Komunikasi Orang Tua Dengan Remaja

Versi printer-friendly
Kode Kaset: 
T539B
Nara Sumber: 
Ev. Carolina Soputri, MK.
Abstrak: 
Orangtua tidak atau kurang terlibat dalam kehidupan remaja, komunikasi yang tidak tepat seperti menghakimi mereka terlebih dulu daripada mendengar cerita mereka, orangtua mudah menyerah untuk melakukan pendekatan positif kepada remaja. Ketiga poin tersebut merupakan penyebab mengapa remaja susah terbuka kepada orangtua. Sehingga pendekatan yang PAS merupakan hal yang orangtua perlu ketahui agar kita memenuhi tugas kita sebagai wakil Allah bagi remaja dengan benar dan tepat.
Audio
MP3: 
Play Audio: 
Ringkasan

oleh Ev. Carolina Soputri

Berkomunikasi dengan remaja, sering membuat orang tua dan orang dewasa lainnya merasa kewalahan. Orang tua (dewasa) menilai remaja tidak mau terbuka dan membagikan permasalahan mereka. Remaja disebut berjarak dengan orangtua, berbeda dengan ketika masih kanak-kanak, terlalu banyak pengaruh teman di sekolah, dan lain sebagainya. Orangtua menjadi bingung dengan sikap diam atau cuek remaja bila ditanya hal-hal yang ingin diketahui oleh orangtua. Bahkan, orang tua menjadi kesal dengan sikap remaja yang dianggap tertutup kepada orangtua. Ini memang bukanlah hal yang mudah untuk orangtua maupun remaja dalam berkomunikasi. Mengapa hal ini dapat terjadi ? Ada beberapa penyebab remaja sulit terbuka kepada orangtua (dewasa).

Pertama, kurangnya keterlibatan orang tua ketika anak memasuki usia remaja. Pada saat ini, kondisi pekerjaan orangtua yang menyibukkan, apalagi bila kedua orangtua bekerja secara penuh waktu, cukup menjadi penghambat terjalinnya komunikasi yang intensif dengan anak. Kesibukan orangtua membuat orangtua berjarak dengan anak. Mereka tidak punya cukup waktu untuk bermain, berbincang, melakukan kegiatan bersama di rumah. Akibatnya, anak tumbuh terbiasa tanpa keterlibatan aktif orangtua, dan anak menjadi sibuk dengan "dunia"nya sendiri.

Kedua, cara berkomunikasi orang tua yang tidak tepat kepada remaja. Remaja berpikir bahwa cara orangtua berkomunikasi tidak pas dengan cara mereka berpikir, misal ketika mereka bertanya "mengapa saya tidak boleh mengecat rambut seperti warna rambut artis favorit saya pada hari libur sekolah?". Dengan sigap dan lantang orangtua menjawab "Itu gak bagus buat kamu, pokoknya mama gak setuju." Jawaban orangtua yang demikian, membuat anak enggan untuk berdiskusi lebih lanjut dan kedepannya menjadi makin tertutup untuk berpendapat atau bertanya, karena si anak merasa orangtua sulit memahami pertanyaan mereka, yang artinya sulit memahami diri remaja. Oleh sebab itu, orangtua perlu memahami remaja dan bagaimana mereka berinteraksi untuk menolong remaja berani terbuka tentang permasalahan mereka sehingga orang tua (dewasa) dapat menempatkan diri dengan tepat bagi remaja.

Ketiga, kurangnya daya juang orangtua untuk PDKT (pendekatan) secara positif ke remaja. Tidak sedikit anak remaja ingin berbagi dengan orangtua mereka tentang apa yang mereka alami, apa yang mereka tahu, apa yang mereka sukai dan tidak sukai, apa yang sedang trend. Terungkap bahwa dalam hati mereka, remaja ingin orangtua mengenal mereka, dan tertarik dengan diri mereka melalui apa yang mereka ceritakan. Namun ketika mereka ingin membagikan, orangtua tidak berminat untuk membahasnya, dan menghentikan niat mereka dengan pernyataan seperti,"Untuk apa punya banyak pengikut (followers) di media sosial, lebih cari banyak uang", atau "kamu bicara apa sih, papa tidak mengerti", " tugasmu belajar, tidak usah pikirkan yang lain", lalu "apa bagusnya cowok/cewek itu, kamu itu hanya cinta monyet", Begitu banyak ungkapan-ungkapan orangtua yang tidak membuat anak nyaman untuk terbuka lebih lanjut. Ungkapan-ungkapan demikian membuat anak patah semangat untuk berbagi kepada orangtua, sekalipun mereka sangat ingin membagikannya.

Hendaklah orangtua bijak dalam menjadi pendidik bagi remaja, figur yang mereka banggakan dan teladani. Karena demikianlah Firman Tuhan mengingatkan dalam Kolose 3:21, "Hai bapa-bapa, janganlah sakiti hati anakmu, supaya jangan tawar hatinya." Mendekati remaja bukanlah hal yang mudah, namun tidak berarti hal tersebut tidak dapat dilakukan oleh orangtua. Dalam pertumbuhan mereka sebagai remaja, mereka amat membutuhkan kehadiran orang tua untuk membimbing, keterbukaan orangtua untuk menerima mereka sebagai pribadi yang sedang bertumbuh, dan kesiapan orangtua untuk berjalan bersama dengan mereka di dunia ini.

Pendekatan yang tepat sasaran disingkat PAS, dapat dijabarkan sebagai berikut.

P = Penerimaan yang tepat (remaja berproses dengan apa yang terjadi di lingkungannya, dan mereka membutuhkan orang dewasa untuk menerima mereka dalam kekurangan / kegagalan serta dalam kelebihan/ keberhasilan. Setiap remaja adalah unik, mereka mempunyai bahasa kasih tertentu yang mereka butuhkan untuk merasa dikasihi dan diterima sebagai mana adanya mereka, misal melalui kata-kata positif, pelayanan, waktu berkualitas, pemberian, dan sentuhan)

A = Aktif mendampingi (bukan hanya kesanggupan memberi kebutuhan fisik, seperti makanan, uang jajan, pakaian melainkan juga mencukupkan kebutuhan emosi dan jiwa si anak)

S = Sukacita karena dan di dalam Allah (remaja adalah pemberian Allah yang berharga untuk dilayani, karena itu mengenal dan memahami remaja seharusnya mendatangkan sukacita bagi orangtua karena orangtua dipercaya Allah menjadi wakil Allah untuk mengenalkan Allah dan membawa mereka kepada tujuan ilahi Allah menciptakan manusia).

Pendekatan yang PAS ini adalah bentuk praktis agar orangtua dapat mengupayakan komunikasi yang lebih efektif dan membangun kepada remaja, sehingga kehadiran orangtua menjadi kesaksian hidup yang memberkati remaja untuk makin mengenal Tuhan.