikian bagaimanakah caranya agar kita dapat hidup damai sejahtera melewati lembah musibah yang menimpa?

Firman Tuhan mengajarkan, "Jika bukan TUHAN yang menolong aku, nyaris aku diam di tempat sunyi. Ketika aku berpikir, 'Kakiku goyang,' maka kasih setia-Mu, ya Tuhan, menyokong aku. Apabila bertambah banyak pikiran dalam batinku, penghiburan-Mu menyenangkan jiwaku." (Mazmur 94:17-19)

Berdasarkan Firman Tuhan ini kita dapat melihat tiga jenis kondisi yang kita kerap lalui tatkala masalah datang:

  1. Kesunyian. Tatkala musibah datang, pada umumnya kita merasakan kesendirian yang dalam. Kendati ada banyak orang di sekitar kita, tetap kita merasa sepi dan sunyi. Derita cenderung memisahkan kita dari orang di sekitar; derita membuat kita merasa bahwa pada dasarnya kita harus menghadapi masalah itu seorang diri. Kita tahu bahwa kita tidak sendirian dan bahwa orang mendoakan dan bersama dengan kita, namun kita tetap harus menghadapi apa pun itu sendiri. Masalah itu tetap masalah kita dan derita itu adalah derita kita. Apa yang harus dilakukan tatkala kesunyian datang mencekam?
    • Pertama, kita harus datang kepada Tuhan. Firman Tuhan mengajarkan bahwa Tuhan menolong orang yang berseru minta pertolongan-Nya, "Jika bukan TUHAN yang menolong aku, nyaris aku diam di tempat sunyi." Kita mesti percaya bahwa Ia akan menolong dengan cara-Nya dan dalam waktu-Nya. Mungkin kita tidak melihat pertolongan yang tuntas dan hanya akan melihat pertolongan yang kecil. Namun, besar atau kecil Tuhan menolong dan apa pun itu yang diberikan-Nya, itu adalah baik dan sesuai kehendak-Nya. Pertolongan Tuhan menghilangkan kesunyian terdalam di lubuk hati sebab kita tahu bahwa kita tidak sendirian-bahwa Tuhan berada bersama kita di dalam kesunyian.
    • Kedua, kita harus keluar dan mencari pertolongan. Kita mesti memberanikan diri untuk terbuka dengan masalah yang kita hadapi. Kadang kita beranggapan bahwa orang lain tidak akan dapat mengerti, apalagi menolong kita. Adakalanya kita merasa bahwa hanya kita-lah yang mengalami masalah ini. Pada faktanya, sedikit hal yang akan kita alami sendiri sebab di dunia ada begitu banyak orang yang pernah mengalami kesusahan yang kita hadapi. Juga, dengan kita bercerita, sesungguhnya kita tengah mengeluarkan beban itu dari rongga dada kita dan ini akan meringankan beban yang kita pikul. Jadi, jangan sungkan dan takut untuk bercerita dengan teman dekat.
    • Tatkala almarhumah Vivian Felix, istri mantan rektor sebuah universitas Kristen di Amerika menderita kanker, ia dikunjungi oleh Pdt. Jack Hayford. Pdt. Hayford memberinya nasihat yang baik yaitu, "Inilah saatnya engkau ditopang oleh yang lain, jadi, izinkanlah mereka menopangmu." Kadang kita tidak mengizinkan orang memberi kita topangan; kita mungkin tidak mau menyusahkan yang lain atau kita ingin menjaga harga diri. Masalahnya adalah, makin kita menolak topangan orang, makin kita kesepian.
    • Dengan kita mencari yang lain, kita pun akan dapat menerima nasihat yang mungkin sekali kita butuhkan untuk menyelesaikan masalah yang kita hadapi. Makin kita menutup diri, makin tertutup kemungkinan kita menerima pertolongan. Jadi, bukalah pintu dan keluarlah; jangan sungkan untuk meminta pertolongan.
  2. Ketidakstabilan. Sewaktu masalah berkunjung, kita mencoba bertahan, tetapi daya tahan kita tidak selalu tersedia. Akhirnya kita merasa lemah dan pada umumnya di saat lemah itulah, kita mulai goyah. Berikut akan dipaparkan tahapan kegoyahan yang lazim dilalui:
    1. Kita mulai tidak yakin bahwa akan ada jalan keluar dan pengharapan. Kita mulai berpikir bahwa masalah ini akan terus merangsek dan kita akan terus tertindih.
    2. Kita mulai meragukan semua upaya dan pertolongan yang diberikan orang kepada kita. Kita merasa bahwa semua ini sia-sia dan tidak akan membawa perubahan.
    3. Kita mulai merasa marah dan kecewa dengan Tuhan dan orang di sekitar yang kita anggap, tidak melakukan bagiannya untuk meringankan penderitaan kita.
    4. Kita terombang-ambingkan emosi dan ini membuat relasi dengan sesama terganggu. Orang tidak lagi tahu suasana hati kita dan takut membuat kita marah. Mereka makin berhati-hati dan akan ada yang mulai menjauh karena tidak mau terkena marah dan disalahkan kita.
    5. Kita tergoda untuk menempuh jalan pintas yang tidak dikehendaki Tuhan, misalnya ada yang terpikir untuk mengakhiri hidup, ada yang menghubungi peramal untuk melihat nasib, atau mencari bentuk pertolongan lain yang tidak berkenan di hati Tuhan.

