Ambisi

Versi printer-friendly
Nopember

Berita Telaga Edisi No. 97 /Tahun IX/ Nopember 2012


Diterbitkan oleh Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Sekretariat: Jl.Cimanuk 56 Malang 65122 Telp.: 0341-408579, Fax.:0341-493645 Email: telagatelaga.org Website: http://www.telaga.org Pelaksana: Melany N.T., Dewi K. Megawati Bank Account: BCA Cab. Malang No. 011.1658225 a.n. Melany E. Simon




Ambisi

Semua orang punya ambisi hanya kadarnya yang berbeda-beda.

Ambisi itu suatu dorongan di dalam diri kita yang membuat kita terpacu untuk mengerjakan sesuatu dengan hasil yang baik dan kita mempunyai tujuan didalam ambisi itu, apa yang ingin kita capai.

Sebenarnya ambisi itu sendiri bukan sesuatu yang negatif, cuma akan jadi bermasalah kalau ambisi tersebut berlebihan dan tidak sebanding dengan kekuatan atau pun potensi yang seseorang miliki. Maka orang tersebut tidak bisa melihat lagi realita dengan jelas dan tepat.

Ada berbagai gejala yang bisa dirasakan apabila ambisi terlalu besar, misalnya secara garis besar :

  1. Gejala fisik yang ditampilkan, berbagai penyakit yang diakibatkan oleh stres, seperti jantung, lambung, liver, sakit kepala yang sulit dijelaskan secara medis.

  2. Gejala kejiwaan, seperti tadi diungkapkan orang tidak bisa melihat realita dengan tepat karena sering kali orang ini hidup dalam alam yang tidak nyata, bisa juga menderita gangguan kejiwaan.

  3. Gejala perilaku, yang nampak nyata dari mereka ini misalnya ada yang suka omong besar, dalam persaingan dia takut bersaing, dia berusaha menghalangi kemajuan orang lain dan kalau perlu menyingkirkan orang lain, cepat marah, gampang tersinggung baik di pekerjaan maupun di rumah, penggunaan obat-obatan berlebihan karena ingin lari dari kenyataan, suka melamun, sulit mengendalikan diri dalam hal pengeluaran karena dia berambisi menjadi orang kaya. Bahkan misalnya banyak yang berhutang tidak bisa bayar dan sebagainya.

Ada beberapa hal yang kita harus kendalikan dari ambisi supaya bisa memunyai dampak yang positif yaitu:

  1. Kita perlu peka terhadap batas-batas kemampuan kita sendiri.

  2. Kita perlu secara tajam menganalisa realitas dengan cara pandang yang benar, kita perlu punya suatu tujuan dan misi yang jelas.

  3. Kita belajar mencukupkan diri dengan apa yang telah diberikan kepada kita, kita bersyukur dengan pemberian Tuhan untuk kita.

  4. Kita perlu mengendalikan ambisi karena biasanya hidup kita itu didasarkan pada kedagingan kita. Dalam hal ini kita perlu menundukkan diri kita kepada hukum Roh dan bukan kepada hukum kedagingan.

Akibat ambisi tidak tercapai adalah kekecewaan dan frustrasi.

Munculnya ambisi:

  1. Ada energi yang mendorong untuk berperilaku seperti itu, adakalanya energi di dalam kita itu besar dan sebetulnya perlu penyaluran yang pas.
  2. Faktor lingkungan juga cukup banyak, misalnya anak-anak yang tumbuh di dalam keluarga yang orang tuanya selalu memacu anak untuk mencapai sesuatu hal yang kadang-kadang terasa tidak mungkin.

Dampak yang akan muncul dalam diri anak akibat harus memenuhi ambisi orang tua adalah:

  1. Seperti dikemukakan di atas, dalam diri anak akan juga timbul ambisi yang besar.

  2. Anak juga kemudian memanipulasi dan melakukan banyak kebohongan.

  3. Anak-anak ini menjadi anak yang cenderung mudah patah semangat karena dia merasa tidak bisa mencapai apa yang ditargetkan oleh lingkungan kepadanya.

Ibrani 13 : 5, “Janganlah kamu menjadi hamba uang dan cukupkanlah dirimu dengan apa yang ada padamu, karena Allah berfirman Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau,” ini jaminan dari Tuhan.

Filipi 4 : 6 – 7, “Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur, damai sejahtera Allah yang melampaui segala akal akan memelihara hati dan pikiranmu dalam Kristus Yesus.

Oleh Pdt. Dr. Paul Gunadi

Audio dan transkrip bisa didapatkan melalui situs TELAGA dengan kode T86 A



Doakanlah

  1. Bersyukur untuk tambahan 1 radio di Sleman – Yogyakarta, yaitu Radio Gemma Satunama AM yang men-“download” langsung dari situs Telaga. Program Telaga disiarkan 1x seminggu, yaitu tiap hari Sabtu.

  2. Surat Perjanjian Penerbitan buku antara LBKK dengan P.T. Visi Anugerah Indonesia telah ditandatangani, doakan agar buku tersebut bisa terbit pada awal tahun 2013.

