Uang dan Harta (I)

Versi printer-friendly
Kode Kaset: 
T496A
Nara Sumber: 
Ev. Sindunata Kurniawan, MK.
Abstrak: 
Lima belas persentase pengajaran Yesus di bumi adalah mengenai uang dan harta – jauh lebih banyak persentasenya dibanding pengajaran-Nya tentang surga dan neraka. Mari kita lihat konsep uang dan harta dari sudut pandang Yesus berdasarkan Injil Lukas.
Audio
MP3: 
Play Audio: 
Ringkasan

Bila kita menyelidiki Alkitab, kita akan menemukan bahwa 15 persen dari segala sesuatu yang Yesus katakan berhubungan dengan topik uang dan harta milik—ini lebih banyak dari pengajaran-Nya tentang surga dan neraka.

Yesus memberi perhatian sedemikian besar kepada uang dan harta milik, karena ada suatu keterkaitan yang erat antara hidup rohani kita dengan bagaimana kita berpikir dan mengelola uang. Kita bisa saja mencoba memisahkan iman kita dari keuangan kita, namun Allah melihatnya sebagai hal yang tidak terpisahkan.

Coba kita lihat sepintas Lukas 3. Yohanes Pembaptis sedang berkotbah kepada orang banyak yang berkumpul untuk mendengar-Nya dan dibaptiskan. Tiga kelompok yang berbeda bertanya kepada Yohanes Pembaptis tentang apa yang harus mereka lakukan untuk menghasilkan buah pertobatan. Yohanes memberi tiga jawaban:

  1. Setiap orang harus membagikan pakaian dan makanan kepada orang-orang miskin (ay 11)

  2. Para petugas pajak tidak boleh memungut uang ekstra(ayat 13)

  3. Para tentara harus puas dengan gaji mereka dan tidak boleh memeras (ayat 14)

Setiap jawaban berhubungan dengan uang dan harta milik. Padahal tidak ada seorangpun dari 3 kelompok yang berbeda ini (orang banyak, petugas pajak dan tentara) yang mempertanyakan hal itu.

Di sini menjadi jelas bahwa pendekatan kita kepada uang dan harta milik tidak hanya penting, tetapi sentral bagi kehidupan rohani kita. Ini menempati skala prioritas yang tinggi bagi Allah sehingga Yohanes Pembaptis tidak bisa bicara tentang kerohanian tanpa berbicara tentang bagaimana mengelola uang dan harta milik.

Dalam Lukas 19:8 Zakheus mengatakan: "Tuhan, setengah dari milikku akan kuberikan kepada orang miskin dan sekiranya ada sesuatu yang kuperas dari seseorang akan kukembalikan empat kali lipat." "Hari ini telah terjadi keselamatan kepada rumah ini" (ayat 9). Pendekatan Zakheus yang radikal terhadap uang membuktikan bahwa hatinya telah berubah. Kesimpulannya, dari kedua bagian kisah ini kita melihat keterkaitan erat antara uang dan harta milik dengan kehidupan rohani kita.

Mari kita buka Alkitab pada Injil Lukas 12:13-48. kita bisa mendapati TIGA PANDANGAN YESUS TENTANG UANG.

