Komitmen Pernikahan

Versi printer-friendly
Kode Kaset: 
T208B
Nara Sumber: 
Pdt. Dr. Paul Gunadi
Abstrak: 

Komitmen nikah adalah janji untuk melebur menjadi satu selamanya. Kehadiran anak merupakan wujud nyata dari peleburan dua menjadi satu ini. Jika anak adalah buah dari penyatuan jasmaniah antara suami dan istri, maka kasih adalah buah dari penyatuan rohaniah suami dan istri. Pernikahan adalah sebuah komitmen untuk mengharapkan diri yang terbaik sekaligus menerima diri yang terburuk.

Audio
MP3: 
Play Audio: 
Ringkasan

T 208 B "Komitmen Pernikahan" oleh Pdt. Paul Gunadi

Di dalam dunia ada pelbagai ikatan perjanjian namun tidak ada satu pun yang mengikat seerat pernikahan. Berikut ini adalah penjelasannya.

  1. Komitmen nikah bukanlah kesepakatan untuk mencapai satu tujuan tertentu; komitmen nikah adalah janji untuk melebur menjadi satu selamanya. Firman Tuhan menjelaskan, "Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan istrinya sehingga keduanya menjadi satu daging." (Kejadian 2:24) Semulia apa pun tujuan pernikahan kita, tetaplah yang menjadi dasar haruslah komitmen untuk melebur menjadi satu. Inilah sarana sekaligus tujuan pernikahan. Dengan kata lain, di dalam pernikahan kita akan dan seharusnya mengalami transformasi untuk menjadi pribadi yang berbeda-yang lebih baik-akibat hasil peleburan dengan pasangan.
  2. Kehadiran anak merupakan wujud nyata dari peleburan dua menjadi satu ini. Tidak mungkin kita mengurai anak menjadi partikel-partikel yang teridentifikasi sebagai milik ayah dan ibu. Dengan kata lain, anak adalah wajah baru dari peleburan suami dan istri.
  3. Jika anak adalah buah dari penyatuan jasmaniah antara suami dan istri, maka kasih adalah buah dari penyatuan rohaniah suami dan istri. Kasih adalah sarana sekaligus hasil dari penyatuan antara suami dan istri. Dengan kata lain, kasih adalah pelekat antara suami dan istri namun kasih adalah buah dari kesatuan suami dan istri pula. Jadi, pernikahan adalah sebuah komitmen yang keluar dari kasih sekaligus komitmen untuk mengasihi.
  4. Pernikahan adalah sebuah komitmen untuk mengharapkan diri yang terbaik sekaligus menerima diri yang terburuk. Firman Tuhan menjelaskan kondisi pertama manusia pada saat pernikahan dimulai, "Mereka keduanya telanjang-manusia dan istrinya itu-tetapi mereka tidak merasa malu." (Kejadian 2:25) Kita mengharapkan yang terbaik dari pasangan namun mesti siap menerima yang terburuk darinya pula. Dengan kata lain, di dalam pernikahan kita mendapatkan kesempatan untuk menjadi diri yang terbaik dan memperoleh jaminan penerimaan atas diri kita yang terburuk.
  5. Komitmen pernikahan merupakan komitmen yang melibatkan Allah. Ingatlah, mempelai wanita pertama diserahkan kepada Adam oleh Allah sendiri. "Dan dari rusuk yang diambil Tuhan Allah dari manusia itu, dibangunnyalah seorang perempuan lalu dibawa-Nya kepada manusia itu. " (Kejadian 2:22) Pernikahan bukanlah perbuatan yang melibatkan manusia dengan sesamanya; sebagai pihak yang menyerahkan istri kepada suaminya, Tuhan menempatkan diri sebagai pemersatu suami dan istri. Itu sebabnya Tuhan Yesus menegaskan, "Karena itu apa yang telah dipersatukan, tidak boleh diceraikan manusia. " (Matius 19:6)