  3. Doakan untuk Sdri. Lortha yang sedang menggarap 2 artikel dan Bp. Rudy Tedjalaksana 1 artikel.

  4. Dari 10 radio yang sulit untuk dihubungi, ternyata ada 4 radio yang sudah pasti tidak menyiarkan Telaga lagi, yaitu 2 radio di Tentena, 1 radio di Waingapu dan 1 radio di Tarutung, Sumatera Utara. Doakan agar dalam waktu dekat ada kejelasan dari 6 radio lainnya.

  5. Bersyukur pencatatan transkrip, ringkasan, abstrak T 351 s.d. T 360 sudah selesai, mudah-mudahan awal Desember 2012 sudah bisa dipasang di situs Telaga.

  6. Doakan untuk kebutuhan staf IT dari YLSA (Yayasan Lembaga SABDA) di Solo dan pengerjaan renovasi rumah yang sudah dimulai.

  7. Doakan untuk ujian ulang yang akan ditempuh oleh Sdri. Betty T.S. dalam bulan Desember 2012, juga untuk persiapan ibadah oikoumene untuk mahasiswa internasional yang diadakan 1 – 2x sebulan. Doakan untuk setiap pergumulan yang dihadapi.

  8. Doakan untuk kesibukan menjelang akhir tahun 2012, seperti pengiriman kalender 2013 dan lain-lain.

  9. Bersyukur untuk penerimaan dana dari donatur tetap dalam bulan ini, yaitu dari: 001 – Rp 100.000,-
        003 – Rp 400.000,- untuk 2 bulan
        006 – Rp 300.000,- untuk 6 bulan
        010 – Rp 750.000,- untuk 3 bulan
        011 – Rp 150.000,-



Telaga Menjawab

Tanya?

Saya seorang istri berusia 41 tahun dan suami berusia 43 tahun, menikah tahun 2000 dikaruniai dua anak. Suami berlatar belakang non-Kristen, karena latar belakang pacaran yang tidak suci, membuat saya menerimanya dan menikah di gereja, setelah saya berkukuh tidak mau menikah mengikuti agamanya. Hanya beberapa tahun saja dia bersedia mengikuti kebaktian gereja, tapi setelah itu dia tidak mau lagi, bahkan terang-terangan tidak percaya nama Kristus. Kalau saya mengikuti kebaktian pun dia ngomel-ngomel. Suasana tidak harmonis, apalagi beberapa tahun ini dia kena PHK, memaksanya bekerja serabutan dan membuat dia menjadi semakin kasar bahkan tidak jarang dia mengacungkan pisau berlari ke arah saya. Sejak itu saya mengungsi ke rumah orang tua.

Yang ingin saya tanyakan, apakah saya bisa bercerai ? Mengingat dia tidak memberikan perlindungan dan kasih yang dibutuhkan seorang suami kepada istrinya.

Jawab!!!

Terima kasih sudah bersedia berbagi pergumulan menceritakan keadaan buruk yang ibu alami. Kami turut prihatin dengan keadaan ibu. Tentu tidak mudah menjalani kehidupan bersama suami yang kasar dan tidak jarang mengancam keselamatan jiwa ibu dan anak-anak sebagaimana ibu ceritakan bahwa suami suka mengacung-acungkan benda apa pun yang ada di sekitar jika situasi memanas.

Setelah membaca keadaan ibu yang sedemikian parah, maka langkah ibu mengungsi ke rumah orang tua untuk mencari perlindungan adalah tindakan yang wajar dan bijaksana. Selanjutnya kami memberi pertimbangan kepada ibu untuk mencari pertolongan lewat jalur yang lain, misalnya dengan melibatkan pihak lain untuk berbicara kepada suami agar dia menyadari kekeliruannya atau melaporkan segala kejahatan suami ke pihak yang berwajib. Apa yang ibu alami sudah termasuk dalam kategori “Kekerasan Dalam Rumah Tangga / KDRT”. Tidaklah bijaksana jika kami hanya memberi pertimbangan agar ibu bersabar, berserah dan berdoa saja. Tindakan suami sudah sangat membahayakan ibu dan anak-anak. Namun sebelumnya ibu perlu mendapat perlindungan hukum yang pasti, sebab dikhawatirkan menimbulkan dendam dari sang suami. Soal perceraian, kami tidak bisa manganjurkan, tetapi kami juga bisa melarang karena kami tidak ingin ibu dan anak-anak menjadi korban kekerasan suami terus-menerus.