  1. Kita hidup tidak tergantung pada kekayaan. Hidup itu bermakna karena kita memiliki Kristus dan sebaliknya jika kita punya harta namun tanpa Kristus, hidup tak berarti. Hidup bergantung pada anugerah Allah. Penting bagi kita untuk membedakan antara keserakahan dan kekayaan itu sendiri. Kristus tidak pernah menganggap kekayaan itu sebagai sesuatu yang terkutuk—kekayaan adalah milik Allah. Yesus mencela pikiran orang yang terpusat pada kekayaan dunia ini. Kita cenderung menimbun karena tanpa kita sadari budaya sekitar lewat iklan cetak , iklan elektronik, majalah dan tabloid membentuk gaya hidup kita untuk cenderung konsumtif. Ada banyak godaan untuk membelanjakan uang kita. Dan ada banyak godaan pula untuk menimbunnya dalam berbagai bentuk investasi: mulai dari tanah, emas, deposito, saham, unit link, SBI, reksadana dan sebagainya. Rumah kita yang sejati adalah surga. Dua ribu tahun yang lalu Tuhan Yesus berkata bahwa Dia pergi untuk menyediakan rumah buat kita. Surga adalah rumah yang dibuat untuk kita dan kita dibuat untuk surga. Bila kita mengerti ini, hal ini akan mengubah selama-lamanya cara kita berpikir dan hidup. Kita akan berhenti menyimpan harta di hotel bumi kita hari ini dan mulai mengirim lebih banyak lagi ke rumah kita yang sejati. Yesus mengajarkan bahwa uang merupakan salah satu kekuatan rohani yang kita perangi—bukan sekadar uang kertas yang berwarna merah atau logam keemasan. Uang bukan sesuatu, tetapi seseorang. Yesus menyebutnya sebagai Mamon. Mamon bisa mengelabui kita untuk berpikir bahwa kita menguasainya, padahal sebenarnya mamonlah yang menguasai kita. Ini bisa terjadi bukan hanya pada kita yang hidup berkelebihan tetapi bisa terjadi pula pada kita yang pas-pasan.

  2. Kita hidup dipelihara Allah. Karena itu, jangan khawatir tetapi usahakanlah lebih dulu Allah memerintah dalam hidupmu. Bahkan Tuhan mengajarkan kita untuk tak terus kuatir dan matre dengan cara memberi memberi supaya terkumpul harta di surga. Seorang yang takut akan Allah dan kaya di hadapan Allah, bebas dari rasa takut dan khawatir. Karena itu, Yesus menggarisbawahi pentingnya memercayai Allah. Burung gagak, bunga bakung dan rumput banyak mengajar kita. Yesus menutup perikop ini dengan sebuah catatan kecil tentang kemurahan hati dalam ayat 33-34. Jika kita memercayai bahwa kita hidup dipelihara Allah, kita akan menjadi orang yang murah hati, dan tidak berlaku seperti orang kaya yang bodoh dalam perikop sebelumnya. Kita adalah subjek kepedulian Allah maka kita dapat memercayakan seluruh hidup kita pada-Nya. Isu yang disebut dalam perikop ini : makanan, kesehatan dan pakaian, menyentuh kebutuhan dasar kita untuk hidup. Yesus mengingatkan kita untuk tidak secara berlebihan terkacaukan dengan kebutuhan fisik kita. Contoh pertama yang Yesus berikan, burung gagak. Burung gagak pada masa itu, dianggap makhluk hidup yang sangat rendah. Sebagaimana burung lainnya, tidak menanam dan tidak memanen, namun Allah peduli dan pelihara. Apalagi kita manusia !

    Mazmur 49:17-18 mengatakan: Janganlah takut, apabila seseorang menjadi kaya, apabila kemuliaan keluarganya bertambah, sebab pada waktu matinya semuanya itu tidak akan dibawanya serta, kemuliaannya tidak akan turun mengikuti dia. John Rockefeller adalah seorang pria terkaya yang pernah hidup. Setelah kematiannya seseorang bertanya kepada akuntannya, "Berapa banyak uang yang ditinggalkan John Rockefeller? Jawabannya sangat klasik. "Ia meninggalkan…semuanya". Tindakan memberi adalah suatu peringatan yang hidup bahwa semuanya adalah tentang Allah, bukan tentang kita. Memberi memberitahu bahwa saya bukanlah pokok, Dialah yang pokok. Dia ada bukan untuk saya. Saya ada untuk Dia. Memberi adalah menegaskan Ketuhanan Kristus bahwa Kristus benar-benar Tuhan, Tuan atas hidup kita. Memberi menurunkan saya dari tahta dan meninggikan Dia. Memberi memutuskan rantai mammon yang mau memperbudak saya. Sepanjang saya memiliki sesuatu, saya percaya saya memilikinya. Tetapi tatkala saya memberikannya, saya melepaskan kendali, kuasa dan prestise yang datang bersama kekayaan itu. Pada saat pelepasan terjadi terang bersinar. Pikiran saya menjadi jernih dan saya mengakui Allah sebagai pemilik, diri saya sendiri adalah hamba dan orang lain adalah ahli waris yang dimaksud dari apa yang Allah percayakan kepada saya. Hanya memberi yang menghancurkan demam kekayaan. Hanya memberi yang tahan menghadapi roh berhak atas sesuatu. Hanya memberi yang membebaskan kita dari gravitasi berpegang pada uang dan milik. Memberi memindahkan saya kepada sebuah pusat gravitasi baru: surga. Dengan bermurah hati, maka kita dengan sendirinya mematahkan mata rantai kekhawatiran yang mudah melanda kita.

