Anugerah Dalam Pernikahan 1

Versi printer-friendly
Kode Kaset: 
T225A
Nara Sumber: 
Pdt. Dr. Paul Gunadi
Abstrak: 

Banyak pernikahan kandas di tengah jalan oleh karena ketidaksiapan pribadi yang bersangkutan. Sudah tentu ada banyak penyesuaian yang mesti kita lakukan untuk memastikan terciptanya pernikahan yang langgeng. Untuk itu kita perlu Berwawasan Anugerah, Berelasi Anugerah dan Berkepribadian Anugerah.

Audio
MP3: 
Play Audio: 
Ringkasan

Banyak pernikahan kandas di tengah jalan oleh karena ketidaksiapan pribadi yang bersangkutan. Sudah tentu ada banyak penyesuaian yang mesti kita lakukan untuk memastikan terciptanya pernikahan yang langgeng. Namun di samping itu ada pula tugas rohani yang harus kita lakukan. Berikut akan dipaparkan tiga di antaranya.

Berwawasan Anugerah

Pernikahan bukanlah segalanya; Tuhan adalah segalanya. Tuhan, pencipta institusi pernikahan, mempunyai rencana keselamatan yakni menyelamatkan umat manusia dari hukuman dosa. Tuhan tengah bekerja untuk membawa manusia kembali masuk ke dalam kerajaan-Nya dan Ia ingin melibatkan kita dalam rencana dan kerja keselamatan-Nya ini.

"Aku ini TUHAN telah memanggil engkau untuk maksud penyelamatan, telah memegang tanganmu; Aku telah membentuk engkau dan memberi engkau menjadi perjanjian bagi umat manusia, menjadi terang untuk bangsa-bangsa." (Yesaya 42:6)

"Kata Yesus kepada mereka, 'Makananku ialah melakukan kehendak Dia yang mengutus Aku dan menyelesaikan pekerjaan-Nya. " (Yohanes 4:34)

Jika kita menjadikan pernikahan sebagai akhir, puncak, dan tujuan hidup, kita keliru dan akan kehilangan kesempatan hidup untuk Tuhan. Bila pernikahan adalah segala-galanya, pernikahan telah menjadi ilah dan ini tidak diperbolehkan Tuhan. Pernikahan adalah kendaraan yang Tuhan gunakan dan berkati untuk menghantar kita ke tempat tujuan yaitu menyelesaikan pekerjaan Allah.

Orang yang hidup untuk menikah, tatkala mengalami masalah dalam pernikahan, cenderung terpuruk. Wawasan yang sempit dan sikap hidup yang menekankan kepentingan pribadi akhirnya membuat kita sukar keluar dari masalah. Sebaliknya, bila kita hidup untuk Tuhan dan terlibat dalam pekerjaan-Nya, kita akan lebih berwawasan dan tidak tenggelam dalam urusan sendiri saja. Pada akhirnya, kita pun akan lebih mudah menyelesaikan masalah.

Selain itu, pasangan yang secara sadar dan terencana melibatkan diri dalam pekerjaan Tuhan akan berkempatan membangun keintiman dan keharmonisan sebab keduanya bersatu dalam pekerjaan rohani yang serupa. (Sudah tentu saya tidak bermaksud mengatakan bahwa setiap orang harus menjadi pendeta sebab pekerjaan Tuhan mesti dilakukan oleh semua orang Kristen.)

Berelasi Anugerah

Sewaktu Tuhan menunjuk Petrus untuk menjadi murid-Nya, Ia tahu bahwa Petrus akan menyangkal-Nya. Namun Ia pun tahu bahwa Petrus akan menjadi murid yang memuliakan nama Tuhan dan efetif dalam pelayanan. Itu sebabnya Tuhan menugaskan Petrus untuk menggembalakan domba-domba-Nya (Yohanes 21:15-17) Dengan kata lain, Tuhan melihat potensi baik yang ada pada diri Petrus. Inilah yang saya maksud dengan Relasi Anugerah-relasi yang didasarkan atas kekuatan, bukan kelemahan sesama. Orang yang beranugerah akan mencari hal-hal positif pada sesama; sebaliknya orang yang tidak beranugerah akan mencari kesalahan dan masalah pada diri sesama.

Orang yang beranugerah berkemungkinan besar membangun pernikahan yang kuat dan sehat sebab ia akan menghembuskan nafas percaya dan positif ke dalam diri pasangannya. Pasangannya akan makin berkembang dan mekar menjadi diri yang terbaiknya. Orang yang beranugerah juga akan memberi nafas kelegaan kepada pasangannya sebab ia memberinya ruang untuk menjadi dirinya, apa adanya.

Orang yang beranugerah juga mudah mengampuni dan tidak menyimpan kesalahan. Ia tahu bahwa tidak ada manusia yang sempurna; ia membuka pintu terhadap ketidaksempurnaan dan menerima sesama secara utuh. Sebaliknya orang yang tidak beranugerah sukar mengampuni, termasuk pasangannnya sendiri. Ia cenderung menyimpan kesalahan dan siap menembakkan peluru kesalahan dalam setiap konflik. Alhasil hatinya penuh kepahitan dan kedengkian.

Pernikahan hanya dapat berjalan langgeng bila kita menjalani relasi atas dasar anugerah. Kita harus beranugerah sebab bukankah kita adalah penerima anugerah Tuhan? Ia tidak memperhitungkan kesalahan kita, malah mempercayai kita dengan pekerjaan-Nya. Di dalam anugerah-Nya kita merdeka dan lega menjadi manusia sebagaimana diinginkan-Nya.

Berkepribadian Anugerah

Ada orang yang dapat menerima sesama apa adanya dan bisa melihat kekuatan orang serta mengampuni sesama dengan mudah, namun tidak bisa berbuat hal yang serupa kepada diri sendiri. Justru kepada diri sendiri ia kritis dan keras; ia tidak mudah memaafkan diri dan terus mencemeti diri untuk bekerja tanpa istirahat. Inilah contoh orang yang bisa memberi anugerah kepada sesama namun tidak dapat memberi anugerah kepada diri sendiri.

Orang seperti ini umumnya berasal dari keluarga yang mementingkan performa di atas segalanya. Ia tidak terbiasa dengan penerimaan tanpa syarat sebab itu tidak pernah di alaminya. Itu sebabnya ia pun menerapkan standar yang sama kepada dirinya; ia tidak bisa melihat diri yang tidak sempurna.

Orang ini susah bahagia dan sukar beristirahat-dua kualitas yang pasti mempengaruhi relasi nikah. Ia tidak bahagia sebab ia senantiasa menjumpai kekurangan pada dirinya. Mungkin sekali pasangannya tidak mengeluhkan apa-apa dan menerima dirinya apa adanya tetapi ia tidak bisa menerimanya. Ia sukar beristirahat sebab hidup adalah sebuah usaha kerja untuk mencapai target. Ia terus bergerak tanpa henti dan ini akan dengan mudah menjadikannya orang yang letih dan terkuras.

Tatkala Elia melarikan diri dari Izebel, Tuhan tidak memarahinya (1 Raja-Raja 19); kepada Petrus Tuhan hanya menatapnya tatkala ia menyangkal Tuhan (Lukas 22:61). Tuhan sabar dengan kita, seyogianyalah kita sabar dengan diri sendiri.