Menambah Anak atau Tidak?

Versi printer-friendly
Kode Kaset: 
T387B
Nara Sumber: 
Pdt. Dr. Paul Gunadi
Abstrak: 
Pada masa berpacaran, ada pasangan yang sudah membicarakan dan menyetujui berapa banyak anak yang diharapkan,Tetapi ada pula yang tidak pernah dengan serius membicarakan, apalagi menyepakatinya.Akhirnya pilihan ini barumuncul setelah pernikahan dan setelah anak pertama lahir.Tidak jarang terjadi ketegangan dalam pernikahan gara-gara masalah ini. Berikut akan dipaparkan beberapa masukan yang dapat dijadikan bahan pertimbangan, apakah akan menambah anak atau tidak.
Audio
MP3: 
Play Audio: 
Ringkasan
Salah satu keputusan yang tidak selalu dibuat pada masa berpacaran adalah jumlah anak. Ada pasangan yang sudah membicarakan dan menyetujui berapa banyak anak yang diharapkan tetapi ada pula yang tidak pernah dengan serius membicarakan, apalagi menyepakatinya. Akhirnya pilihan ini barulah muncul setelah pernikahan dan setelah anak pertama lahir. Tidak jarang terjadi ketegangan dalam pernikahan gara-gara masalah ini. Berikut akan dipaparkan beberapa masukan yang dapat dijadikan bahan pertimbangan, apakah akan menambah anak.

(1) KONDISI PERNIKAHAN ITU SENDIRI. Apabila kondisi pernikahan sehat dan kuat, sudah tentu menambah jumlah anak seharusnya tidak berpengaruh buruk pada relasi pernikahan. Sebaliknya, bila kondisi pernikahan kurang sehat dan kerap dirundung konflik, besar kemungkinan penambahan anak akan berakibat buruk pada pernikahan. Jadi, bila relasi itu lemah, tambahan beban akan berpengaruh negatif pada pernikahan. Singkat kata, terlebih dahulu kita harus menyiapkan rumah yang hangat dan tenteram bagi anak sebelum memutuskan menambah anak.

(2) KESIAPAN ORANG YANG AKAN SECARA LANGSUNG TERLIBAT DALAM PERAWATAN ANAK. Kita tahu biasanya orang tersebut adalah ibu. Meski kita menyukai anak dan merindukan lebih dari satu anak, namun pada akhirnya kita pun mesti mempertimbangkan kesiapan pasangan yang akan berhubungan langsung dengan perawatan anak. Ada wanita yang ingin mempunyai lebih dari satu anak tetapi tidak menginginkannya sekarang oleh karena ia ingin menyelesaikan pendidikannya atau mengembangkan kariernya terlebih dahulu. Singkat kata, jika kita ingin menambah anak, kita juga mesti siap untuk memikul dan berbagi tanggung jawab.

(3) KESIAPAN FINANSIAL. Kita tahu membesarkan anak membutuhkan biaya, jadi, jangan lalai menghitung kesiapan finansial. Jangan sampai kita menelantarkan anak gara-gara tidak mempunyai uang yang memadai. Jangan sampai kita luput melihat bahwa membesarkan anak lebih dari sekadar memberinya makan dan menyekolahkannya. Ada banyak hal lain yang harus disiapkan, seperti biaya kesehatan dan hal lainnya yang terkait dengan bertambahnya jumlah anak

(4) PERENCANAAN HIDUP DI MASA MENDATANG. Sedapatnya tambahkan anak pada saat kita sudah stabil--tidak lagi berpindah-pindah tempat atau dalam persilangan karier. Melahirkan dan mempunyai bayi pada saat kondisi hidup tengah dalam transisi biasanya menambahkan stres yang besar pada pernikahan. Sedapatnya bereskan dulu pekerjaan atau apa pun itu yang tengah dirintis, sebelum menambah anak.

(5) KEBUTUHAN ANAK PERTAMA ITU SENDIRI. Bila anak pertama mempunyai kebutuhan khusus yang menyita tenaga dan waktu, sudah tentu hal ini mesti menjadi salah satu bahan pertimbangan. Jangan sampai akhirnya kita keteteran mengurus dua anak oleh karena besarnya kebutuhan anak pertama. Persiapkanlah pengaturan kebutuhan anak pertama, sebelum kita memutuskan untuk menambah anak.

(6) KESEHATAN. Jika kondisi kesehatan kita tidak baik, penting bagi kita untuk memprioritaskan pada pemulihan terlebih dahulu, ketimbang menambah anak. Kita mesti mengingat bahwa di dalam kandungan anak menyerap apa pun yang berasal oleh ibu. Jadi, bila pasangan belum sehat kembali, mungkin ada baiknya menunda keputusan untuk menambah anak.

(7) DATANG KEPADA TUHAN MEMOHON KEHENDAK-NYA. Kita mesti mengingat bahwa anak adalah pemberian Tuhan semata. Jadilah, mintalah kepada Tuhan untuk mengaruniakan anak kepada kita. Dan, jangan lupa untuk berserah kepada kehendak-Nya. Ia tahu kapan waktu yang tepat, jadi, berserahlah kepada kehendak-Nya. Berkaitan dengan pemahaman bahwa anak adalah pemberian Tuhan, ada dua hal yang ingin saya angkat:

* Pertama, anak adalah pemberian Tuhan dalam pengertian Ia mempercayakan kepada kita tanggung jawab untuk membesarkannya, bukan untuk menjadi hak milik kita. Anak--dan semua manusia--adalah hak milik Tuhan. Jadi, terimalah dan besarkanlah anak dalam takut akan Tuhan, namun serahkan masa depannya kepada Tuhan.

* Kedua, oleh karena anak adalah pemberian Tuhan maka kita mesti menerima kondisi anak apa adanya. Berhati-hatilah dengan godaan untuk membandingkan anak pertama dengan anak kedua. Tuhan mempunyai rencana untuk masing-masing anak, jadi, terimalah anak apa adanya.

Kesimpulan : Di dalam Matius 18:3-4 tercatat perkataan Tuhan Kita Yesus yang berkaitan dengan anak, Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika kamu tidak bertobat dan menjadi seperti anak kecil ini, kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga. Sedangkan barangsiapa merendahkan diri dan menjadi seperti anak kecil ini, dialah yang terbesar dalam Kerajaan Sorga. Tuhan menggunakan anak untuk mengajarkan sesuatu yang berharga kepada para murid-Nya. Tuhan pun akan memakai anak untuk mengajarkan banyak pelajaran berharga kepada kita, orang tuanya.