Menengok masa lalu, nampaknya ada kekeliruan yang telah ibu perbuat dalam keputusan menikah. Kami masih bertanya-tanya apa yang ibu maksud dengan kalimat “Karena latar belakang pacaran yang tidak suci, membuat saya menerimanya menikah di gereja, setelah saya berkukuh tidak mau menikah mengikuti agamanya”. Apakah telah terjadi sesuatu yang mengharuskan ibu dan suami menikah? Atau apakah telah terjadi “pemaksaan” cara pernikahan? Tetapi jika semua itu telah diselesaikan dengan sungguh-sungguh di hadapan Tuhan, Tuhan pasti mengampuni masa lalu yang buruk. Allah yang kita kenal melalui Tuhan Yesus Kristus Maha Pengampun, Ia sanggup mengampuni dosa-dosa siapa saja yang mau datang kepadanya dengan penuh kerendahan hati. Kalau hal ini mungkin belum dilakukan, menurut kami ibu perlu membereskan hal itu terlebih dahulu, sebelum melangkah ke jalur yang lain, sambil berharap dalam doa agar suami dijamah oleh Tuhan dan mengalami pertobatan yang sungguh-sungguh.

Selanjutnya, ada hal yang lain yang ibu perlu ketahui mengapa sang suami berubah menjadi kasar. Perlu ibu ketahui bahwa perubahan karakter suami sangat berhubungan erat dengan masalah harga diri laki-laki. Pada umumnya, harga diri laki-laki terletak dalam tiga hal, yaitu uang/harta, karier dan sex. Kehilangan salah satu aspek saja akan membuat laki-laki merasa tidak berharga. Perasaan diri tidak berharga akan nampak dari sikap yang minder, tidak mau bergaul dan tidak sedikit yang berperangai ganas seperti yang ibu alami saat ini. Sikap kasar suami ibu nampaknya sangat erat kaitannya dengan kasus PHK yang dialaminya. Ibu sudah ditempatkan Tuhan untuk mendampinginya sebagai penolong yang sepadan. Mudah-mudahan belum terlambat. Sebagai penolong yang sepadan, ibu diberi mandat oleh Tuhan untuk menolong suami agar dapat menjalankan fungsinya sebagai suami dan kepala keluarga. itulah fungsi seorang istri. Ini tidak mudah, ditambah lagi dengan penganiayaan yang ibu alami. Demikian tanggapan dan pertimbangan yang dapat kami sampaikan, kiranya Tuhan menolong ibu memberi jalan keluar yang terbaik.



Judul Baru Telaga

T351A Topeng Laki-laki (I)
T351B Topeng Laki-laki (II)
T352A Tahun Pertama Pernikahan (I)
T352B Tahun Pertama Pernikahan (II)
T353A Topeng Perempuan (I)
T353B Topeng Perempuan (II)
T354A Keterampilan Untuk Mengampuni
T354B Keterampilan Untuk Memahami
T355A Ketika Tuhan Terlambat (I)
T355B Ketika Tuhan Terlambat (II)
T356A Ketika Anak Terkena Skizofrenia (I)
T356B Ketika Anak Terkena Skizofrenia (II)
T357A Peran Ortu dlm Keselamatan Anak (I)
T357B Peran Ortu dlm Keselamatan Anak (II)
T358A Kepemimpinan dalam Keluarga (I)
T358B Kepemimpinan dalam Keluarga (II)
T359A Wanita Tanpa Pasangan
T359B Pria Tanpa Pasangan
T360A Pengaruh Ibu pada Anak
T360B Laki-laki dan Ambisi



Berkorban itu Indah

Musim hujan sudah berlangsung selama dua bulan sehingga di mana-mana pepohonan tampak menjadi hijau. Seekor ulat menyeruak di antara daun-daun hijau yang bergoyang-goyang diterpa angin.

“Apa kabar daun hijau!!!” katanya. Tersentak daun hijau menoleh ke arah suara yang datang.

“Oo, kamu ulat. Badanmu kelihatan kecil dan kurus, mengapa?” tanya daun hijau.

“Aku hampir tidak mendapatkan dedaunan untuk makananku. Bisakah engkau membantuku sobat?” kata ulat kecil.

“Tentu … tentu … mendekatlah ke mari.”

Daun hijau berpikir, jika aku memberikan sedikit dari tubuhku ini untuk makanan si ulat, aku akan tetap hijau, hanya saja aku akan kelihatan berlobang-lobang, tapi tak apalah.

Perlahan-lahan ulat menggerakkan tubuhnya menuju daun hijau. Setelah makan dengan kenyang, ulat berterima kasih kepada daun hijau yang telah merelakan bagian tubuhnya menjadi makanan si ulat. Ketika ulat mengucapkan terima kasih kepada sahabat yang penuh kasih dan pengorbanan itu, ada rasa puas di dalam diri daun hijau. Sekalipun tubuhnya kini berlobang di sana sini, namun ia bahagia bisa melakukan bagi ulat kecil yang lapar.

Tidak lama berselang ketika musim panas datang, daun hijau menjadi kering dan berubah warna. Akhirnya ia jatuh ke tanah, disapu orang dan dibakar.

Demikianlah hidup kita, hidup ini hanya sementara kemudian kita akan mati. Itu sebabnya isilah hidup ini dengan perbuatan-perbuatan baik: kasih, pengorbanan, pengertian, kesetiaan, kesabaran dan kerendahan hati.