Bagaimana Menghadapi Orangtua yang Tidak Berwibawa

Versi printer-friendly
Kode Kaset: 
T046B
Nara Sumber: 
Pdt. Dr. Paul Gunadi
Abstrak: 

Sebagai seorang anak kita harus tetap tidak boleh semena-mena menutup telinga terhadap apa yang dikatakan orangtua kita. Betapa pun buruknya orangtua kita tidak semuanya dari mereka buruk. Tuhan meminta kita tetap membuka kesempatan kepada orangtua memberi petuah kepada kita.

Audio
MP3: 
Play Audio: 
Ringkasan

Beberapa waktu yang lalu kita membahas tentang bagaimana orangtua membangun wibawanya, baik terhadap pasangan hidupnya maupun terhadap anak-anaknya. Faktor- faktor yang akan dilihat dan dijadikan ukuran untuk menghormati orang tua adalah:

  1. Kualitas hubungan papa mamanya. Apakah ayah ibu memiliki hubungan yang baik saling menghormati, saling mencintai, tidak berlaku kasar satu sama lain.

  2. Perlakuan orang tua terhadap anak, apakah adil, apakah sepatutnya, apakah juga orangtua menghormati mereka.

  3. Dan yang ketiga adalah integritas hidup orang tua, apakah mereka hidup dengan benar di hadapan Tuhan atau tidak, apakah mereka orang-orang yang hidup munafik tidak sama luar dan dalamnya.

Ketiga hal ini mutlak perlu dilihat oleh anak-anak, barulah anak-anak cenderung menghormati orang tua.

Tapi memang harus saya akui, adakalanya orang tua bersifat atau bersikap kekanak-kanakan, tidak berarti sewaktu seseorang menjadi orangtua jiwa dan karakternya akan menjadi matang sesuai dengan usia dan tanggung jawabnya. Ada orang tua yang kekanak-kanakan, mempunyai kebutuhan yang bahkan lebih besar dari anak-anak mereka, contoh misalnya kebutuhan untuk disayangi seharusnya 'kan orang tua yang menyayangi anak, memberikan kepada anak kasih sayang. Tapi ada orang tua yang begitu tidak aman dengan dirinya, karena kemungkinan besar, masa lalunya sehingga dia menjadi orang tua yang akan memanipulasi anak untuk senantiasa menyayangi, mengutamakan dia.

Dalam keadaan seperti itu, dimana kondisi orang tua sudah sedemikian buruknya di mata anak itu, yang seharusnya dilakukan anak adalah:

  1. Anak-anak perlu melihat dengan jelas di mana duduk masalahnya, sebab ada kecenderungan anak-anak ini akan terjerat di dalam hubungan yang tidak sehat. Di sini anak-anak perlu melihat dengan pikiran yang jernih di mana duduk masalahnya, tempatkan masalahnya di tempat yang sebenar-benarnya. Amsal 23:22, "Dengarkanlah ayahmu yang memperanakkan engkau, dan janganlah menghina ibumu kalau dia sudah tua."
    Di sini ada dua kata yang perlu diperhatikan:

    1. Yang pertama ialah kata mendengarkan. Mendengarkan dalam pengertian kita tidak semena-mena menutup telinga terhadap apa yang dikatakan oleh orangtua kita.

    2. Yang kedua, Tuhan berkata jangan menghina ibumu kalau dia sudah tua. Sebetulnya dengarkanlah dan jangan menghina sebetulnya dua sisi dari satu logam yang sama. Menghina artinya kalau memang orang tua salah, dan memang mereka punya kelemahan-kelemahan, Tuhan meminta kita jangan menghina, menginjak-injak, atau memaki-maki mereka.

  2. Yang kedua adalah, anak harus berani untuk memisahkan diri dari orang tua secara emosional dan kalau perlu secara fisik. Artinya begini, adakalanya karena kita sudah menjadi bagian keluarga, kita akhirnya tidak berani untuk pisah atau misalnya mandiri karena kita merasa kita ini harus bertanggung jawab berbuat sesuatu dan sebagainya untuk mereka.

  3. Yang ketiga adalah, anak harus melihat ayah dan ibu secara spesifik sekali.

  4. Anak harus mengampuni. Kita mengampuni bukan berarti tidak mengakui kemarahan kita, kita perlu mengakui luka yang ditimbulkan oleh orang tua kita bahwa kita telah diciderai olehnya.

Kita harus kembali pada Tuhan, orang yang sungguh-sungguh beriman tidak akan mengukur untung rugi dalam menghormati dan memperlakukan orang tua dengan baik.