    Sungguhpun demikian, Firman Tuhan mengingatkan, "Ketika aku berpikir, 'Kakiku goyang,' maka kasih setia Tuhan menyokong aku." Benar, pada saat kita goyah kita harus mengingat kasih setia Tuhan. Jangan sampai kita meragukan kasih setia-Nya; ingatlah perbuatan-Nya di masa lampau di mana Ia dengan kasih dan setia menolong dan memberkati kita. Sewaktu kita tergoda menggunakan cara yang tidak diperkenankan-Nya, ingatlah kasih setia-Nya. Jangan tinggalkan Tuhan dan Penyelamat kita, Yesus Kristus.

  3. Kekalutan. Pada waktu kita terserang musibah, pikiran menjadi kalut. Begitu banyak yang mesti dipikirkan dan diselesaikan namun begitu terbatasnya kemampuan kita mencernanya. Sebagai akibatnya, pikiran menjadi sarat dengan beban, kita merasa letih namun pada saat seperti itu, tidur pun tidak lagi sanggup untuk meredakan keterhimpitan. Kita makin tertindih dan makin kalut. Berikut akan dipaparkan sumber atau penyebab kekalutan itu.
    • Pertama, pada umumnya kita merasa kalut karena memikirkan jalan keluar. Kita berusaha lepas dari lilitan masalah dan memeras otak untuk bebas. Namun kerap kali makin kita berpikir, makin buntu pikiran kita. Kendati memang kita harus memikirkannya, namun pada suatu titik kita mesti berhenti dan beristirahat. Kita harus berkata, "Saya tidak dapat memecahkan masalah ini dengan kekuatan saya." Di saat itulah kita mesti berserah sepenuhnya kepada Tuhan bahwa Ia akan sanggup menolong kita dengan cara yang tak terpikirkan kita sekarang.
    • Kedua, kita kalut karena terus membangun hipotesis, "Kalau saja . . ., maka . . . ?" Pikiran kita terus dipenuhi skenario yang berusaha mengubah situasi atau memerbaiki masalah. Kita beranggapan bahwa masalah seharusnya dapat dicegah kalau saja kita telah melakukan sesuatu. Pada akhirnya kita harus mengakui bahwa masalah telah terjadi dan kita tidak dapat mengubah jalannya sejarah.
    • Ketiga, kita kalut karena marah dan kecewa serta menyalahkan pihak lain sebagai penyebab timbulnya masalah. Mungkin masalah yang dihadapi memang benar disebabkan oleh orang lain namun menyalahkannya tidak akan mengubah apa pun. Kadang kita berpikir, seakan-akan dengan kita menyalahkan pihak lain maka masalah akan pergi dengan sendirinya. Pada faktanya tidaklah demikian. Kendati ada pihak yang bersalah, kita tetap harus menanggung derita itu. Menyalahkan hanyalah menambah kemarahan dan membuat kita lumpuh, tidak tahu apa yang harus dilakukan. Jadi, sedapatnya buanglah keinginan menyalahkan. Sebaliknya, berusahalah dengan pertolongan Tuhan mengampuni "orang yang bersalah kepada kita." Makin cepat mengampuni, makin bersih hati kita dan jernih pemikiran kita.

Nasihat Firman Tuhan
Firman Tuhan menegaskan, "Apabila bertambah banyak pikiran dalam batinku, penghiburan-Mu menyenangkan jiwaku." Penghiburan Tuhan berasal dari Firman-Nya. Jadi, bacalah Firman-Nya dan jangan tinggalkan persekutuan dengan sesama orang percaya. Lewat pujian dan Firman kita akan memperoleh penghiburan Tuhan. Tidak jarang Tuhan pun menghibur hati lewat orang lain; akan ada hal kecil yang dilakukan orang yang membuat kita terhibur. Kita pun terhibur tatkala kita memutuskan untuk berserah sepenuhnya kepada Tuhan. Kita tidak lagi meratapi hidup dan memertanyakan kemungkinan yang ada; kita percaya bahwa Tuhan mengatur segalanya dengan sempurna. Iman yang berserah akan menerima penghiburan dari Tuhan.

Comments

Yah saya sering merasakan seperti artikel ini, tapi saya bersyukur bisa 'lari' membaca Alkitab dan percaya ada Tuhan disekitar saya, hanya saya tidak merasakannya.

Kami mengerti pergumulan Anda. Hampir semua anak Tuhan pernah bergumul dengan "kesunyian" Allah tatkala sedang butuh sekali mendengar suara-Nya. Elia melarikan diri dari kejaran Ratu Izebel karena takut. Ia telah bekerja keras membela nama Tuhan melawan hampir seribu nabi palsu namun sekarang nyawanya terancam. Mungkin ia berharap Tuhan akan langsung menolongnya dengan cara membuat Izebel sakit berat atau meninggal mendadak sehingga ia dapat terlindung. Namun itu tidak dilakukan Tuhan. Tuhan membiarkannya dalam ketakutan. Ia harus lari menyelamatkan dirinya bersembunyi di gunung Horeb. Sewaktu Tuhan menjumpainya, Tuhan tidak menampakkan diri dalam gempa maupun angit ribut melainkan angin sepoi yang bertiup perlahan. Tuhan menjanjikan pertolongan dan menepati janji-Nya. Itulah yang Tuhan kerap lakukan kepada kita. Ia bekerja seperti angin sepoi--tidak terasa dan sunyi. Namun terpenting adalah kita tahu: Ia bekerja! Demikian tanggapan yang dapat kami berikan. Tuhan memberkati ! Salam : Tim Pengasuh Program TELAGA