Menghidupkan Cinta Yang Mati

Versi printer-friendly
Kode Kaset: 
T051B
Nara Sumber: 
Pdt. Dr. Paul Gunadi
Abstrak: 

Memelihara cinta lebih baik daripada menghidupkan cinta yang mati, karena itu suatu pekerjaan yang tidak mudah. Memerlukan pergumulan dan proses atau tahapan-tahapan yang perlu dilakukan, dan memerlukan komitmen yang luar biasa tingginya, tanpa komitmen yang tinggi, maka akan ambruk di tengah jalan.

Audio
MP3: 
Play Audio: 
Ringkasan

Rupanya cinta itu seperti tumbuhan, namun ada pula yang mengatakan bahwa cinta itu seperti bara api, yang suatu saat kelihatan berkembang, tumbuh dengan baik tetapi ada waktunya juga itu padam atau bahkan tidak ada gairah lagi untuk mencintai suami atau istri, itu menjadi suatu fakta kehidupan yang harus kita akui.

Tanda bahwa cinta kasih itu sudah mati:

  1. Inilah yang coba kita pikirkan pada kesempatan ini.Tidak ada lagi perasaan mempedulika, memprihatinkan, mau bersama dengan orang yang dulu kita kasihi itu.

Inilah yang coba kita pikirkan pada kesempatan ini. Kalau boleh saya mengibaratkan cinta itu sebagai sebuah pohon, jadi yang akan mematikan cinta itu adalah dua hal.
  1. Yang pertama pohon tersebut kekurangan pupuk, karena kekurangan pupuk maka akhirnya lama-lama dia kering ya tidak akan bertumbuh dengan sehat. Yang diibaratkan dengan kekurangan pupuk itu, di dalam kehidupan sehari-hari nyatanya seperti begini: misalkan kita benar-benar menganggap pasangan kita itu bisa sibuk dengan sendirinya, sehingga kita tidak lagi berkewajiban melakukan hal-hal yang diinginkannya yang menyenangkan hatinya, yang menggairahkan hatinya.

  2. Yang kedua pohon tersebut diserang oleh hama, oleh hal-hal yang merusakkan pohon tersebut, jadi cinta kasih akhirnya bisa mati karenanya. Ada perlakuan yang merusakkan hubungan cinta itu. Faktor-faktor yang bisa mematikan cinta adalah perlakuan yang menyakitkan hati, perlakuan yang menusuk perasaan pasangan kita.

Kita bisa lihat, dalam hubungan yang sehat tidak berarti bebas dari konflik atau bebas dari hal-hal yang akan menjengkelkan hati, itu selalu akan ada. Namun dalam hubungan yang sehat cinta kasih kuat, cinta kasih itu benar-benar berpengaruh untuk mengusir pergi kejengkelan-kejengkelan itu. Penulis buku konseling pernikahan yang bernama Dellast dan Ruby Vricent mengakui proses merestorisasi hubungan kasih yang sudah mati itu melewati waktu yang panjang. Dalam perkiraan mereka bahkan dengan terapi keluarga yang intensif itu memerlukan waktu sekitar setahun, jadi waktu yang tidak main-main. Ada beberapa tahapan yang akan dan harus dilalui oleh pasangan. Pertama-tama mereka memberikan penjelasan kepada para pasangan yang sedang bermasalah, bahwa sebetulnya perasaan cinta mereka itu sangat bergantung pada persepsi. Apakah pasangan kita itu sungguh-sungguh ingin dan mampu untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan emosional kita. Atau kalau saya terjemahkan dengan lebih bebas, apakah pasangan kita itu mampu dan ingin berubah, perasaan cinta bergantung pada persepsi atau pandangan tersebut.

Ada tahapan yang harus mereka lalui sewaktu mereka berkeinginan untuk memperbaiki pernikahan tersebut.

  1. Tahapan yang pertama adalah yang disebut oleh Nyonya dan Tuan Vricent ini yaitu keragu-raguan akan ketulusan. Jadi sewaktu suami kita mulai berubah reaksi pertama kita adalah kita bertanya apakah dia sungguh ingin berubah, jadi kita mempertanyakan motivasinya apakah sungguh-sungguh dia ingin berubah.

  2. Tahapan yang kedua yang akan menghadang dia adalah dia bertanya atau dia meragukan apakah engkau sanggup berubah.

  3. Tahapan yang ketiga si istri menuntut bukti yang lebih banyak, ini yang seringkali membuat pasangannya atau suaminya frustasi.

Matius 22:39, "Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri." Kaitannya dengan peristiwa-peristiwa cinta kasih yang telah mati ini, Tuhan meminta dan memerintahkan kita untuk mengasihi. Tolok ukurnya adalah seperti kita mengasihi diri sendiri. Bukankah kita orang yang lumayan sabar dalam mengasihi diri kita sendiri, kita adalah orang yang cenderung menoleransi kelemahan diri kita dan akhirnya tetap menyayangi diri. Gunakanlah tolok ukur ini untuk mengasihi orang lain, sabarlah, toleransilah terhadap kelemahannya.