  3. Kita adalah manajer dari harta Allah dan kelak dimintai pertanggungjawaban.

    Dalam perikop 35-48, disebutkan bahwa setiap kita adalah pelayan yang perlu senantiasa siap sedia jika sewaktu-waktu Tuan kita, yakni Tuhan, datang. Dikatakan dalam ayat 35: "Hendaklah pinggangmu tetap berikat dan pelitamu tetap menyala." Pakaian Orang Yahudi berupa jubah. Agar lebih sigap dalam melayani, maka jubah mereka diikat. Jubah yang diikat menunjukkan kesiapan. Ditambah pelita yang tetap menyala, menunjukkan ketika pun sang tuan datang pada larut malam, sang pelayan sudah siap menyambut. Konteks perikop ini berbicara tentang akhir zaman. Kita tidak pernah tahu kapan Tuhan datang kembali (ayat 40). Bagian yang masih dalam wilayah kendali kita, adalah setia melayani Allah. Kalau kita kedapatan demikian, maka kita akan disebut berbahagia. Salah satu wujud setia melayani Allah, yakni dengan mengelola dengan baik apa saja yang Allah percayakan pada kita, termasuk harta kita. Mazmur 24:1 menegaskan kepada kita: "Tuhanlah yang empunya bumi serta segala isinya, dan dunia serta yang diam di dalamnya." Kalau Allah adalah Pemilik, lantas kita apa ? Kita adalah manajer atau pengurus harta milik-Nya. Di sini menjadi penting sekali agar kita mengadopsi mentalitas pelayan terhadap semua asset yang telah Ia percayakan kepada kita. Sekali lagi yang Ia percayakan, bukan yang Ia berikan. Kita sebagai manajer keuangan Allah memiliki kebutuhan-kebutuhan yang sah dan Allah sebagai Pemilik uang itu sungguh murah hati. Ia tidak menuntut supaya pelayan-pelayan-Nya hidup dalam kemiskinan dan Ia tidak marah kepada pengeluaran masuk akal yang kita buat untuk diri kita sendiri. Allah adalah Pemilik dan kita adalah manajer yang memiliki harta yang kita punya dan Ia meminta pertanggung jawaban kita. Kalau Tuhan beri lebih, diminta pertanggungjawaban lebih. Allah memberi Anda lebih banyak uang Itu bukan supaya kita dapat menemukan lebih banyak cara menghabiskannya Kalau Allah memberi Anda lebih banyak uang adalah supaya kita bisa memberi dengan murah hati. Jika Allah memberikan berkat-Nya lebih banyak pada kita, itu bukan berarti untuk menaikkan standar hidup kita, tetapi untuk menaikkan standar pemberian kita. Teladan: Pdt Rick Warren. Buku "Purpose Driven Life"-nya meledak hebat di berbagai belahan dunia dengan rekor penjualan 25 juta eksemplar. Majalah Business Week menobatkan sebagai "buku nonfiksi yang penjualannya paling cepat di sepanjang masa". Rick Warren yang mendadak menjadi multimilioner tiba-tiba sadar bahwa godaan untuk menjadi serakah mendadak muncul di depan hidungnya. Solusinya, ia dan keluarganya sepakat untuk menjalankan lima keputusan. Pertama, mereka tidak akan meningkatkan gaya hidup (ganti rumah, ganti mobil, dst). Kedua, Warren berhenti menerima tunjangan dari gereja. Ketiga, ia mengembalikan seluruh tunjangan dari gereja yang ia terima selama 25 tahun. Keempat, mereka memulai tiga yayasan kemanusiaan. Kelima, mereka hidup hanya dengan 10% pendapatan dan mempersembahkan sisanya untuk pekerjaan Tuhan.